spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Kontroversi Penerapan Parkir Non Tunai di Samarinda : Antara Kenyamanan dan Tantangan

SAMARINDA – Sejak penerapan  parkir non tunai di Kota Samarinda awal Mei lalu, banyak terjadi pro kontra setelah satu bulan diberlakukan uji coba. Joko, salah satu pengunjung Mall Plaza Mulia mengungkapkan kekesalannya karena sistem ini, menurutnya sangat merepotkan.

“Pemberlakuan pembayaran non tunai ini belum banyak diinformasikan, saya jujur baru tahu hari ini. Untung masnya (penjaga pos Parkir) bisa bantu saya tadi karena dia punya kartu E Money, jadi bisa keluar,” ungkapnya.

Berbeda dengan Irwansyah pengunjung Big Mall Samarinda, malah mengaku terbantu. Dia lebih cepat membayar menggunakan kartu E Money, karena kebetulan juga adalah kartu ID Card yang biasa tergantung di lehernya.

“Alhamdulillah bagus sih ini, kalau yang lain juga bisa pakai QRIS kan ya,” ujarnya.

Irwan menyarankan pemerintah untuk lebih komunikasikan dan informasikan lagi agar masyarakat lebih siap kalo bepergian ke mal-mal.

“Saya karena kebetulan saja. Cuma kasian warga yang belum thu jadi terhambatkan, bahkan tadi sempat antre lama baru bisa keluar,” tukasnya.

Kebijakan ini rencananya akan diberlakukan serius oleh Dinas Perhubungan Kota Samarinda pada 1 Juli mendatang.

Namun kebijakan ini mendapat catatan kritis dari akademisi dan pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi Purwoharsojo.

“Pemerintah harus melakukan pembenahan kalau mau menerapkan parkir non tunai di beberapa titik di Kota Samarinda, terutama terkait nasib Jukir (juru parkir),” ujarnya.

Kebijakan ini memang diakui merupakan langkah maju menuju kota pintar (smart city) dan membawa transparansi dalam pengelolaan parkir.

“Sebenarnya bagus, karena lebih transparan kalau uangnya non tunai,” imbuhnya.

Akan tetapi,  Dosen Fakultas Ekonomi Unmul ini, menyoroti perlunya standarisasi tarif parkir yang belum seragam. Karena banyak pengelola parkir yang masih beragam dalam menetapkan tarif parkir.

“Harus ada intervensi dari Pemerintah agar semua tarif itu sama, agar tidak ada kecemburuan antar pengelola parkir,” usulnya.

Lebih lanjut, Purwadi juga mempertanyakan nasib jukir binaan Dinas Perhubungan (Dishub) yang terdampak kebijakan ini. Contohnya, seperti yang terlihat di sepanjang Jalan Agus Salim dan Jalan Pangeran Diponegoro.

“Bagaimana kabar jukir binaan Dishub? Jangan sampai uangnya menguap, harusnya itu retribusi yang masuk ke negara. Kalau mau semua potensi PAD digali, jangan sebelah digali, sebelah ditutupi,” tegasnya.

Selain itu, Purwadi menyoroti pentingnya informasi ketersediaan kantong parkir. Ia mengusulkan agar Pemkot mengembangkan sistem serupa Google Maps untuk menampilkan informasi real-time terkait ketersediaan kantong parkir.

Sistem ini, dilengkapi dengan CCTV, dapat membantu masyarakat mencari tempat parkir dengan mudah dan meminimalisir kemacetan.

“Sistem ini juga bisa memprediksi perolehan PAD tiap tahunnya dan menjadi bahan evaluasi. Saya yakin program ini juga sebenarnya tentang penanganan jukir liar,” tutup Purwadi.

Penulis : Hanafi
Editor : Nicha R

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti