JAKARTA – Kontroversi terkait larangan penggunaan jilbab bagi Paskibraka 2024 terus bergulir. Organisasi Persaudaraan Alumni 212 (Persada 212) secara tegas menyatakan penolakan terhadap kebijakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang tidak mengakomodir penggunaan jilbab dalam seragam resmi Paskibraka.
Dalam siaran pers tertulis yang diterima Media Kaltim, Persada 212 melalui Ketua Umum DTN Persaudaraan Alumni 212 KH Ahmad Shabari Lubis, menyampaikan sejumlah keberatan terkait keputusan BPIP yang tertuang dalam Peraturan Kepala BPIP Nomor 35 Tahun 2024.
Dalam peraturan tersebut, tidak ada ketentuan yang mengatur penggunaan pakaian muslimah, termasuk jilbab, untuk anggota Paskibraka. Menurut Persada 212, hal ini secara tidak langsung merupakan bentuk pelarangan jilbab dalam acara-acara resmi kenegaraan.
Kritik BPIP dan Lemhannas
Selain mengkritik BPIP, Persada 212 juga menyoroti peran Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) yang dinilai turut bertanggung jawab dalam kebijakan tersebut. Lemhannas telah menjalin kerjasama dengan BPIP dalam penyelenggaraan pemantapan nilai-nilai kebangsaan, termasuk untuk Paskibraka. Persada 212 menuduh bahwa kerjasama ini berpotensi mengarah pada upaya sekularisasi dan atheisasi di Indonesia.
Persada 212 menilai bahwa kebijakan ini bertentangan dengan Pancasila, khususnya Sila Pertama, serta nilai-nilai keagamaan yang diakui di Indonesia. Mereka menegaskan bahwa aturan ini mengabaikan aspek keberagaman dan menghormati perbedaan yang seharusnya menjadi dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Desak Pembubaran BPIP
Atas dasar itu, Persada 212 menuntut agar BPIP segera mencabut peraturan yang tidak mengakomodir penggunaan jilbab. Mereka juga mendesak Presiden Joko Widodo untuk membubarkan BPIP karena dinilai sebagai lembaga yang mengarah pada sekularisasi bangsa.
Selain itu, Persada 212 juga menuntut pemberhentian sejumlah pejabat di BPIP dan Lemhannas yang dianggap memiliki sikap anti-Islam. Mereka menuduh bahwa pejabat-pejabat tersebut secara sistematis menggunakan institusi negara untuk memusuhi ajaran Islam dan mengkhianati Pancasila.
Penegasan BPIP
Menanggapi kontroversi ini, Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, dalam pernyataannya menegaskan bahwa tidak ada pemaksaan untuk melepas jilbab. Menurutnya, penampilan Paskibraka putri saat pengukuhan merupakan kesukarelaan mereka dalam mematuhi peraturan yang ada dan hanya dilakukan saat acara kenegaraan.
Namun, Persada 212 menganggap pernyataan tersebut sebagai bentuk pembelaan diri yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, terutama terkait dengan Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Mereka menekankan bahwa aturan agama seharusnya memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan dengan aturan manusia, terutama dalam hal yang menyangkut keyakinan.
Persada 212 menyatakan akan terus mengawal isu ini dan mendesak pemerintah untuk lebih menghormati nilai-nilai keagamaan yang diakui di Indonesia. Mereka juga menyatakan siap melakukan langkah-langkah lanjutan jika tuntutan mereka tidak diindahkan. (rls/MK)
Editor: Agus Susanto