Tiga laki-laki sudah duduk di depan meja ketika GS dan WN masuk ke sebuah rumah makan di Jalan Gunung Merbabu, tak jauh dari Kantor Gubernur Kaltim di Samarinda. Sesuai janji temu, GS dan WN segera bergabung dengan para pengurus koperasi tersebut. Satu per satu kemudian berdatangan hingga lengkap 15 orang. GS dan WN tidak kenal semuanya. Yang GS dan WN tahu, 13 orang di luar ketiga pengurus koperasi itu adalah calon investor seperti mereka.
Pembuka Maret 2019, hanya sejenak sebelum pandemi Covid-19 menyerbu Kaltim, GS, WN, dan ke-13 orang itu diterima ketua, wakil ketua, dan bendahara Komunitas Koperasi Syariah Sahabat Muslim Samarinda (KKSSMS). Para pengurus koperasi mengaku sebagai bagian dari Komunitas 212 Samarinda. Kebetulan, ketua komunitas pernah berbisnis dengan GS dan WN. Makanya, GS dan WN bersedia memenuhi undangan tersebut.
“Kami perlu investor untuk membangun KKSSMS melalui unit usaha 212 Mart,” kata seorang pengurus koperasi kepada para calon investor, seperti ditirukan GS kepada reporter kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com. Pada Sabtu, 8 Mei 2021, GS, WN, dan seorang mantan pegawai 212 Mart berinisial MA, bersedia diwawancarai media ini. Ketiganya didampingi I Kadek Indra Kusuma Wardana dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Lentera Borneo selaku kuasa hukum.
[irp posts=”14544″ name=”Belajar dari Kasus Investasi 212 Mart Samarinda (2): Pengelolaan Dana Tak Transparan, Tak Sesuai Konsep Ekonomi Ajaran Islam”]
Pembicaraan berlanjut kepada penjelasan usaha 212 Mart. Kepada hadirin, pengurus koperasi menerangkan bahwa 212 Mart memiliki peluang yang besar. Ceruk bisnis minimarket ini adalah usaha yang sesuai rukun dan syariat Islam. Dikelola sesama muslim, pengurus koperasi bilang, sistem usaha tersebut amanah dan berjamaah.
“Konsep dasarnya adalah toko untuk berbelanja sesama orang muslim,” jelas GS menceritakan isi pertemuan tersebut. GS dan WN merasa tertarik setelah mendengar penjelasan. Keduanya tidak memikirkan pendapatan. Mereka setuju dengan cita-cita memajukan ekonomi umat.
Penjelasan konsep usaha kelar, diskusi berlanjut kepada skema investasi. Masih menurut kesaksian GS dan WN, pengurus koperasi memaparkan beberapa jenis investasi. Pemodal bisa memilihnya berdasarkan nominal yang disetor, mulai Rp 500 ribu hingga Rp 20 juta. Kian besar investasi, kian besar pendapatan. Pengurus menjanjikan keuntungan melalui skema pembagian sisa hasil usaha setiap tahun. Akan tetapi, koperasi tidak menjelaskan tenggat, kontrak, dan legalitas investasi dalam pertemuan.
“Kami tidak menaruh curiga waktu itu karena mereka piawai dan meyakinkan saat mengajak kami,” terang GS. Yang bikin tambah yakin, pengurus koperasi menceritakan keberhasilan toko pertama di Jalan Abdoel Wahab Syahranie yang beroperasi sejak 2018.
GS, WN, dan 13 orang yang lain akhirnya sepakat mengambil paket Rp 20 juta. Dari 15 orang itu, uang yang terkumpul mencapai Rp 300 juta. Dana tersebut akan dipakai koperasi buat membuka cabang kedua 212 Mart di Jalan Gerilya. Adapun cabang ketiga, akan dibuka di Perumahan Bengkuring. Setiap pembukaan toko baru, disebut memakan modal Rp 1 miliar.
KECURIGAAN DATANG
GS dan WN menyetor dana investasi via transfer bank. Keduanya lantas menunggu pembukaan toko di Jalan Gerilya. Rupanya, pembangunan cabang kedua 212 Mart itu tertatih-tatih. Pengurus koperasi mengatakan kepada GS dan WN, masih sibuk mencari investor karena dana belum mencukupi. Pada akhirnya, toko baru benar-benar dibuka pada Januari 2020, hampir setahun sejak investasi digagas.
