SANGATTA – Muara Wahau menjadi salah satu kecamatan yang berpotensi besar penyebaran HIV/AIDS. Hal itu disampaikan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Novel Tity Paembonan.
“Kecamatan yang memang kita lihat potensi penyebaran HIV/AIDS ini cukup tinggi itu di daerah Wahau,” ungkapnya.
Novel mengatakan, memang banyak Tempat Hiburan Malam (THM) di sana, olehnya perlu pendampingan dan sosialisasi yang gencar di daerah tersebut.
Ia bilang, ketika THM itu dalam tanda kutip “menjajakan Pekerja Seks Komersial (PSK)” tentu ada hubungannya dengan HIV/AIDS dan infeksi menular seksual. “Kenapa di Wahau, alasannya ini kenapa kita melakukan di sana,” ujarnya.
Tetapi, kata Novel, tidak dipungkiri bahwa sesungguhnya di Kutim ini boleh dibilang merata. “Potensi itu hampir merata, dan kemarin laporan dari puskesmas di Wahau memang sudah ada korban yang terdeteksi positif dan meninggal dunia,” tuturnya.
Lebih lanjut, Novel mengatakan, penting untuk bagaimana membangun kehidupan keluarga yang sehat, termasuk kesehatan reproduksi bagi para kaum perempuan.
“Kesehatan reproduksi kita perlu jaga, perlu kita lindungi, agar mereka tidak terkena atau terdampak bahaya dari HIV/AIDS dan infeksi menular seksual yang lain,” katanya.
Di samping itu, saat dirinya kunjungan ke daerah tersebut menyosialisasikan Raperda tentang HIV/AIDS, beberapa audiens yang pihaknya ia undang seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, dan beberapa kecamatan seperti Busang yang turut hadir membersamai. Meminta, agar setiap pendatang wajib melaporkan dirinya kepada pemerintah setempat.
“Katakanlah dia datang di salah satu RT tertentu, dia harus mendaftarkan diri dan ketika itu adalah seorang perempuan yang dalam tanda kutip dia mau bekerja hal itu, maka wajib dilakukan screening atau deteksi awal apakah dia sudah mengidap HIV/AIDS atau tidak,” imbuhnya.
Novel yang juga berprofesi sebagai dokter, menyampaikan, HIV/AIDS itu adalah virus, awalnya masuk dalam darah, kemudian menginfeksi selama bertahun-tahun. Setelah itu, kemudian muncul gejala yang namanya syndrome.
“Misalnya baru ini kena flu, minggu lalu kena flu lagi tiba-tiba diare tanpa alasan yang jelas tiba-tiba sikat gigi kok berdarah itu adalah salah satu tanda kumpulan bahwa ini kemungkinan HIV positif, jadi itu namanya AIDS,” bebernya.
Menurutnya, jika itu dibiarkan kelamaan tidak diobati, maka dia akan meninggal. Padahal sebenarnya obatnya sudah ada di puskesmas dan itu gratis.
“Ada obatnya, cuman masyarakat hari ini menganggap bahwa penyakit ini memalukan seperti kutukan baginya, tabu,” terang Novel.
Salah satu faktor yang menyebabkan kenapa kemudian tidak ingin berobat, dikarenakan mereka malu, dan juga memang dari tenaga kesehatan puskesmas jika mendapatkan kasus itu mereka merahasiakannya.
“Tidak akan disebutin karena menjaga mereka agar tidak tertekan, depresi, karena situasi sosial,” jelasnya.
Hanya saja, menurutnya, memang sulit sampai hari ini. Pihaknya masih sulit untuk menyadarkan bahwa yang terjangkit dan memang punya risiko tinggi terdampak itu mesti dan harus dites, kalau pun tesnya positif, maka disarankan untuk berobat.
“Berobat kan gratis, obatnya disiapkan dan salah satu puskesmas yang menyediakan itu adalah Puskesmas Wahau yang di jalan poros itu,” tandasnya. (Rkt2/Adv)