KUTAI BARAT – Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Lembaga Pemberantasan Korupsi (LPK) Tipikor Kalimantan Timur, Bambang belum lama ini telah melaporkan adanya dugaan korupsi Anggaran Dana Desa (ADD) Kampung Siram Makmur, Kecamatan Bongan kepada pihak kepolisian.
“Sudah saya laporkan ke Polres Kutai Barat agar diusut tuntas terkait penggunaan Dana Desa dari tahun 2021 – 2023 di kampung Siram Makmur,” kata Bambang kepada pewarta di Barong Tongkok Kamis (30/5/2024).
Bambang mengatakan, berdasarkan pemberitaan media dan hasil investigasi di lapangan, diduga terjadi penyelewengan dana desa maupun Alokasi Dana Kampung (ADK).
Dia menilai Kepala Kampung Siram Makmur, Pius Ola tidak transparan dalam pengelolaan dana desa dengan warga setempat.
“Kepala kampungnya sangat tertutup dan merahasiakan pengelolaan dana,” ujarnya.
Menurut Bambang, indikasi penyelewengan Dana Desa sudah terdeteksi sejak tahun 2021, saat Pius Ola mulai menjabat sebagai kepala kampung Siram Makmur. LPK Tipikor mendapatkan informasi bahwa terdapat dana sisa dari penggunaan anggaran tahun sebelumnya (Silpa) sebesar Rp 600 juta, namun dana tersebut hanya digunakan untuk membangun jalan usaha tani.
“Yang anehnya, pada tahun 2022, hal yang sama terjadi lagi. Penelusuran terkait kerugian negara dapat dilakukan oleh pihak berwenang,” lanjut Bambang.
Sementara itu, pada tahun 2023, sedikit pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kampung Siram Makmur. Padahal anggaran Dana Desa dan ADK rata-rata di atas dua miliar per tahun.
“Pada tahun 2023, hanya ada pembangunan gedung PKK. Informasi dari masyarakat menunjukkan bahwa bangunan tersebut tidak memiliki fondasi bagian teras, dan ada dugaan bahwa beberapa proyek hanya tambal sulam,” ungkapnya.
Selain itu, Bambang juga menduga bahwa kepala kampung Siram Makmur, Pius Ola, melakukan kegiatan fiktif dan bantuan kepada masyarakat miskin demi kepentingan pribadi dan kroni-kroninya.
“Semua pekerjaan yang menggunakan Dana Desa APBN diduga banyak rekayasa dan trik untuk melakukan korupsi dan merampok uang negara untuk memperkaya diri sendiri dan kroni-kroninya,” tambahnya.
Bambang juga menilai Pius Ola lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai Pengguna Anggaran (PA) di Kampung, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Desa.
“Kepala kampung Siram Makmur, Pius Ola, patut diduga melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undan-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.
Meskipun Pius Ola belum memberikan tanggapan atas laporan tersebut, dia sebelumnya menyatakan kesiapannya untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana desa secara administrasi dan hukum.
“Saya akan bertanggungjawab secara administrasi, moral dan secara hukum,” katanya.
Sebelum dilaporkan oleh LPK Tipikor, Kepala Kampung Siram Makmur juga dikritik oleh warga karena menggunakan Dana Desa untuk program yang dianggap tidak produktif dan mubazir. Salah satunya adalah pembangunan bak air minum yang tidak pernah digunakan, serta belanja pipa PDAM yang tidak terpakai sejak tahun 2022.
Warga juga mengkritik proyek pembangunan kebun sawit desa yang seharusnya hanya memerlukan perawatan, namun digusur ulang oleh petinggi dan menghabiskan dana ratusan juta rupiah.
Kemudian lapangan bola voli yang juga dikritik warga lantaran dibangun di atas lapangan lama yang masih layak pakai. Begitu juga dengan jalan-jalan kampung yang hanya disiram kerikil di atas jalan lama yang dibuat pemerintah sebelumnya.
“Pembangunan yang saya lihat hanya gedung PKK, Gedung BUMDes, kolam wisata, dan tapal batas kampung. Ada memang lapangan bola, kebun desa, air bersih, dan jalan kampung tapi itu dibangun petinggi lama terus dibangun lagi petinggi sekarang di tempat yang sama,” kata Ketua RT 04 Kampung Siram Makmur, Sarbani, saat ditemui awak media pada Selasa, (14/5/2024) lalu.
Selain itu, bantuan sosial untuk masyarakat miskin juga diduga tidak tepat sasaran. Misalnya, bantuan rumah tidak layak huni diberikan kepada warga yang sebenarnya memiliki rumah beton dan layak huni.
“Kami bingung, sebenarnya bantuan itu untuk rumah tidak layak huni atau rumah layak huni. Soalnya petinggi itu malah kasi bantuan untuk orang yang bangun rumah tembok dan hampir jadi. Sementara rumah kami yang reot ini hanya difoto-foto tapi tidak pernah dibantu,” ucap Watini dan Suhartiah, warga RT 02 Siram Makmur.
“Petinggi ini memang pilih kasih kalau untuk bantuan bangun rumah. Karena yang dikasi itu malah aparat desa dan anggota BPK. Sedangkan kita-kita ini biar rumah mau roboh tidak dikasi. Kalau tunggu kita bangun baru dibantu ya susah, mau makan aja pusing apalagi bangun rumah,” tambah Yuliana Sari, warga RT 03.
Warga setempat berharap agar aparat berwenang memeriksa dan mengaudit penggunaan dana desa dan dana kampung di Siram Makmur.
”Kami berharap Inspektorat dan aparat berwajib cek lah di kampung Siram Makmur ini. Bukan kita mau cari kesalahan orang, tapi kalau bisa uang negara itu harus diawasi lah,” tutur warga yang tak ingin disebutkan namanya.
Pewarta : Ichal
Editor : Nicha R