spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Aksi Tolak RUU Pilkada, Akademisi: Sudah Saatnya Rakyat Melawan

SAMARINDA – Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah melalui putusan No.60/PPU-XXII/2024, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia justru bermanuver untuk merevisi Undang-Undang Pilkada secepat kilat hanya dalam waktu  7 jam.

Bukan melalui putusan MK, melainkan berasaskan putusan Mahkamah Agung (MA) tentang batas usia minimum calon Gubernur dan Wakil Gubernur berumur 30 tahun saat dilantik pada 7 Februari 2025 nanti.

Revisi tersebut mendapat penolakan dari berbagai pihak, utamanya akademisi. Sebab itu akan menguntungkan bagi salah satu anak Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep. Saat ini Kaesang berumur 29 tahun dan Desember nanti genap 30 tahun.

“Sangat disayangkan mengingat Pilkada hanya kurang 5 atau 6 hari,” ujar Taufik, salah satu akademisi yang hadir saat aksi di depan gerbang Universitas Mulawarman pada Kamis (22/8/2024).

Kemarahan publik ditandai dengan viralnya “Peringatan Darurat Indonesia” dengan logo garuda berlatar biru tua. Hal itu berkenaan dengan kekhawatiran Presiden Jokowi merusak demokrasi dengan membangun pemerintahan dinasti.

“Saya rasa gerakan mahasiswa ini sudah tepat. Sebab situasi saat ini kan tidak baik-baik saja. Putusan MK itu bersifat mutlak, lalu bagaimana bisa DPR malah merombak melalui revisi UU Pilkada,” jelasnya.

Aksi massa memang digelar di berbagai kota di Indonesia. Seperti di Jakarta, Makassar, Semarang, Surakarta, dan berbagai kota lainnya. Semua gerakan tersebut diinisiasi oleh Mahasiswa serta pihak-pihak yang merasa dirugikan.

“Memang saat ini ada penundaan dan ini kan membuat bingung masyarakat,” kata Taufik.

Selain itu dengan dukungan 8 dari 9 partai terkait UU Pilkada, Taufik merasa heran seakan-akan 8 partai tersebut malah membentuk koalisi satu untuk merugikan rakyat. Demokrasi dengan cara seperti itu sangat tidak sehat.

Untuk itu teman-teman aksi perlu mengawasi gerakan konstitusi. Supaya konstitusi bersifat kepada rakyat, bukan kepada penguasa.

Lebih jauh, seharusnya Jokowi dapat “Soft Landing” di sisa masa jabatannya.

“Tersisa 2 atau 3 bulan lagi, sebaiknya Jokowi bisa turun dengan kesan yang baik, soft landing lah ya,” demikian Taufik.

Pewarta: Khoirul Umam
Editor: Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti