SAMARINDA – Teddy Arsyad sedang berbincang dengan kolega di depan pintu kelas ketika dua remaja perempuan berlari dengan panik ke dalam sekolah. Bergelayut heran, staf tata usaha di SMA negeri di Jalan Juanda, Samarinda, tersebut, lekas mencegat kedua siswi yang baru mengambil rapor kenaikan kelas. Betapa kaget Teddy mendengar pengakuan kedua anak didik yang sudah berwajah pucat itu. Ada lelaki sedang merancap di depan sekolah.
Selasa, 22 Mei 2021, Teddy setengah berlari menuju pintu gerbang sekolah. Di sebuah pos, kira-kira 30 meter dari gapura sekolah, ia menyaksikan sendiri pria yang dimaksud. Teddy melihat seorang pria duduk bersandar. Laki-laki itu kurus badannya. Rambutnya yang lurus dibelah tengah. Mengenakan masker dan jaket perusahaan ojek online yang lusuh, pria tersebut sedang memainkan alat genitalnya. Celana training abu-abu pria itu sudah melorot sampai ke paha.
Sebagai orang dewasa, Teddy segera menegur. Akan tetapi, lelaki itu bergeming, diam seribu kata. Teddy segera mencengkeram lengan dan menyeret pria tersebut ke pos satpam di pelataran sekolah. Sejumlah guru dipanggil.
“Saya khawatir karena pada 2008 pernah kejadian seperti ini. Ada laki-laki di dalam mobil dan melihat anak-anak sambil melakukan hal tersebut,” terang Teddy yang sebelumnya menjadi satpam sekolah kepada kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com.
Di dalam pos satpam, lima menit kemudian, Teddy sudah ditemani tiga staf dan seorang petinggi sekolah. Mereka lantas menginterogerasi pria yang belakangan diketahui berinisial MN, 38 tahun. Kepada para pengurus sekolah, MN mengaku, sedang merancap sambil menonton konten porno di pos tersebut. Alasannya, MN jarang berhubungan badan dengan istrinya. “Saya punya istri tapi tidak pernah dikasih jatah,” terang MN.
Lelaki itu mengaku pasrah dan siap menerima konsekuensi hukum. Akan tetapi, Teddy mengatakan, sekolah tidak membawa persoalan tersebut ke ranah hukum. “Dia (MN) juga telah berjanji tidak mengulanginya lagi,” ucap Teddy. Sekolah mengimbau siswa untuk aktif melaporkan tindakan-tindakan serupa. Dia juga mengatakan, sekolah intens mengingatkan siswa menjaga diri.
Ketua Bubuhan Driver Gojek Samarinda, Eko Saputra, mengatakan, sudah mengonfirmasi laporan tersebut pada pukul 13.00 Wita. Laporan resmi sudah diteruskan kepada pihak perusahaan. MN akhirnya dipecat dari perusahaan. “Pemutusan mitra karena melanggar SOP. Sudah kami cek di kantor,” ucapnya saat diwawancarai di depan kantor Gojek Samarinda, Jalan Karang Mumus, Samarinda Kota.
Eko juga menjelaskan bahwa MN tidak pernah bergaul dengan Koordinator Wilayah Driver Gojek manapun. MN adalah single fighter, bergerak sendiri ketika menjemput orderan. MN kini disebut menghilang. Meskipun demikian, pihak Gojek juga tidak akan melaporkan hal ini kepada pihak berwajib. “Kami serahkan kepada pihak yang merasa keberatan,” terang Eko.
PATUT DIPROSES HUKUM
Akademikus bidang hukum dari Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Suwardi Sagama, menilai bahwa kejadian ini adalah ancaman bagi dunia pendidikan. Peristiwa pamer aurat di lingkungan sekolah adalah perbuatan asusila yang dapat merusak kesehatan mental peserta didik dan berpotensi kepada kekerasan seksual. Apalagi jika didapati fakta bahwa MN berprofesi sebagai pengantar-jemput peserta didik.
Suwardi menambahkan, perbuatan tersebut merupakan tindak pidana. Pasal 11 Undang-Undang 44/2008 tentang Pornografi telah mengatur perkara ini. Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan atau sebagai objek pornografi. Sementara pasal 9 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Ancaman hukuman adalah pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 6 miliar.
Selanjutnya, dalam pasal 10 UU tersebut, setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan. Sanksinya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
Bahwa perbuatan MN patut dipertanggungjawabkan di depan hukum, Suwardi menambahkan, ada UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam pasal 76B, dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran. Jika dilanggar, ancaman hukuman adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.
“Pelaku seharusnya dilaporkan dan diproses secara hukum. Pun tanpa dilaporkan, seharusnya sudah diproses secara hukum,” tegas Suwardi. Menurutnya, korban atau yang melihat kejadian tersebut adalah anak yang berstatus sebagai peserta didik dan di bawah umur.
