spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Dasyatnya Banjir di Berau, 2.507 KK Terdampak, Aktivitas Perkebunan dan Pertambangan Dituding Jadi Penyebab 

TANJUNG REDEB – Sejak hari kedua Idulfitri, Berau dilanda banjir besar. Ribuan rumah terendam, sementara sebuah pit tambang juga diserbu limpasan air. Curah hujan yang tinggi menjadi penyebab pertama meluapnya Sungai Segah dan Sungai Kelay. Adapun penyebab kedua yang turut berperan, kondisi alam di hulu kedua sungai tersebut yang terjamah aktivitas manusia.

Sungai Kelay dan Sungai Segah yang bertemu di Tanjung Redeb biasanya meluap setiap tahun. Akan tetapi, tahun ini disebut berbeda sebagaimana penuturan sejumlah kepala kampung kepada Wakil Bupati Berau, Gamalis. Biasanya, warga telah bersiap menghadapi banjir pada Desember dan Januari. Kali ini tidak. Sungai meluap justru di pertengahan tahun. Warga tidak siap karena banjir kali ini di luar siklus tahunan. “Warga yang kecolongan tidak sempat mengantisipasi,” kata Gamalis, Minggu (16/5/2021).

Sungai Segah dan Kelay meluap setelah hujan mengguyur bagian hulu sejak Jumat (13/5/2021). Menurut keterangan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, Thamrin, ada 14 kampung yang terdampak pada awal banjir. Sepuluh kampung di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kelay, empat di DAS Segah. Ribuan rumah terendam.

Sampai Senin (17/5/2021), belum ada tanda-tanda banjir surut. Bahkan sejumlah kampung yang semula sudah kering kembali tergenang air setinggi 50-70 sentimeter. Kampung-kampung yang melaporkan kembali terendam di Kecamatan Kelay yakni Long Beliu, Merasa, Long Sului, Muara Lesan, dan Lesan Dayak.

“Tercatat ada 2.507 kepala keluarga yang terdampak banjir. Kalau di hulu masih terus hujan, bisa jadi bertambah,” terang Thamrin. Saat ini, empat kampung di DAS Segah masih tergenang namun tidak sampai merendam rumah warga. Berbeda dengan 10 kampung di DAS Kelay.

Banjir juga masuk ke area kerja tambang batu bara. Menurut laporan yang kaltimkece.id (jaringan mediakaltim.com) terima, air Sungai Kelay menjebol tanggul pit tambang di Kampung Bena Baru, Kecamatan Sambaliung. Pit yang masih aktif itu sedalam 150-200 meter dari permukaan sungai. Setelah tanggul jebol, lokasi tambang pun berubah menjadi genangan raksasa. Tidak ada korban jiwa dan seluruh alat berat telah dipindahkan.

Sebanyak 20 sungai mengalir di enam kecamatan di Berau. Terpanjang adalah Sungai Berau yang berhulu di Kecamatan Gunung Tabur. Panjangnya 292 kilometer. Sungai Kelay sedikit lebih pendek yakni 254 kilometer, mengalir dari pegunungan sekitar Gunung Mantan di Kecamatan Kelay. Adapun Sungai Segah, panjangnya 152 kilometer, hulunya di Kecamatan Segah.

DAS dan hulu-hulu Sungai Kelay awalnya adalah hutan primer dataran rendah yang luas. Di samping pusat keragaman hayati, hulu Sungai Kelay yang berupa hutan kapur adalah daerah tangkapan air yang penting bagi Berau (Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah Berau, 2016, hlm 8).

Dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, aktivitas pertambangan ditemukan di DAS Segah dan Kelay. Dari 94 konsesi tambang batu bara di Berau seluas 403 ribu hektare, 20 konsesi di antaranya tepat berdampingan dengan kedua sungai tersebut. Khusus di hulu Sungai Kelay, ditemukan tujuh konsesi.

“Jatam Kaltim menduga bahwa praktik penambangan di hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah adalah biang kerok pemicu banjir beberapa tahun ini di Berau,” demikian Pradarma Rupang, dinamisator Jatam Kaltim. Menurutnya, dari 94 izin tambang tersebut, 16 perusahaan telah memasuki tahap eksploitasi. Akan tetapi, daya rusak operasi pertambangan sudah sangat parah. Satu dari antara indikasinya adalah tertinggal 123 lubang tambang batu bara di Berau sampai pada 2018. “Bagaimana jadinya alam Berau jika seluruh perusahaan tambang itu beroperasi?”

Perusahaan pemegang PKP2B di Berau yang memegang konsesi 118.400 hektare disebut Jatam membentang dari hulu Sungai Kelay hingga Sungai Segah. Dari citra satelit, sebut Rupang, sudah ada pembukaan lahan dan hutan dari aktivitas tersebut.

Belum lagi, sepanjang 2020 hingga 2021, terdapat 11 lokasi tambang ilegal yang beroperasi di Berau. Seluruh aktivitas ilegal terkonsentrasi di tiga kecamatan yakni Tanjung Redeb, Teluk Bayur, dan Gunung Tabur. Ketiga kecamatan ini dilintasi oleh sungai-sungai tersebut.

Beban lingkungan Berau semakin berat setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan 11 izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Izin tersebut diberikan kepada tujuh perusahaan dengan total luas 10.490 hektare.

Mengenai pit tambang di Kampung Bena Baru yang begitu dekat dengan badan Sungai Kelay juga menjadi perhatian. Saat sungai meluap, air masuk ke pit tersebut. Perhitungan Jatam, jarak tambang dengan Sungai Kelay kurang lebih 400 meter. Perusahaan diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 4/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan /atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara. Permen LH mensyaratkan batas minimal adalah 500 meter.

Aktivitas tambang batu bara tak sendirian menurut Jatam. Alih fungsi kawasan menjadi perkebunan sawit skala besar di hulu sungai turut diduga menjadi penyebab banjir di Berau. Luas areal tanaman perkebunan kelapa sawit di Berau mencapai 139 ribu hektare pada 2020. Yang tidak mengejutkan, perkebunan terluas ditemukan di Kecamatan Segah (39 ribu hektare) dan Kelay (32 ribu hektare), sebagaimana tertulis di Berau Dalam Angka (2021) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Berau. Dua kecamatan dengan kebun sawit terluas itu tak lain hulu Sungai Segah dan Sungai Kelay.

Jika lahan perkebunan kelapa sawit ditambah dengan luas izin 16 perusahaan tambang yang beroperasi di Berau, diperoleh total 254 ribu hektare. Sedemikianlah lahan yang telah dan berpotensi dibuka di Berau, setara tiga setengah kali luas Samarinda. Meskipun hanya 7 persen dari luas Berau, perkebunan dan pertambangan di DAS dapat mengurangi kemampuan sungai menampung air saat hujan, maupun menyimpan air saat kemarau.

Bupati Berau, Sri Juniarsih, turut menduga hal serupa. Menurutnya, banjir kali ini merupakan fenomena alam yang besar. Ia menduga, bencana alam tersebut bersangkut-paut dengan kondisi alam Berau yang sedang tidak baik-baik saja.

“Semoga tidak kembali terulang. Yang terpenting, fokus kami saat ini adalah warga tetap mendapat suplai makanan. Kesehatan mereka juga harus terjaga agar tidak terjadi penyebaran penyakit,” jelasnya saat meninjau pemukiman warga yang terdampak banjir di Tumbit Melayu, Minggu (16/5/2021).

Bupati mengatakan, segera berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah terkait sehubungan banjir di luar musim seperti saat ini. Termasuk pula, melihat lagi kajian lingkungan di Berau. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti