Dampak dari kerusakan jalan di poros Samarinda-Bontang diduga kuat akibat aktivitas tambang. Bekerja sama dengan Jatam Kaltim menggunakan aplikasi Arcgis dan Google Earth, media ini menemukan setidaknya 11 konsesi lahan perusahaan tambang yang beroperasi di sekitar jalan Samarinda-Bontang.
Terdapat sekitar enam perusahaan memiliki jenis izin usaha pertambangan (IUP). Sementara sisanya mengantongi jenis izin perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Belum lagi tambang ilegal.
Salinan dokumen berisi daftar laporan tambang ilegal yang dikirimkan kepada Pemprov Kaltim dan penegak hukum, sepanjang 2018 hingga 2020, terdapat 26 laporan. Sebagian besar dari perusahaan tambang yang menyampaikan dugaan penambangan oleh pihak lain di konsesinya.
[irp posts=”12596″ name=”Poros Samarinda-Bontang, Rusak Dilewati Truk Batu Bara Ilegal, Diperbaiki Pakai Uang Negara, Bisa Dijerat Pidana”]
Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 di antaranya dilaporkan pada periode Februari 2020 hingga sekarang atau semasa pandemi. Ada 14 tambang ilegal di Kukar, lima di Samarinda, dan satu laporan anonim. Sembilan laporan menyertakan titik koordinat dengan total 24 titik.
Dari 20 laporan tersebut, salah satunya dari PT SB di Muara Badak-Marangkayu yang dekat dengan lokasi kerusakan. Dari PT SB itu juga aktivitas pertambangan ilegal terbanyak dilaporkan. Adapun PT SB adalah pemegang PKP2B dengan konsesi 24.930 hektare.
Dari surat perusahaan kepada Dinas ESDM Kaltim, sebanyak 14 titik diduga dikeruk secara liar batu baranya. Perusahaan juga mengirimkan foto aktivitas ilegal seperti tempat stockpile (penumpukan), jalur hauling, hingga alat berat. Informasi serupa turut disampaikan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Santan, Dinas Kehutanan Kaltim.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengaku tidak heran terjadi kerusakan di jalan Tanah Datar. Secara elevasi, sebutnya, posisi jalan lebih rendah dibanding tanah yang terletak di sisi kiri-kanan jalan. Di sisi lain terjadi aktivitas pemangkasan bukit dan pembongkaran tanah oleh tambang batu bara.
“Akibatnya saat hujan datang, air dari tiap sisi mengalir ke wilayah terendah yakni poros jalan,” ucapnya. Tidak hanya luapan air, material lumpur juga masuk ke jalan poros. Rupang menyebut hal ini diperparah truk pengangkut batu bara yang lalu lalang menggunakan jalan Samarinda-Bontang. “Jalan publik seolah jadi jalan hauling perusahaan,” sambungnya
Berkaca Pasal 192 KUHP tentang Pengerusakan Lalu Lintas Umum, pelaku seharusnya bisa diancam pidana penjara paling lama 9 tahun. UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, juga menyebutkan hal serupa. Persisnya pada Pasal 63, setiap orang yang sengaja melakukan kegiatan yang merusak fungsi jalan dapat dipenjara paling lama 18 bulan dan dikenakan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Di level daerah, Pemprov Kaltim memiliki regulasi Peraturan Daerah No 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus Untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit. Pasal 6 menyebutkan setiap angkutan batu bara dan perusahaan yang mengambil hasil kelapa sawit dilarang melewati jalan umum dan harus melalui jalan khusus.
“Pasal 19 ayat 1 menyebutkan ancamannya enam bulan penjara atau pidana paling banyak Rp 50 juta,” imbuhnya.
Rupang merasa upaya pemerintah akan sia-sia jika kerusakan di Tanah Datar sebatas memperbaiki jalan. Kerusakan, sebutnya, disebabkan aktivitas industri. Perusahaan harusnya diberi sanksi tegas atau pidana. “Tidak sekedar sanksi administratif atau perdata,” pungkasnya. (kk)