“Apalagi bukti-bukti sudah cukup. Maka (seharusnya) proses hukum dapat dijalankan. Ini bukan menghukum orangnya tapi perbuatan yang dilakukan,” terangnya.
EKSHIBISIONISME MURNI
Perbuatan saru MN dikategorikan dalam kelas ekshibisionisme murni. Pelakunya puas saat memamerkan alat kelamin dari kejauhan sambil masturbasi. Dalam tahap ini, ekshibisionis tidak menyentuh atau menyakiti orang lain. Termasuk dalam kelas ini adalah mereka yang memamerkan alat kelamin melalui saluran internet.
Tiga kelas ekshibisionisme yang lain adalah fantasi. Pada kelas ini, ekshibisionis hanya berfantasi memamerkan alat kelamin kepada orang asing. Mereka terlalu takut menjalankan fantasi itu sehingga beberapa beralih ke ekshibisionisme zoophilic atau kepada binatang. Ekshibisionis kriminal adalah kelas berikutnya yang terbanyak. Mereka terlibat dalam kejahatan seksual yang lain terutama pedofilia dan penganiayaan anak.
Adapun kelas terakhir, adalah eksklusif. Klasifikasi ini adalah orang-orang yang sudah sangat tergila-gila dengan ekshibisionisme. Buat mereka, memamerkan tubuh adalah satu-satunya saluran kepuasan seksual.
Cara menghadapi ekshibisionisme berhubungan erat dengan motivasi pelaku. Dalam jurnal Psychopathy: Assessment and Association with Criminal Conduct (1997), psikolog forensik Stephen Hart mengungkapkan, pelaku sebenarnya ingin memberi kesan kepada orang-orang. Tujuan mereka mirip dengan kita ketika mengenakan pakaian yang bagus untuk menarik perhatian orang lain. Bagi ekshibisionis, “berpakaian modis” itu adalah tidak berpakaian.
Namun demikian, harus diingat bahwa para pemamer aurat memiliki pola gairah seksual yang kuat. “Mereka mendapatkan kepuasan lebih banyak sebagai ekshibisionis alih-alih berhubungan seks dengan orang lain,” tulis Hart. Beberapa pelaku juga berharap korban mereka terangsang secara seksual. Itu sebabnya, Hart mengingatkan, penderita ekshibisionisme cenderung berbahaya.
SEJARAH PAMER AURAT
Menurut catatan sejarah, pamer aurat atau ekshibisionisme sudah tercatat sejak abad kelima. Dalam pawai kapal dalam Festival Artamis untuk pemujaan para dewa di Mesir, kapal-kapal berparade menuju kota tua bernama Bubastis. Selama menyusuri Sungai Nil, peserta pawai perempuan berteriak dan menari lantas menyingkap pakaian sehingga telanjang. Peristiwa memamerkan bagian tubuh yang vital di depan publik itu disaksikan dan dicatat sejarawan Yunani, Herodotus, dalam bukunya berjudul History (The Pleasure’s All Mine: A History of Perverse Sex, 2013).
Memamerkan aurat seperti ini disebut ekshibisionisme. Ia disebabkan dorongan yang tidak terkendali untuk menunjukkan bagian genital kepada orang asing (Forensic and Medico-legal Aspects of Sexual Crimes and Unusual Sexual Practices, 2009). Asosiasi Psikiater Amerika memasukkan ekshibisionisme ke Manual Diagnosis dan Statistik Gangguan Mental (DSM) IV sebagai penyimpangan perilaku seksual. Laki-laki dilaporkan paling banyak menjadi ekshibisionis ketimbang perempuan.
Sebagian ahli menyimpulkan bahwa perilaku tersebut disebabkan gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, hingga kecenderungan pedofilia. Faktor lain adalah pelecehan seksual dan emosional pada masa kecil. Ekshibisionisme juga dipicu faktor lingkungan. Dalam beberapa kasus, ekshibisionis tumbuh di tengah keluarga yang tak menghargai privasi (Sexual Deviance: Theory, Assessment, and Treatment, 2008).
Sebagai sebuah penyimpangan, ekshibisionisme dibagi menurut perilaku. Penulis Forensic and Medico-legal Aspects of Sexual Crimes and Unusual Sexual Practices, Anil Aggrawal, membagi ekshibisionisme dalam lima jenis. Pertama adalah anasyrma yaitu mengangkat rok namun tidak bertujuan memamerkan alat kelamin. Kedua adalah mooning, memperlihatkan bokong yang cenderung untuk mengejek atau bercanda.
Candaulisme adalah bentuk ketiga, berupa menelanjangi pasangan di muka umum. Mereka gemar membagikan foto saru pasangannya. Bentuk berikutnya ialah nudism atau telanjang di tempat umum. Kemudian streaking atau berlari di tempat umum tanpa pakaian. Bentuk ekshibisionisme yang terakhir adalah zoophilic atau menunjukkan alat vital di depan binatang. (kk)