spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pahamlah Ikam Vs Gratispol, Pengamat: Politik Praktis untuk Gaet Segmen Masyarakat yang Berbeda

SAMARINDA – Kampanye Pasangan Calon (Paslon) Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim  saat ini dihiasi oleh slogan-slogan yang kini cukup akrab di telinga masyrakat.

Isran Noor dan Hadi Mulyadi dengan slogan “Pahamlah Ikam?” serta Rudy Mas’ud dan Seno Aji dengan “Gratispol.” Bukan tanpa alasan menyoal slogan tersebut, disinyalir ada maksud untuk saling rebut suara.

Hal itu diamini oleh Pengamat Politik, Tino Tindangen. Menurutnya, ada perbedaan slogan yang sangat jomplang pada dua kubu tersebut. Perbedaan itu sebenarnya positif, mengingat hanya ada dua paslon yang mengikuti kontestasi Pilgub. Sehingga menimbulkan persaingan yang ketat dalam saling sikut.

“Dalam marketing politik, semakin berbeda itu semakin diinginkan,” tegasnya.

Perbedaan itu semakin terlihat dengan tatanan bahasa yang dipakai. Isran-Hadi memilih untuk mengenakan slogan berbahasa Banjar yang erat dengan unsur kelokalan. Sedangkan Rudy-Seno lebih memilih memakai slogan yang lebih kontemporer. Tentu ada maksud dan tujuan dari Tim Pemenangan perihal bahasa yang dipilih.

“Isran-Hadi dengan Pahamlah Ikam-nya itu, memang merujuk pada kultur Kalimantan Timur yang seringkali lebih familiar dengan bahasa Banjar. Meskipun banyak perbedaan etnis, namun kultur sosialnya diwakili oleh bahasa Banjar,” jelasnya.

Tentu itu hanya satu poin di antara poin lainnya. Poin selanjutnya, Tino menerangkan bahwa slogan “Pahamlah Ikam” hendak menyimpulkan hasil kinerja mereka selama lima tahun kemarin. Seakan telah terbukti kinerjanya, maka kata “Paham” merujuk kepada sesuatu yang telah dikerjakan dan mungkin akan terus dikerjakan.

“Slogan itu mewakili keberlanjutan, karena mereka juga petahana. Karena kata “Paham” merujuk pada pencapaian yang sudah dilakukan. Jadi Isran-Hadi ingin menunjukkan jika dirinya telah membuktikan dan perlu melanjutkan,” terangnya.

Berbeda dengan Rudy-Seno yang memakai kata “Gratispol,” untuk menunjukkan pada sesuatu yang instan. Menurut Tino, hal ini wajar saja, karena masyarakat belakangan menyukai hal-hal yang instan. Merujuk pada politik praktis, kata tersebut tentunya telah melalui tahap pertimbangan dari tim pemenangan Rudy-Seno.

Selain itu, Tino menanggap slogan Paslon nomor urut 02 itu merupakan terusan dari Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu yang digaungkan oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto serta Gibran Rakabuming Raka.

“Rudy-Seno sepertinya ingin menggaet masyarakat yang lebih kontemporer, lebih kepada kawula muda. Karena kata “Gratispol” sebenarnya adalah bahasa kontemporer,” jelasnya.

Slogan tidak bisa dianggap remeh, sebab ada wacana yang ingin diungkapkan melalui slogan tersebut. Isran-Hadi dengan “Pahamlah Ikam” yang lebih tradisional namun mudah diterima karena bahasa lokal, di sisi lain “Gratispol” milik Rudy-Seno bahasa kontemporer untuk menggaet pemilih yang menginginkan ke-instan-an juga pemilih muda.

“Memang kalau kita lihat, setiap paslon lebih sering menaruh slogannya daripada program atau visi-misi. Bahkan seringkali disebutkan berulang-ulang, sebab dalam ilmu komunikasi terapan, kata yang diulang terus menerus dapat mempengaruhi alam bawah sadar pemilih,” tutup Tino.

Pewarta : K. Irul Umam
Editor : Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti