SAMARINDA – Pengajuan nama Sultan Aji Muhammad Idris sebagai pahlawan nasional disebut tidak melibatkan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kaltim. Padahal, MSI adalah organisasi resmi untuk profesi sejarawan di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menariknya, kendati tidak dilibatkan, Dinas Sosial Kaltim justru meminta dukungan MSI dalam pengajuan calon pahlawan tersebut.
Kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com, Sabtu (17/4/2021), Ketua MSI Kaltim, Muslimin AR Effendy, membenarkan bahwa organisasi yang ia pimpin tidak dilibatkan dalam tim perumus pengajuan nama Sultan Aji Muhammad Idris.
Akan tetapi, pada Rabu (14/4/2021), Muslimin disodori sebuah dokumen. Ia diminta membubuhkan tanda tangan dalam surat usulan dukungan pencalonan Sultan Aji Muhammad Idris sebagai calon pahlawan nasional.
“Seorang staf dari Dinas Sosial Kaltim meminta saya meneken surat tersebut. Padahal, saya tidak tahu MSI dilibatkan secara resmi dalam tim atau tidak,” jelas Muslimin yang juga kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Kaltim.
Menurut Muslimin, MSI yang didirikan pada 1970 biasanya selalu dilibatkan dalam Tim Peneliti Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). Di daerah lain pun demikian, apalagi berbicara usulan pahlawan nasional. Ia heran, MSI yang tidak dilibatkan tiba-tiba disodori surat dukungan.
“Ya, saya tidak mau (tanda tangan) karena akan mempertaruhkan kredibilitas saya dan organisasi sebagai sejarawan,” terang mantan anggota tim TP2GD Sulawesi Selatan tersebut.
Menurut Muslimin, Pemprov Kaltim dalam hal ini Dinas Sosial sepatutnya mengetahui keberadaan MSI. Lagi pula, sambungnya, MSI sudah pernah mengadakan diskusi daring bertema “Mencari Sosok Pahlawan dari Kaltim” pada 11 November 2020. Dari empat narasumber, seorang pembicara adalah kepala bidang di Dinsos Kaltim. Lebih dari itu, Dinsos Kaltim juga sudah beberapa kali mengundang MSI pada 2020.
Dalam seminar nasional yang mengusung nama Sultan Aji Muhammad Idris pada Kamis (8/4/2021), Muslimin mengatakan, baru mengetahui sehari sebelumnya. Ia menerima informasi seminar yang diadakan Dinsos Kaltim itu justru dari teman-teman dan di grup WhatsApp. “Saya ini bukan berarti iri karena tidak dilibatkan. Mungkin organisasi ini dilihat tidak kompeten atau kredibel saja,” sindirnya.
Menurut klaim MSI, organisasi profesi tersebut biasanya dilibatkan dalam Tim Peneliti Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). Hal ini tidak lepas dari regulasi yang mengatur pengajuan calon pahlawan nasional. Ada sembilan syarat administrasi usulan gelar pahlawan nasional. Kesembilannya adalah surat rekomendasi pemerintah daerah, hasil sidang TP2GD, surat keputusan TP2GD tingkat provinsi yang ditandatangani kepala daerah, riwayat hidup dan perjuangan calon pahlawan nasional, biografi pahlawan nasional, seminar usulan calon pahlawan nasional mencantumkan naskah akademik, penelitian dan materi seminar, dan dokumen pendukung.
Secara terpisah, Direktur Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan, dan Restorasi Sosial, Kemensos, Joko Irianto, membenarkan. Pembentukan tim diatur dalam PP 35/2010 sebagai turunan UU 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan tanda Kehormatan. Tim bertugas memberikan pertimbangan dan rekomendasi mengenai pengajuan usul pemberian gelar kepada gubernur dan kepala daerah.
Hasil penelitian dan pengkajian tim disampaikan kepada kepala daerah sebagai pertimbangan untuk menerbitkan rekomendasi pengajuan pahlawan nasional. Hasil penelitian ditentukan dalam sidang internal oleh tim yang terdiri dari 13 orang. Anggota tim berasal dari unsur praktisi, akademisi, pakar, sejarawan, dan instansi terkait.
Diajukan Tanpa Libatkan Sejarawan, Usulan Pahlawan Nasional Sultan Aji Muhammad Idris
Kembali ke Ketua MSI Kaltim, Muslimin, ia meminta sebaiknya melihat bukti autentik sejarah tokoh yang diajukan. Tim perlu mengkaji lebih dalam.
Dari catatan atau footnote yang dikumpulkan MSI Kaltim, jarang ditemukan sumber kajian primer mengenai sosok sultan ke-14 Kutai Kertanegara yang berkuasa pada 1735-1778 tersebut.
“Dari makalah yang saya dapatkan saat seminar nasional dari kiriman teman-teman, sumber-sumber primer tidak menyentuh langsung tokoh yang dikaji (Sultan Aji Muhammad Idris). Sumber hanya tentang sejarah Kutai Kartanegara dan Kaltim secara umum,” jelasnya.
Muslimin menambahkan, MSI bukannya menolak pengajuan. MSI justru sangat mendukung adanya pahlawan nasional dari Kaltim. Akan tetapi, kajian akademik yang objektif dan autentik mengenai sejarah dan pencapaian tokoh tersebut diperlukan. Satu dari antara prinsip pengajuan pahlawan nasional adalah, jelasnya, tokoh tersebut harus memiliki nilai perjuangan yang terverifikasi. Proses pengajuan juga harus akuntabel dan transparan.
“Karena ketika dikukuhkan sebagai pahlawan nasional, tokoh itu bukan hanya milik Kaltim tapi aset nasional. Figur tersebut menjadi teladan bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Harus ada kajian. Tidak ujug-ujug (tiba-tiba) seminar, baru menghasilkan rekomendasi yang diminta untuk ditandatangani,” ucapnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Sosial Kaltim, M Agus Hari Kesuma, mengatakan bahwa berkas pengajuan Sultan Aji Muhammad Idris sudah dikirim kepada Kementerian Sosial pada Kamis (15/4/2021). Agus mengatakan, berkas sudah sesuai prosedur. Prosesnya melewati sidang TP2GD, menerima rekomendasi Gubernur Kaltim dan Kesultanan Wajo, serta melibatkan beberapa sejarawan termasuk Kesultanan Kutai Kertanegara.
Agus membantah jika organisasi sejarawan disebut tidak dilibatkan. Semua pemangku kepentingan sudah diakomodasi dalam seminar.
“Yang jelas, semua ada datanya dan ikut dalam kegiatan. Kalau mungkin organisasi ada tapi tidak terdaftar di kami, ya, tidak dilibatkan. Kemarin, sampai orang kesultanan juga diundang, kok,” tegasnya.
Agus mengakui bahwa Dinsos menerima banyak rekomendasi nama untuk diusulkan sebagai pahlawan nasional. Untuk saat ini, nama Sultan Aji Muhammad Idris yang diprioritaskan. Selain penelusuran tapak sejarah, Kesultanan Wajo dan Kerajaan Goa juga didatangi untuk upaya penelusuran. Dinsos dan TP2GP bahkan sudah menghadap Kesultanan Kutai Kertanegara untuk meminta afirmasi penggunaan nama Sultan Aji Muhammad Idris sebagai nama universitas.
Mengenai kekurangan bukti sumber primer sejarah sebagaimana disebut MSI Kaltim, Agus membantah. “Itu ‘kan praduga dia (MSI). Kalau kami (prosesnya) sudah berjalan lama. Setahun sudah,” ucapnya.
Agus meminta pihak yang tidak terakomodasi untuk bersabar. Sudah saatnya Kaltim memiliki pahlawan nasional. Lagi pula, ibu kota negara sebentar lagi pindah ke Bumi Etam. Agus tidak ingin proses pengajuan nama Sultan Aji Muhammad Idris terganggu.
“Satu dulu, lah. Kalau ada riak-riak, nanti tertunda seperti di Kalimantan Barat. Lagi pula, dari lima provinsi di Kalimantan, Kaltim saja yang tidak ada pahlawan nasional,” jelasnya. (kk)