spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Atasi Kasus Perundungan di Pendidikan Kedokteran, DPR RI Desak Pemerintah Segera Terbitkan Aturan 

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mendesak pemerintah segera mengeluarkan aturan turunan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang dapat bermanfaat mengatasi masalah di pendidikan kedokteran, seperti perundungan.

“Tidak perlu mengubah undang-undang pendidikan kedokteran tapi cukup jalankan UU Kesehatan yang baru dan susun aturan turunannya,” katanya di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

Hal tersebut dia sampaikan sejalan dengan kemunculan kasus perundungan dan polemik pendidikan di dunia program pendidikan dokter spesialis (PPDS).

Dia mencontohkan beberapa pasal soal pendidikan kedokteran yang diatur dalam UU Kesehatan, di antaranya pasal 209 yang mengatur terkait profesi kedokteran dan tenaga kesehatan serta pasal 220 yang mengatur mengenai standar kompetensi pendidikan dokter.

Edy menyoroti masalah aturan turunan dari UU Kesehatan terkait dengan kolegium dan konsil.

Ia menyampaikan kolegium merupakan pihak yang berperan menyusun standar kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga medis, termasuk standar pendidikan.

“Kolegium ini bersifat independen dan terdiri atas guru besar dan para spesialis atau sub-spesialis,” ujarnya.

Menurut dia, peran kolegium yang sesuai dengan UU Kesehatan memang diperlukan. Kolegium yang dapat dibentuk oleh para ahli tiap disiplin ilmu kesehatan itu memiliki tugas pokok dan tanggung jawab untuk menyusun standar pendidikan profesi, standar kompetensi profesi, dan pembelajaran pendidikan profesi serta spesialis.

Selain itu, kata dia, kolegium juga berperan melakukan penilaian atau uji kompetensi nasional pendidikan profesi dan spesialis.  “Kolegium juga yang mengeluarkan sertifikat untuk calon pendidik klinis,” ucapnya.

Ia juga menyoroti soal sertifikasi pendidik dalam pendidikan profesi spesialis. Sering kali, kata dia, pendidik pada program spesialis adalah mereka yang mahir di bidang klinis, tetapi tidak dibekali kemampuan sebagai pendidik.

Menurut dia, pendidik pada program spesialis dari klinis yang tidak memiliki keterampilan pendidikan akan mengajar sesuai pengalamannya. “Dulu diajari sama seniornya dengan dibentak-bentak, maka ketika jadi pendidik, cara itu yang dilakukan,” kata dia.

Edy mengusulkan agar pendidik klinis harus memiliki sertifikat. “Pendidik klinis itu harus punya metode bagaimana membimbing dan mentoring mahasiswanya,” ujarnya. (ANT/KN)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti