JAKARTA – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini, menegaskan pentingnya membangun ekosistem pelayanan publik yang inklusif dan ramah kelompok rentan. Hal tersebut disampaikan dalam Seminar dan Talkshow bertajuk “Mewujudkan Ekosistem Pelayanan Publik Inklusif dan Berdampak” di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Rini menekankan keterlibatan kelompok rentan dalam perumusan kebijakan adalah langkah strategis untuk menciptakan layanan publik yang inovatif dan dapat menjangkau seluruh masyarakat.
“Partisipasi masyarakat, khususnya kelompok rentan, memberikan perspektif baru bagi pemerintah untuk menghasilkan solusi yang inovatif dan inklusif,” ungkap Rini.
Dalam paparannya, Menteri Rini menjelaskan penyelenggaraan pelayanan publik yang inklusif harus mencakup berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, administrasi kependudukan, transportasi, informasi, hingga layanan perbankan.
Rini juga menyoroti lima aspek utama yang harus diperhatikan dalam membangun aksesibilitas. Pertama, Kebijakan dan Komitmen Pimpinan. Pemimpin instansi pemerintah wajib memastikan komitmen terhadap praktik pelayanan yang inklusif.
Kedua, Aksesibilitas Fisik. Infrastruktur publik harus dirancang dengan prinsip desain universal.
Ketiga, Aksesibilitas Komunikasi dan Informasi yang harus tersedia dalam berbagai format yang mudah diakses. Keempat, Akomodasi yang Layak.
Terakhir, kelima adalah Sumber Daya Manusia yang kompeten dan sensitif terhadap kebutuhan kelompok rentan.
“Tanpa komitmen pimpinan, pelayanan inklusif sulit diwujudkan. Kita perlu bahu-membahu membangun ekosistem ini,” tegasnya.
Rini juga menyampaikan afirmasi pemerintah untuk membuka kesempatan lebih luas bagi penyandang disabilitas menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pemerintah telah menetapkan kuota 2% untuk formasi khusus disabilitas dalam penerimaan ASN tahun 2024.
“Kami membutuhkan talenta yang tidak hanya digital, tetapi juga responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan,” tambahnya.
Dalam acara tersebut, Rini menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan organisasi yang fokus pada kelompok rentan. Ia mengapresiasi berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam menciptakan pelayanan publik yang inklusif.
Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, turut hadir sebagai pemateri. Veronica mendorong kaum perempuan dan penyandang disabilitas untuk terus memberdayakan diri serta aktif memberikan pengaruh positif di lingkungan masing-masing.
“Kita perlu memberikan hati dan kepedulian nyata dalam setiap kebijakan agar dampak positif dapat dirasakan oleh semua,” tuturnya.
Pembangunan pelayanan publik inklusif merupakan amanat konstitusi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Rini mengakhiri dengan dorongan bagi semua pihak untuk terus berinovasi dan melibatkan masyarakat dalam proses evaluasi kebijakan secara sistematis.
“Pelayanan publik harus menjadi enabler yang memungkinkan setiap individu menikmati hasil pembangunan secara setara,” pungkasnya.
Editor : Nicha R