SAMARINDA – Ibu Kota Nusantara (IKN) terus dikebut pengerjaannya, apalagi dengan target terlaksananya upacara kemerdekaan Indonesia pada Agustus nanti. Namun bukan berarti pembangunan IKN berjalan mulus, sebab masalah baru muncul, yaitu dengan penyaluran air di berbagai sektor area wilayah Ibu Kota baru tersebut.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, melalui Dinamisator, Mareta Sari mengadakan konferensi pers di Sekretariat Jatam Kaltim (7/5/2024) terkait polemik antara Jatam dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) tentang transparansi informasi publik.
“Kami mengira Kementerian PUPR telah melakukan skandal kejahatan informasi dengan berusaha menyembunyikan informasi mengenai pembangunan bendungan dan intake di Sepaku, Semoi, Penajam Paser Utara,” ucapnya.
Sebelumnya Jatam berhasil memenangkan gugatan di Komisi Informasi Pusat (KIP) melawan Menteri PUPR, Basuki Hadimoeljono. Dalam putusannya Majelis Komisi menyatakan memenuhi gugatan Jatam Kaltim untuk sebagian. Di antaranya, informasi tentang salinan dokumen persetujuan prinsip tentang pembangunan proyek-proyek air bendungan dan intake juga informasi salinan dokumen identitas pembangunan desain bendungan. Salinan persetujuan prinsip izin dan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal).
“5 dari 7 dokumen seharusnya dibuka untuk publik. Tapi nyatanya setelah menunggu 1,5 tahun, informasi itu tidak juga kami dapat. Malahan Kementerian PUPR mengajukan banding, kan ini lucu,” tegas Mareta.
Benar saja, melalui kuasa hukumnya Kety Filaily beserta 7 kuasa hukum lainnya, Menteri PUPR, mengajukan banding dan keberatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta pada 2 April 2024. Dengan nomor perkara 131/G/KI/2024/PTUN JKT. Banding dan keberatan itu ditujukan pada Komisi Informasi Pusat (KIP) nomor 11/II/KIP-PSI-A/2023 yang sebelumnya diputuskan pada 4 Maret 2024.
“Proses gugatan ini berlangsung nyaris 1,5 tahun lamanya sejak pertama kali didaftarkan oleh JATAM Kaltim pada 17 Oktober 2022 lalu hingga saat ini, dan kembali mendapatkan halangan berupa gugatan banding dan keberatan dari kementerian PUPR,” terangnya.
Sebanyak 5 dari 7 dokumen belum dibeberkan kepada publik, akan tetapi polemik hadir saat Menteri PUPR mengajukan banding. Mareta menganggap bahwa itu adalah pelanggaran hak intelektual seperti ada intrik kesengajaan agar dapat menyembunyikan kebenaran data kepada publik mengenai proses pembangunan IKN.
Terlepas daripada itu, pengatasnamaan proyek Sponge City yang digadang-gadang menjadi salah satu prospek IKN nampaknya seperti mengada-ada.
“Konsep sponge city ini bagaimana, sepertinya itu hanyalah cara untuk menggaet investor berinvestasi ke IKN. Padahal tidak ada transparansi mengenai konsep tersebut. Seperti ada pemburaman makna yang sesungguhnya,” tegas Mareta lagi.
Terbukti dengan pembangunan bendungan, intake, transmisi pipa sungai hingga proyek penanganan banjir yang dibangun di atas Daerah Aliran Sungai di wilayah Sepaku. Dampaknya adalah bisa merusak interaksi sosial ekonomi dan kebudayaan antara sungai dengan masyarakat, setidaknya begitu anggapan Mareta.
“Faktanya, mereka sulit mendapatkan akses air untuk sehari-hari. Dulunya gratis dari sungai, mereka harus membeli air galon,” tambahnya.
Selain itu, Masyarakat terpaksa memindahkan sekitar 35 makam leluhur Suku Balik yang sudah ada di sana sejak 200 tahun lamanya.
Belum ada informasi lebih lanjut mengenai proses gugatan yang diajukan oleh Menteri PUPR dari kesaksian Jatam hingga berita ini dibuat. Namun transparansi informasi pembangunan maupun dampak pembangunan terus digembar-gemborkan oleh Jatam sebagai bentuk keseriusan pemerintah pusat dalam pembangunan IKN di Kalimantan Timur.
Pewarta : Khoirul Umam
Editor : Nicha R