spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Mengenal Tahongai, Teh Khas Kaltim Kaya Khasiat, Mampu Melemahkan Kanker Serviks dan Kanker Payudara

Teriknya sinar matahari sudah ditunggu-tunggu Hery Romadan yang sedang menjemur daun tahongai. Di dekat kebunnya di Kelurahan Lempake, Samarinda Utara, lelaki 44 tahun itu memilah helai-helai daun yang mengering. Jika daun sudah kersang benar, barulah boleh diolah menjadi teh tradisional.

Hery adalah alumnus Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, yang selama 11 tahun menggeluti pembuatan teh daun tahongai. Ia bahkan membudidayakan tumbuhan tersebut di kebunnya di Lempake, Samarinda Utara. Sebanyak 100 pokok tahongai ditanam di lahan seluas 1 hektare.

“Pohon tahongai sebenarnya banyak tumbuh di pinggir jalan. Di bantaran Sungai Mahakam juga ada,” terang Hery ketika ditemui reporter kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com di kebunnya, pertengahan Juli 2021. Hery lantas menjelaskan metode pembuatan tehnya.

Setelah dipanen, daun tahongai dijemur selama kurang lebih satu pekan. Jika cuaca sedang tidak bagus, penjemuran hanya di ruangan tertutup. Daun yang telah kering kemudian dirajang dan melewati pengadonan. Teh premium tahongai buatan Kaltim itu tinggal dikemas menjadi teh celup atau cukup serbuknya. Hery menjual teh ini dalam dua jenis tersebut melalui perusahaan bernama Abihira Herba Center.

Tahongai (Kleinhovia hospita L) telah dikenal luas sebagai tanaman obat. Tumbuhan yang dalam bahasa Inggris disebut guest tree ini banyak ditemukan di negara tropis dan subtropis di Asia. Namanya beragam di Indonesia, seperti katimoho (bahasa Jawa), katimahar (bahasa Melayu), dan paliasa (Sulawesi Selatan). Pohonnya cukup tinggi, bisa sampai 20 meter. Daunnya lebar, sekitar 27 sentimeter, dan berbentuk jantung. Bijinya bulat dengan diameter 2 milimeter dan berwarna gelap.

Potensi obat dari tahongai terbilang banyak, sebagaimana ditulis Swandari Paramita, akademikus Fakultas Kedokteran, Universitas Mulawarman, dalam jurnal berjudul Tahongai (Kleinhovia hospita L): Review Sebuah Tanaman Obat dari Kalimantan Timur (2016). Ditinjau dari ilmu yang mempelajari khasiat tumbuhan secara tradisional (etnobotani), inti batang tahongai digunakan untuk mengobati radang paru-paru di Papua Nugini. Jus daun flora ini dijadikan obat pencuci mata serta sampo untuk menghilangkan kutu rambut. Di Sulawesi Selatan, tahongai adalah obat untuk sakit kuning atau hepatitis. Tahongai juga digunakan untuk mengurangi asam lambung, tekanan darah tinggi, atau penyakit dalam (hlm 31).

Sejumlah penelitian yang disadur dalam jurnal juga menyebutkan potensi yang lain. Ekstrak daun dan batang tahongai dapat menghasilkan sejumlah senyawa yang berpotensi melemahkan sel kanker serviks hingga payudara. Ekstrak daun juga terbukti menurunkan kadar glukosa darah puasa ketika dicoba pada tikus Wistar. Makin tinggi dosis ekstrak tahongai, makin kuat efeknya (hlm 32).

Ekstrak tahongai turut diyakini melindungi dan memulihkan kerusakan liver atau disebut hepatoprotektor. Sudah ada penelitian uji klinisnya dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Mereka membuat suplemen dari ekstrak tahongai yang dicampur ekstrak temulawak (Curcuma zanthorrhiza Roxb), kayu kuning (Arcangelisia flava (L.) Merr.), jintan hitam (Nigella sativa L.), dan ikan gabus (Channa striata). Suplemen tersebut kemudian diberi kepada pasien hepatitis B atau C kronis yang telah menerima terapi antivirus. Hasilnya, terdapat penurunan alanine transaminase dan aspartate transaminase setelah tujuh hari pemberian suplemen (hlm 34).

“Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengungkap potensi lain Tahongai sebagai tumbuhan obat di Kalimantan Timur,” tutup Swandari dalam jurnalnya.

Di kebun tahongai di Samarinda, Hery Romadan menjelaskan, daun tahongai dipanen tiga bulan sekali. Setiap pohon menghasilkan 100 kotak teh yang sudah diolah. Dengan demikian, pendapatan kotor dari setiap pokok adalah Rp 20 juta dengan asumsi harga teh Rp 200 ribu per kotak.

Semasa pandemi, permintaan teh tahongai disebut Hery meningkat. Satu hari saja, ia sudah bisa menjual tiga kotak teh celup dengan pendapatan Rp 1 juta.  Belum termasuk serbuk teh yang dijual Rp 50 ribu per kotak. Naiknya permintaan teh tahongai tidak lepas dari khasiatnya. Contohnya adalah potensi mengurangi kadar gula darah. Nyawa orang dengan penyakit penyerta diabetes dapat terancam apabila terpapar Covid-19.

Teh tahongai buatan Hery punya rasa dan aroma yang tak jauh berbeda dengan teh pada umumnya. Warnanya cokelat terang. Bisa diminum pakai gula kecuali untuk penderita diabetes. Khasiatnya, kata Hery, tak berubah walaupun dibubuhi pemanis.

Sayangnya, Hery mengaku, permintaan teh yang tinggi masih sukar dipenuhi. “Sebenarnya, sebelum permintaan tinggi, kami juga terdampak pandemi selama setahun. Sekarang, hanya tersisa satu karyawan,” jelasnya.

Keadaan itu menyebabkan Hery masih sukar menembus pasar di luar daerah. Pasar teh tahongai juga belum benar-benar terbentuk. Ia pun akhirnya mengandalkan penjualan lokal di Kaltim dan Sulawesi. Meskipun demikian, Hery tetap optimistis dengan produk tradisional ini. Masih banyak khasiat tanaman-tanaman obat yang belum terungkap. Hery pun berharap, hutan yang menjadi tempat hidup tahongai dan seluruh tanaman obat di Kaltim dapat terus lestari. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img