spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Potensi Sawit PPU, Menuju Kemandirian Ekonomi Lokal

Catatan: Makmur Marbun

Berdasarkan UU No.7 Tahun 2002, luas wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara adalah 3.333,06 Km², yang terdiri dari 3.060,82 Km² luas darat dan 272,24 Km² luas pengelolaan laut.

Sekitar 18.000 hektarnya merupakan kawasan budidaya sawit. Sejak tahun 80-an, kabupaten ini, semenjak masih berstatus kecamatan dan termasuk wilayah Kabupaten Pasir, memiliki potensi besar sebagai penghasil sawit.

Saya bahkan berpikir, jika tata niaga sawit di kabupaten ini berjalan dengan baik, maka tidak mungkin di Penajam Paser Utara masih ada masyarakat kategori prasejahtera. Saya yakin itu.

Perkiraan saya pula, di PPU, kebun sawit ini mencapai 800 ribu hektar yang sebagian besar milik korporasi yang hanya memberikan kontribusi tidak lebih dari 17 persen per tahun. Itu sebabnya saya ingin di PPU ada industri sawit skala kecil.

Industri rumahan ini bisa dikelola oleh Bumdes atau bahkan oleh masyarakat yang bisa mendulang sendiri minyak sawit dari kebunnya. Dipasarkan secara lokal, dikelola dengan kearifan lokal, menghidupkan UMKM. Saya ingin masyarakat PPU punya merek minyak goreng yang bahan bakunya ditanam sendiri oleh masyarakat.

Palm kernel oil atau PKO, misalnya. Teknologinya bisa diadopsi di desa oleh Bumdes seperti di Banten. Di Banten, masyarakatnya tidak memiliki kebun seperti di PPU, namun mereka dapat memproduksi minyak sawit skala keluarga. Sedangkan di PPU, 18 ribu hektar sawit milik masyarakat dipasok ke perusahaan. Artinya, nilai tambah perkebunan sawit tidak terlalu baik bagi masyarakat.

PKO merupakan inti produksi dan harga jual yang merupakan bahan baku penting dalam pembuatan minyak goreng, mentega, dan produk makanan lainnya. Kernel kelapa sawit juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan oleokimia, seperti fatty alcohol, fatty ester, glycerol, dan fatty acid.

Singkatnya, proses perolehan minyak meliputi penerimaan tandan buah segar dari perkebunan, sterilisasi dan perontokan tandan buah untuk mengeluarkan buah sawit, menumbuk buah, dan memeras minyak sawit mentah. Minyak mentah diolah lebih lanjut untuk dimurnikan dan dikeringkan untuk disimpan dan diekspor.

Minyak sawit diekstraksi dari tandan buah segar (TBS) melalui proses mekanis, dimana pabrik biasanya menangani 60 hingga 100 mt TBS per jam. TBS adalah buah kelapa sawit setelah dilepas dari tandan, yang kemudian diolah dan diproses menjadi dua produk utama, yakni minyak sawit mentah atau biasa disebut Crude Palm Oil (CPO) dan minyak inti sawit yang biasa disebut Palm Kernel Oil (PKO).

Beberapa waktu lalu, saya mendengar adanya pengusaha minyak kelapa di PPU yang hanya menampung TBS masyarakat karena tidak punya kebun. Ini menyalahi aturan dan harus dibenahi. Saya tidak ingin ada yang melukai masyarakat saya, apalagi mengambil keuntungan dari ketidaktahuan masyarakat.

Pabrik kelapa sawit tanpa kebun dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti deforestasi, konflik sosial, pelanggaran hukum, dan pencurian tanaman. Hal ini terjadi karena kurangnya kerangka regulasi yang bijaksana dalam tata kelola dan mitigasi dampak sosial dan lingkungan dari PKS.

Seharusnya perusahaan sawit harus peduli kepada masyarakat, meningkatkan pendapatan bahkan mensejahterakan dengan memberikan bimbingan teknis industri kelapa sawit rumah lebih banyak.

Era teknologi informasi yang serba canggih, sekarang menurut saya membuka potensi bagi masyarakat mengembangkan diri, termasuk mengidentifikasi potensi kerusakan alam, usaha ilegal yang merugikan masyarakat PPU.

Jadi, menurut saya, tidak ada lagi pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara yang tidak mengerti atau tidak tahu dengan adanya penyimpangan prosedur. Apalagi sekadar mengetahui jika ada yang melanggar aturan di kabupaten yang kita cintai ini. (*)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti