spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Faizal Suarakan Lindungi Lahan Pertanian, Jaga Pangan

SANGATTA – Di tengah pesatnya perkembangan perkebunan sawit di Kutai Timur (Kutim), muncul kekhawatiran serius dari kalangan legislatif mengenai dampak negatif terhadap ketahanan pangan. Anggota DPRD Kutim Faizal Rachman secara tegas menyuarakan kegelisahannya terhadap alih fungsi lahan pertanian yang semakin marak terjadi. Menurut Faizal, peralihan fungsi lahan ini dapat mengancam ketahanan pangan yang selama ini sudah terjaga di daerah tersebut.

Faizal menjelaskan bahwa perhatian serius perlu diberikan oleh pemerintah dalam hal pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Lahan Pangan.

“Tantangan ketahanan pangan di Kutim itu bersaing dengan lahan perkebunan. Kita diwajibkan untuk segera mengesahkan Perda Perlindungan Lahan Pangan,” ujarnya dengan nada penuh semangat saat ditemui di ruang kerjanya.

Ia menyoroti bahwa lahan pertanian yang beralih fungsi ke perkebunan sawit dapat mengganggu ketahanan pangan yang sudah ada. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit cenderung menghasilkan produk yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh masyarakat.

“Kita ingin mengesahkan Perda itu, tapi harus jelas insentifnya. Petani perlu dorongan untuk tidak mengalihfungsikan lahan berkelanjutan mereka ke perkebunan sawit,” ungkap Faizal Rachman.

Lebih lanjut, Faizal mencatat bahwa harga stabil dan risiko rendah dari perkebunan sawit sering kali menggoda petani untuk mengubah fungsi lahan mereka. Situasi ini, menurutnya, sangat membahayakan ketahanan pangan daerah.

“Jika semua lahan dialihfungsikan ke perkebunan sawit, ketahanan pangan kita bisa hancur. Harus ada keseriusan dari Pemerintah dalam menyediakan insentif yang tepat bagi petani,” tegasnya.

Faizal berharap pemerintah akan lebih serius dalam mengalokasikan insentif bagi petani yang mengelola lahan pangan berkelanjutan. Insentif yang jelas dan tepat sasaran diharapkan dapat menjadi solusi untuk mencegah alih fungsi lahan yang semakin marak terjadi.

“Saya selalu mengatakan bahwa lahan-lahan yang masih berpotensi harus terus didampingi agar tetap produktif,” pungkasnya.

Alih fungsi lahan pertanian menjadi perkebunan sawit tidak hanya berdampak pada ketahanan pangan, tetapi juga pada ekosistem lokal dan kesejahteraan petani. Lahan sawit yang memerlukan proses panjang sebelum dapat dipanen, berbeda dengan lahan pertanian yang hasilnya dapat langsung dikonsumsi dan dijual, mengurangi ketersediaan pangan lokal.

Melalui pengesahan Perda Perlindungan Lahan Pangan, diharapkan akan ada langkah konkrit untuk mempertahankan lahan pertanian yang ada dan memastikan bahwa ketahanan pangan di Kutim tetap terjaga. Dukungan dari semua pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, sangat dibutuhkan untuk mewujudkan hal ini. Ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab satu pihak saja, melainkan merupakan tanggung jawab bersama demi kesejahteraan seluruh masyarakat Kutim.

Dengan adanya kebijakan yang jelas dan terarah, diharapkan alih fungsi lahan dapat diminimalisir dan ketahanan pangan di Kutim dapat tetap terjaga.

“Saya berharap pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih serius pada masalah ini, karena ketahanan pangan adalah pondasi penting bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Faizal.

Kesadaran akan pentingnya menjaga lahan pertanian dan memberikan insentif yang tepat bagi petani menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ini. Langkah konkrit dan kolaborasi antara pemerintah, petani, dan masyarakat diharapkan dapat membawa perubahan positif bagi masa depan ketahanan pangan di Kutim.(Rkt/Adv)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti