BONTANG – Debat publik Pilkada Bontang 2024 menjadi ajang bagi empat pasangan calon (Paslon) untuk memaparkan strategi mereka dalam mengatasi masalah stunting di Kota Bontang.
Seluruh paslon sepakat untuk memperkuat peran Posyandu sebagai garda terdepan dalam pencegahan stunting.
Paslon nomor urut dua, Sutomo Jabir-Nasrullah, menyatakan bahwa penanganan stunting harus dimulai dengan edukasi kesehatan, upaya pencegahan, dan pengobatan.
Sutomo menyebutkan bahwa Posyandu akan menjadi ujung tombak dalam penanganan stunting, dan ia berencana meningkatkan insentif untuk kader-kader Posyandu.
“Ketika kami menjadi Wali Kota kami akan naikkan dua kali lipat. Posyandu juga akan kami perbaiki. Sebagai program. Dalam 1.000 hari kelahiran bayi, biarkan Posyandu yang urus,” katanya.
Paslon nomor tiga, Najirah-Aswar, menekankan bahwa angka stunting di Bontang masih tinggi, yaitu sebesar 19 persen.
Najirah menyampaikan pentingnya pendekatan berbasis data dengan menerapkan sistem satu data untuk setiap bayi, serta subsidi bagi momen penting dalam kehidupan warga, yaitu menikah, melahirkan, dan meninggal. “Melakukan data satu bayi satu data. Subsidi untuk bagi 3 M (menikah, melahirkan, dan meninggal),” jelas Najirah.
Sementara itu, Neni Moerniaeni dari paslon nomor urut empat menyoroti bahwa gizi buruk dan sanitasi yang buruk menjadi penyebab utama stunting. Ia berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan sanitasi sebagai solusi untuk mengurangi stunting di Bontang. “Mengatasi masalah sanitasi dan gizi buruk,” ujar Neni.
Paslon nomor urut satu, Chusnul Dhihin, mengusulkan penggunaan aplikasi terintegrasi untuk mengatasi stunting, yang akan membantu memantau data anak stunting secara real-time dan mendukung kerja kader Posyandu. “Bagaimana kader Posyandu dapat bekerja dengan baik,” ucap Chusnul.
Pewarta: Yahya Yabo
Editor: Agus S