TENGGARONG – Praktik pertambangan di Kutai Kartanegara (Kukar) kembali dapat sorotan. Musababnya aktivitas yang berlangsung sangat dekat dengan pemukiman warga. Tepatnya di RT 26 dan 28 Desa Bangun Rejo, Kecamatan Tenggarong Seberang.
Aktivitas penambangan batu bara tersebut dijalankan PT Kitadin. Perusahaan ini telah mendapatkan izin menambang di Desa Bangun Rejo sejak 1983 yang berakhir 2022. Sejak itu sudah 200 kepala keluarga diganti rugi. Termasuk memindahkan SD 022 Tenggarong Seberang.
Namun sejak tiga tahun lalu, masih tersisa 4 kepala keluarga belum bersedia diganti rugi. Antara tawaran perusahaan dengan keinginan warga, tak pernah menuai kesepakatan meski telah berkali-kali dimediasi. Perusahaan enggan mengeluarkan dana ekstra karena hasil penambangan dari kawasan itu diklaim tak menutup ongkos ganti rugi.
Dengan demikian, perusahaan tetap menambang di kawasan yang telah dibebaskan. Padahal, jaraknya hanya sekitar 28 meter dari rumah yang belum sepakat. Secara ketentuan, jarak minimum galian tambang dengan rumah warga adalah 500 meter.
Persoalan itu pun tersebut masuk ke DPRD Kukar dan dibahas dalam rapat dengar pendapat pada Rabu (30/6/2021). Suprapto, kepala Desa Bangun Rejo mengatakan bahwa sejak 2019 negosiasi antara perusahaan dan warga menemui jalan buntu. Padahal telah difasilitasi pihak desa hingga kepolisian. “Warga meminta ganti rugi di atas nominal yang ditawarkan perusahaan. Ini sifatnya privasi kedua pihak,” jelasnya.
Kepala Humas PT Kitadin, Bambang Kawuryang, menegaskan ganti rugi yang ditawarkan pihaknya telah sesuai prosedur dan menyesuaikan peraturan pemerintah. Sejauh ini, perusahaan sudah membayar rata-rata tanah dan bangunan warga di RT 26 dan 28. “Dibayar ukuran tanah 10×20 meter dengan harga Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar,” jelasnya.
Bambang pun menduga mentoknya tawaran ke empat keluarga di desa itu, dipicu ulah oknum yang membanding-bandingkan harga dengan warga lain. Menurut Bambang, nilai yang ditawarkan sebenarnya sudah termasuk tinggi, terutama dibanding nilai yang biasa ditawarkan perusahaan tambang lain. Apalagi perusahaan juga telah menyediakan lokasi pemukiman baru ditambah membangun fasilitas SD 022 yang dipindah. “Malah PT Kitadin merugi dalam kegiatan usahanya,” imbuhnya.
Sementara itu, Ahmad Yani, anggota Komisi III DPRD Kukar yang memimpin rapat, menegaskan jika aktivitas PT Kitadin telah melanggar karena menambang hanya 28 meter dari permukiman yang belum dibebaskan. Perusahaan didesak segera merelokasi warga yang masih bertahan.
Yani mendorong kehadiran suatu tim khusus di Kukar yang bertugas mengukur luas lahan dan bangunan warga untuk jadi pertimbangan menentukan nominal ganti rugi bagi masyarakat sesuai undang-undang.
“Agar terhindar dari persoalan sengketa atau ketidakcocokan harga dalam proses alih fungsi lahan, itu sendiri,” pungkasnya seperti dirilis kaltimkece.id. (kk)