spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Hafiz Quran di Usia 9 Tahun, Siswa Madrasah Ini Berbagi Cara Menghafal

Muhammad Ahsan Bukhori (9), siswa kelas tiga Madrasah Ibtidaiyah (MI) NU Tahfidzul Qur’an Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus, Jawa Tengah, berhasil menghafal 30 juz Al Qur’an. Proses menghafal dilakukannya selama tiga tahun, sejak masuk MI. Ahsan tidak sendiri, tahun ini, 29 rekan seangkatannya juga berhasil menyelesaikan hafalan 30 Juz.

Siswa asal Bandung ini bercerita tentang kiatnya memasukan seluruh ayat Al Qur’an ke dalam memorinya. Sejak awal ia memang memiliki minat menjadi seorang hafiz Al-Qur’an. Untuk itu, ia mendaftar ke MI Tahfiz Al-Qur’an TBS, lembaga pendidikan Islam berbagai jenjang yang memiliki program khusus tahfiz untuk usia dini.

Di madrasah yang terletak di Kelurahan Krandon, Kecamatan Kota, Kab Kudus itu, Ahsan digembleng hafalan dengan beban setoran satu halaman per hari. Proses itu dilakoninya dengan tekun hingga berhasil khatam dalam tempo tiga tahun. Padahal di lembaga itu Ahsan tidak hanya mendapat beban hafalan saja, tetapi juga mendapat pendidikan fomal sebagaimana sekolah biasa.

Anak lelaki berkulit coklat ini bercerita tetang kiatnya membagi waktu dan menjaga agar “setoran” dapat dilakukan dengan lancar. “Ustadz selalu ngendikan (menyampaikan), baca dulu berulang kali ayatnya, jika sudah yakin maka coba untuk menghafal tanpa melihat Al-Qur’an,” jelasnya, Kamis (24/6/2021).

Menurutnya, terdapat hal-hal non teknis yang membuat proses belajarnya mendapat kemudahan. “Ahsan selalu minta doa bapak ibu, niat sungguh-sungguh, serta tak boleh ngantuk apalagi ngobrol ketika hafalan. Sama ustaz harus hormat dan patuh agar bisa cepat hafal,” ungkapnya lugu.

Kepala MI NU Tahfidzul Qur’an TBS KH. Saeun menyampaikan, madrasah yang dipimpinnya, selain mengedepankan prestasi akademik juga memberikan hafalan Al-Qur’an bagi siswa yang masuk jalur tahfiz.

Pelajaran sekolah dan hafalan Al-Qur’an, diakuinya merupakan beban yang berat bagi siswa. Namun dengan kehidupan di pesantren yang terkontrol 24 jam, internalisasi ilmu dan karakter menjadi maksimal. Madrasah yang dipimpinnya tidak ingin memproduksi orang pintar saja, tetapi harus disertai etika dan akhlak yang baik sesuai tuntunan Al-Qur’an.

Tidak mudah menciptakan generasi Qur’ani yang juga memiliki kapabilitas akademik. Beban yang berat itu menuntut partisipasi penuh antara pihak madrasah, siswa, dan juga dukungan spiritual dari orangtua. “Doa dan tirakat orang tua sangat membantu lancarnya hafalan anak-anak,” tukas Saeun.

Terkadang ada juga anak yang mogok hafalan. Bila ini terjadi, madrasah akan mengkomunikasikannya dengan tiga pihak, yaitu: pengasuh pesantren, ustaz, dan orangtua. Bila semuanya bertindak positif, biasanya ada solusi dan pembelajaran berjalan kembali.

Kegiatan pembelajaran memiliki durasi cukup panjang, yaitu pukul lima pagi hingga jam delapan malam. Mulai subuh hingga pukul 7 pagi anak-anak harus setoran hafalan hingga waktunya belajar di madrasah.

Selesai di madrasah, kegiatan dilanjutkan lagi dengan tahfiz sampai selesai malam hari. Di sela-selanya terdapat istirahat, mandi, makan, dan aktifitas lainnya. Program tahfiz harus sinergis dengan madrasah, karena anak-anak tidak boleh dibebani Pekerjaan Rumah (PR) atau pekerjaan lain yang dibawa pulang.

Saat ini, dari 307 siswa MI Tahfidzul Qur’an Krandon, 30 di antaranya telah hafal 30 Juz. Lainnya, 70% dari mereka sudah mencapai lebih dari 20 juz. “Ini semua menjadi tanggung jawab semua pendidik,” pungkasnya. (rls/red)

 

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti