SAMARINDA – Kalimantan Timur menjadi provinsi pertama di Indonesia yang dipilih Bank Dunia sebagai lokasi implementasi kemitraan karbon hutan. Dalam program bernama Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)-Carbon Fund tersebut, Kaltim mesti menurunkan emisi gas rumah kaca. Apabila mencapai target Rp 1,5 triliun dari Bank Dunia disiapkan bagi Bumi Mulawarman.
Program FCPF-Carbon Fund sudah masuk tahap implementasi hingga 2024. Pemprov Kaltim pun terus mengambil sejumlah langkah untuk mewujudkannya. Satu di antaranya melalui pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) Mekanisme Pembagian Manfaat, Program Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Kaltim. Dipimpin Biro Ekonomi, Sekretariat Provinsi Kaltim, pembahasan Rapergub yang difasilitasi Kalimantan Forest (KalFor Project) berlangsung di Hotel Mercure, Samarinda pada Kamis (15/4/2021).
Menurut Kepala Biro Ekonomi Setprov Kaltim, Nazrin, Rapergub Mekanisme Pembagian Manfaat bertujuan sebagai payung hukum pengelolaan dana program penurunan emisi di Kaltim. Ia berharap, harmonisasi Rapergub Mekanisme Pembagian Manfaat segera rampung.
“Semoga pembahasan hari ini sudah final sehingga bisa masuk ke tahap selanjutnya. Terima kasih untuk KalFor yang sudah memfasilitasi acara ini,” jelas Muhammad Arnains, Kepala Bagian Produksi Daerah, Biro Perekonomian Setprov Kaltim, menyampaikan sambutan Kepala Biro Ekonomi. Ia menambahkan, Rapergub Mekanisme Pembagian Manfaat atau Benefit Sharing Mechanism (BSM), merupakan dukungan terhadap program penurunan emisi di Kaltim.
Sebelum pembahasan, Biro Hukum dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bersama beberapa pihak sudah mengharmonisasi Rapergub BSM. Hasilnya, ditemukan pasal dan istilah yang harus disesuaikan dengan aturan di atasnya.
“Secara substansi, rapergub ini sudah final. Harmonisasi lebih kepada mengubah istilah teknis di rapergub menjadi istilah hukum. Hal itu karena rapergub merupakan produk hukum,” kata Suparmi dari Biro Hukum Setprov Kaltim.
Program FCPF-Carbon Fund 2020-2024 di Indonesia dimulai 27 November 2020 setelah penandatanganan Emission Reductions Payment Agreement (ERPA). Dokumen itu ditandatangani Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mewakili Pemerintah Indonesia dengan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste.
Kaltim dipilih sebagai provinsi pertama untuk menjalankan program ini. Dipilihnya Bumi Etam tidak lepas dari keterlibatan Kaltim dalam Governors Climate and Force (GCF) Task Force sejak 2009. Termasuk pendeklarasian Kaltim Green sebagai tonggak pertama pembangunan rendah emisi yang dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024.
Melalui penandatanganan kesepakatan tersebut, Indonesia memungkinkan menerima pembayaran berbasis hasil untuk mengurangi 22 juta ton emisi karbon di Kaltim. Jika sukses menurunkan emisi sebesar itu, kompensasi negara-negara donor untuk Indonesia dan Kaltim tidak kurang dari USD 110 juta, setara Rp 1,5 triliun.
Stepi Hakim, staf khusus gubernur Kaltim bidang lingkungan hidup dan perubahan iklim, mengatakan bahwa dana dari Bank Dunia disalurkan hingga 2024 secara bertahap. Pemberian besaran insentif dari Bank Dunia ini, sambungnya, bergantung dari kinerja implementasi penurunan emisi.
Menurut Stepi, penyusunan Rapergub Mekanisme Pembagian Manfaat cukup panjang. Tidak ada provinsi lain di Indonesia yang bisa jadi rujukan. Kaltim adalah provinsi pertama yang dipilih Bank Dunia sebagai lokasi implementasi Program FCPF-Carbon Fund.
“Apabila Rapergub ini selesai, Kaltim akan jadi rujukan atau ditiru provinsi lain di Indonesia,” jelasnya kepada kaltimkece.id jaringan mediakaltim.com
Sementara itu, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim (DDPI) Kaltim, Daddy Ruhiyat, berharap agar Rapergub Mekanisme Pembagian Manfaat benar-benar bermanfaat untuk semua kegiatan penurunan emisi di Kaltim. “Jadi tak terbatas pada program tertentu saja,” tutupnya. (kk)