spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Calon Gubernur Kaltim Diperbolehkan Gunakan Bahasa Daerah saat Kampanye

SAMARINDA – Saat Pilkada Kaltim 2024 semakin dekat, para calon pemimpin daerah berlomba untuk menarik perhatian masyarakat. Mereka bukan hanya menjual program dan visi, tetapi juga menunjukkan keakraban mereka dengan budaya lokal melalui bahasa daerah.

Di berbagai panggung kampanye, bahasa daerah digunakan tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai jembatan untuk mendekatkan diri dengan masyarakat Kaltim.

Bahkan, beberapa calon menggunakan bahasa daerah sebagai tagline kampanye, dengan harapan dapat memperkuat citra mereka di mata pemilih.

Kepala Kantor Bahasa Kaltim, Halimi Hadibrata, memandang fenomena ini sebagai langkah positif. Baginya, penggunaan bahasa daerah dalam kampanye menunjukkan seberapa dalam seorang calon pemimpin mengenal dan menghormati budaya lokal. “Ini cara untuk mengetahui apakah mereka benar-benar dapat mewakili masyarakat Kaltim,” ujar Halimi dalam sebuah acara di Samarinda, Kamis (17/10/2024).

“Kalau berbahasa daerah saja tidak bisa, bagaimana mereka akan mewakili Kaltim?” tambahnya.

Halimi menekankan bahwa kemampuan berbahasa daerah bagi seorang calon pemimpin bukan hanya sekadar alat kampanye, melainkan juga bentuk pelestarian dan pengenalan budaya kepada masyarakat.  “Mengucapkan satu kata dalam bahasa daerah saja sudah bagus,” ujarnya.

Halimi percaya, langkah ini akan memperkuat jalinan kebudayaan yang terancam terkikis oleh globalisasi.

Meski demikian, Halimi menyarankan agar para calon kepala daerah tetap mengombinasikan bahasa daerah dengan bahasa Indonesia saat berkampanye.

Baginya, perpaduan tersebut dapat memberikan keseimbangan antara menghargai budaya lokal dan memfasilitasi pemahaman masyarakat luas. “Tidak masalah mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah dalam kampanye,” jelasnya.

Di tengah persaingan ketat Pilkada Kaltim 2024, pendekatan yang mengutamakan bahasa daerah dapat menjadi nilai tambah bagi para calon.

Ia juga mengkritisi penggunaan istilah-istilah asing yang sering muncul dalam panggung politik. Menurutnya, daripada menggunakan kata asing seperti incumbent, lebih baik memakai istilah dalam bahasa Indonesia, yaitu “petahana”.

“Hal ini, sekaligus bisa menjadi cara untuk mensosialisasikan penggunaan bahasa Indonesia yang benar kepada masyarakat,” tutupnya.

Penulis: Hanafi
Editor: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti