KUTAI BARAT – Sejumlah warga Kecamatan Bentian Besar yang tergabung dalam kelompok tani Jaga La’ang, melakukan aksi unjuk rasa di lokasi tambang PT Tepian Indah Sukses (TIS) pada pukul 09.00 Wita, Sabtu (20/4/2024).
Aksi ini dilakukan oleh kelompok tani Jaga La’ang guna menuntut ganti rugi lahan kepada pihak PT TIS yang telah menggusur lahan mereka untuk penambangan batu bara. Selain itu mereka mendapat informasi bahwa perusahaan akan menggusur salah satu pondok dekat pit tambang yang kini sedang digali.
”Kami menuntut hak kelola kelompok tani yang telah dirusak oleh PT TIS dan tidak ada kompensasi sampai hari ini,” ujar Ketua kelompok Tani Jaga La’ang, Budi Permanto saat menggelar demonstrasi damai di jalan tambang PT TIS, Kampung Dilang Puti Kecamatan Besar Kabupaten Kutai Barat.
Budi dan kawan-kawan tidak melakukan portal namun mereka pasang badan saat ada mobil melintasi jalan tambang. Kendaraan milik PT TIS tidak dizinkan lewat. Alhasil aktivitas perusahaan pun disetop total.
Hingga sekitar pukul 11.00 Wita, rombongan manajemen PT TIS didampingi aparat kepolisian datang ke lokasi demo.
Manajemen PT TIS yang diwakili Wahyu Firanto dan Agus Koker sempat saling debat dengan Budi Cs dan meminta warga untuk tidak melarang perusahaan beroperasi.
Namun Budi menolak dengan alasan, perusahaan belum memenuhi tuntutan mereka. Bahkan sudah berulang kali dilakukan mediasi di tingkat kecamatan dan Polres Kubar namun tidak ada hasil.
”Karena selama ini kita sudah berapa kali mediasi, tetapi tetap tidak menemui jalan keluarnya bahkan mereka (perusahaan) tidak mengakui legalitas yang kami punya,” ucapnya.
Dia menegaskan, kelompk tani Jaga La’ang memiliki legalitas atas tanah seluas 400 hektare berupa surat pengakuan dari kepala kampung dan camat Bentian Besar. Selain itu mereka memiliki bukti tanam tumbuh dan pondok yang dibangun sejak 2017.
Namun menurut Budi, PT TIS selalu beralasan lokasi tersebut masih ada sengketa karena diklaim oleh kelompok lain sehingga perusahaan tidak bisa melakukan pembayaran. Alasan itu menurut Budi, hanya strategi perusahaan untuk mengadu domba masyarakat.
”Selama ini juga mereka (PT TIS) tidak pernah menunjukkan legalitas pihak-pihak yang mereka maksud. Yang sebenarnya yang kami tahu pihak lain itu tidak punya bukti, tidak punya legalitas dan tidak punya hak kelola. Jadi saya kira terlepas dari bukti formal dan materialnya itu tidak ada sama sekali dari pihak yang lain yang mengaku-ngaku atau yang mengklaim, kalau kami jelas,” tegas Budi.
”Karena mereka membangun konflik adu-domba yang memunculkan pihak pengklaim yang tadi kami sebutkan bahwa pihak pengklaim itu tidak punya dasar. Seandainya ada pihak pengklaim tentu itu disandingkan dengan legalitas yang kami punya saya kira itu nanti kan siapa yang lebih berhak di situ akan ditunjukkan berdasarkan bukti-buktinya, baik bukti secara legalitas maupun bukti di lapangan,” tambah dia.
Mestinya lanjut Budi, perusahaan harus melakukan pengukuran dengan masyarakat atau pemilik lahan. Namun yang terjadi, PT TIS main gusur sebelum pembebasan lahan dilakukan.
”Sempat ada tim kecamatan melakukan pengecekan lokasi tapi hanya cek hak kelola. Namun setelah itu tidak ada kelanjutannya sudah satu bulan lebih makanya hari ini kita membuat kegiatan penutupan,” tandas Budi.
Meski begitu Budi dkk kembali mengizinkan perusahaan beroperasi, karena PT TIS berjanji untuk melakukan mediasi ulang di kantor camat Bentian Besar pekan depan.
”Apabila kesepakatan itu tidak ada realisasinya maka hari Senin (29/4/2024) kami akan menutup dan tidak ada lagi toleransinya. Artinya kita tidak memortal cuma semua kegiatan PT TIS tidak boleh ada,” ungkapnya.
Sementara itu, pendamping hukum kelompok tani Jaga La’ang, Kancilius, menyebut masyarakat dan kelompok tani tersebut sudah lebih dulu ada sebelum masuknya PT TIS. Sehingga wajar jika masyarakat menuntut hak kelola, meski masuk dalam kawasan hutan.
Kemudian ada peraturan yang mewajibkan perusahaan mengganti rugi lahan sebelum menggarap atau melakukan penggusuran.
”Undang-undang Minerba Pasal 145 itu sudah jelas, yang berkaitan dengan persoalan tanah harus diselesaikan lebih dulu. Juga undang-undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Pasal 68 itu sudah jelas juga, bahwa ada persoalan tanah harus diselesaikan sebelum perusahaan itu berjalan,” terangnya.
Bahkan menurut dia, dalam kasus ini perusahaan juga ada kesalahan karena belum membebaskan lahan namun langsung main gusur.
“Ya memang karena mereka berpaku pada izinnya, mereka harus beroperasi, mereka harus gusur. Tapi kan ada persoalan tanah yang belum diselesaikan ya, harus kita selesaikan lebih dulu,” tukas Kancil.
Dia menilai PT TIS sengaja mengulur-ulur waktu dan menciptakan konflik horizontal antarwarga.
”Perusahaan mengulur-ngulur waktu supaya kelompok tani ini semakin tidak jelas. Bisa jadi ada upaya mengadu domba-nya, karena kalau nanti dianggap tidak jelas pembuktian, akhirnya bubar semua. Tapi kita tidak akan bubar, sampai kapan pun kita tidak akan bubar. Bahkan sampai ke Komnas HAM pun nanti akan kami hadapi,” imbuhnya.
Sementara PT TIS yang diwakili Wahyu Firanto dan Agus Koker dengan tegas menyatakan pihaknya tidak mengakui legalitas yang ditunjukan kelompok tani Jaga La’ang.
Hanya saja mereka tetap menyerahkan persoalan sengketa lahan itu ke tim kecamatan yang telah dibentuk sejak Januari lalu.
”Kami dalam posisi tidak mengakui legalitas kelompok tani Jaga La’ang. Karena kami adalah perusahaan resmi yang mendapat izin dari pemerintah. Dan kami sudah membayar kewajiban kepada negara,” kata Wahyu.
”Kalau persoalan bayar membayar kita menunggu tim kecamatan yang melakukan penilaian, karena kami tidak punya kewenangan memutuskan siapa yang berhak. Sesuai aturan udang-undang, sebagai pemegang izin kami hanya minta pemerintah daerah untuk memfasilitasi,” tambah dia.
Selain itu PT TIS lanjut Wahyu akan terus berkoordinasi dengan pihak kecamatan Bentian Besar agar segera menyelesaikan verifikasi lahan tersebut.
”Kalau kami langsung bayar nanti yang lain juga nuntut yang sama, makanya kita minta kecamatan yang memfasilitasi dan menilai soal legalitas dan keabsahan masing-masing pengklaim itu,”tutupnya.
Pewarta : Ichal
Editor :Nicha R