SAMARINDA – Matahari sedang terik-teriknya ketika sesosok pemuda berjalan sendirian di tengah Jembatan Mahkota II. Tak ada kendaraan melintas. Sudah dua hari jembatan tersebut ditutup. Danu adalah sosok yang berjalan kaki menyeberang jembatan tersebut. Ia merupakan warga Kecamatan Mangkupalas. Yang ternyata, bukan ia satu-satunya warga yang nekat menyeberangi Jembatan Mahkota II yang telah ditutup sejak Senin siang, 26 April 2021.
Kepada kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com, Danu mengaku tindakannya itu mau tak mau dilakukan. Karena dermaga kapal tempatnya bekerja terletak di Kecamatan Anggana. Jembatan Mahkota II menjadi akses terdekat.
Pemuda 22 tahun tersebut mengatakan jika awalnya dia menyewa ojek online untuk mencapai sisi jembatan yang terletak di Kecamatan Sungai Kapih. Setibanya di dekat jembatan, dia membayar ojek dan berjalan kaki ke arah jembatan.
Lapis barrier penghalang kendaraan dilompati Danu. Jembatan dengan panjang 1.388,5 meter itu pun diseberanginya berjalan kaki. “Mau tidak mau. Tidak mungkin saya lewat kota, jauh sekali. Jadi nyeberang, sampai di sini (Palaran) dijemput teman,” ucapnya, Rabu, 28 April 2021.
Dari pantauan media ini sejak sehari sebelumnya, aksi menerobos jembatan bahkan lebih ekstrem. Tak tanggung-tanggung, puluhan orang menerobos pembatas dan mengendarai motornya melintasi jembatan. Ada pula yang menaikkan motor di sisi trotoar jembatan.
SEMENTARA DILARANG
Plt Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda, Herwan Rifa’i, mengatakan bahwa keputusan penutupan Jembatan Mahkota II sudah sangat terang. Kendaraan dan masyarakat umum dilarang melintasi jembatan. Sebab, jika dilewati, dikhawatirkan ada potensi penambahan beban jembatan yang telah bergeser pylonnya. “Dilarang, kecuali petugas proyek,” ucapnya.
Meskipun demikian, dia membenarkan masih banyak warga ngotot melintas. Barrier kuning dan berukuran kecil dan pendek, digeser warga. Membuat celah kecil yang bisa dilewati motor. Akibatnya, Dishub Samarinda menambah barrier berukuran besar. Ada 14 barrier berukuran besar yang baru dipasang hari ini. Disusun menjadi dua lapis di sisi Jembatan yang terletak di Sungai Kapih. Besok, 14 lagi akan dipasang di Sisi Palaran.
Herwan mengatakan pembatas ini tidak bisa diangkat. Pasalnya, berat satu barrier mencapai 500 kilogram. “Ngangkatnya aja pakai mobil crane. Mau sepuluh orang yang mengangkat juga pasti berat,” imbuhnya.
Di sisi lain, akan ada 12 personel Dishub Samarinda menjaga jembatan. Terbagi menjadi dua penjaga di tiap sisi jembatan dalam tiga shift. Yakni pukul 06.30-13.00, 13.00-18.00 dan 18.00 hingga 23.00 Wita.
Police line juga dipasang kepolisian. Warga yang ketahuan melintas, berpotensi dikenakan sanksi pidana. “Dishub hanya mengawasi. Tapi kalau dari ketentuan kepolisian, jika melanggar police line ada potensi (sanksi) pidana,” ucapnya.
DELIK HUKUM MELEWATI POLICE LINE
Akademikus Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda, Suwardi Sagama, membenarkan terdapat potensi pidana jika masyarakat dengan sengaja menyeberangi police line. UU 2/2002 tentang Polri dan Perkapolri 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, sebutnya, memang tidak mengatur tentang larangan melewati police line. Tetapi, dia mengatakan fungsi police line tidak dilihat dari aspek penyidikan tindak pidana kejahatan semata.
Kepala Program Studi Hukum Tata Negara IAIN tersebut mengatakan bahwa pemasangan dilakukan agar proses penyelidikan dan penelitian terhadap kasus pergeseran tiang Jembatan Mahkota II tidak terganggu. Sekaligus menjaga barang bukti yang berada di lokasi.
Jika alat bukti rusak atau hilang disebabkan masyarakat melewati garis police line, di sinilah potensi pidana itu berada. Berdasarkan pasal 221 Ayat (1) KUHP. Dia menjelaskan barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain. Maka ia bisa diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana paling banyak Rp 4.500.
Di sisi lain, pemasangan police line juga berfungsi menjaga keselamatan dan keamanan buat masyarakat. Karena, jika ternyata terdapat bahaya yang berunsur kelalaian atau kesengajaan dari pihak tertentu terhadap kondisi struktur jembatan, masyarakat dapat selamat dari bahaya yang mengancam.
“Sementara pihak yang lalai atau sengaja akan diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi jika proses penyelidikan telah selesai dan tidak ada masalah (terhadap jembatan), barulah jembatan bisa dilewati,” tegasnya.
ALAT SENSOR HILANG DICURI
Alat elektrikal monitoring system yang memiliki sensor pengukur tegangan kabel yang menempel pada kabel Jembatan Mahkota II ternyata hilang dicuri.
Padahal alat tersebut memiliki peran dan fungsi yang sangat penting bagi jembatan. Dengan alat tersebut, tegangan kabel hingga kemiringan jembatan dapat diketahui dengan mudah.
Hal itu diungkapkan Direktur Pembangunan Jembatan, Direktorat Jenderal (Dirjen) Bina Marga, Kementerian PUPR Yudha Handita Pandjiriawan yang telah meninjau lokasi Jembatan Mahkota II dan melakukan pengukuran pergeseran pilar jembatan akibat abrasi. “Alat itu hilang dicuri oknum yang tidak bertanggungjawab,” ucap Yudha kepada wartawan usai mengikuti rapat di Ruang Rapat Wali Kota, Jumat (30/4/2021).
Dijelaskannya, sebelum adanya peristiwa abrasi di bawah jembatan Mahkota II, pengukuran rutin pada jembatan selalu dilakukan PUPR Samarinda dalam tenggat waktu satu tahun sekali. Tidak hanya melakukan pengukuran kemiringan jembatan namun pada seluruh area yang mempengaruhinya. “Sejak kejadian kemarin, mereka juga aktif melaporkan ke pusat,” tuturnya.
Kedatangannya sendiri ke Samarinda, juga memboyong ahli geologi untuk meninjau lokasi Jembatan Mahkota II dan melakukan pengukuran pergeseran pilar jembatan akibat abrasi beberapa waktu lalu. “Kami coba evaluasi pengaruhnya pada jembatan,” ucapnya.
Untuk mengetahui tingkat kemiringan jembatan dan keretakannya, pihaknya menggunakan alat pengukuran bernama total station. “Pengukuran yang kami lakukan ini untuk mengetahui aksi apa yang akan diambil dalam penanganannya,” tegasnya.
Lantas kapan hasil evaluasinya? Menurutnya, pihaknya perlu waktu sekira satu minggu melakukan investigasi. “Kami inginnya juga cepat dibuka tapi yang paling penting perlu memastikan keamanannya,” pungkas Yudha. (kk/akb/red)