Cabang kedua di Jalan Gerilya beroperasi tepat dengan pembukaan buku keuangan koperasi. GN dan WS yang mulai menaruh curiga lantas menemui bendahara dan staf akuntansi koperasi. Mereka bertemu di sebuah kantor di Jalan DI Pandjaitan. Di sana, buku kas dibuka. GS dan WN ingat, isinya berantakan. “Dari yang kami lihat, dana kas besar, Rp 600 juta, tetapi aset minim. Saya tanya, kok begitu? Dia (bendahara) cuma bilang, yang penting ada laporan,” jelas GS.
GS dan WN selaku investor lantas mendalami laporan keuangan koperasi. Menurut keduanya, ada keanehan dalam laporan tersebut. Contohnya, ada tumpang tindih pengeluaran. Sewa gedung yang sudah dibayar per tahun ternyata dibayar lagi per bulan. Ada pula harga sebuah mesin printer yang mencapai Rp 4 juta. Belum lagi, dari 27 karyawan yang terbagi dalam delapan shift dari seluruh toko belum digaji. Utang kepada pemasok juga belum dibayar.
“Hampir setiap hari, distributor datang untuk mencari petinggi koperasi,” terang MA, mantan pegawai 212 Mart, yang turut diwawancarai media ini. “Mereka (supplier) marah-marah. Kami yang menjaga toko yang kena,” sambungnya.
Toko di Jalan Gerilya sudah jalan sepuluh bulan ketika WN menerima kabar yang mengejutkan. Investor 212 Mart itu diberitahu kerabatnya yang bertetangga dengan bendahara koperasi. Konon, bendahara atau orang nomor tiga di koperasi pergi ke keluar kota dan tak kembali.
Pada Oktober 2020 itu, WN meneruskan informasi tersebut kepada ketua komunitas melalui telepon. Ketua komunitas yang juga menjabat sebagai ketua koperasi awalnya tidak percaya. Akan tetapi, dua hari kemudian, ketua koperasi mengajak WN bertemu di sebuah restoran di Jalan M Yamin. Ketua koperasi mengakui bahwa bendahara sedang di Pulau Jawa karena istrinya hendak bersalin.
“Setelah itu, kata ketua koperasi, dia (bendahara) tidak pulang-pulang. Di-WhatsApp tidak bisa. Di-email, tidak dijawab. Wakil ketua koperasi menyusul setelah itu. Jadi, tinggal ketuanya yang masih di sini (Samarinda),” jelas WN.
DIPERKIRAKAN TEMBUS RP 2,25 MILIAR
Kuasa hukum para investor 212 Mart Samarinda, I Kadek Indra Kusuma Wardana, menjelaskan bahwa pada awalnya berupaya menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Akan tetapi, pengurus koperasi tidak menunjukkan iktikad untuk bertanggung jawab. Akhirnya, 28 pemodal yang merasa dirugikan menempuh jalur hukum. Mereka melaporkan dugaan penggelapan dan penipuan kepada Kepolisian Resort0 Kota Samarinda.
Menurut keterangan 28 pelapor, Kadek menjelaskan, seluruh yang berpartisipasi dalam investasi berjumlah 611 orang. Diperkirakan, dana yang terkumpul mencapai Rp 2,07 miliar. Adapun total dana dari 28 pelapor sebesar Rp 400 juta.
Kadek menjelaskan bahwa koperasi tidak memiliki legalitas hukum. Berangkat dari pertemuan pengurus KKSMS dan pelapor pada September 2020, akta pendirian dan pembentukan koperasi tidak bisa ditunjukkan. Pengurus hanya mengantongi surat keputusan pembentukan Komunitas 212 Samarinda sebagai turunan dari organisasi pusat. Dugaan itu semakin kuat setelah dinas terkait di Samarinda memastikan, koperasi tidak terdaftar.
“Mereka (pengurus) mengakui itu. Padahal, di kartu anggota, kata koperasi sudah disematkan dan digunakan untuk menghimpun investasi. Di sisi lain, masyarakat awam tidak memahami legalitas koperasi tersebut. Mereka percaya saja,” jelas Kadek. (bersambung)