JAKARTA – Komisi VII DPR RI mendukung penuh langkah pemerintah dan PT PLN (Persero) untuk membangun transmisi listrik green super grid, penggunaan teknologi smart grid, dan smart control center di Tanah Air.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM dan PLN di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/11/2023) mengatakan langkah tersebut dilakukan untuk mengakselerasi pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di Indonesia dengan tetap menjaga keandalan listrik sebagai upaya mencapai net zero emission (NZE) pada 2060.
“Komisi VII DPR RI mendukung Dirjen Ketenagalistrikan, Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, dan Dirut PLN atas rencana pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan termasuk super grid dalam rangka mengoptimalisasi potensi EBT,” ucapnya dalam keterangannya, yang diterima di Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Sugeng juga mendukung PLN untuk terus melanjutkan dan memperkuat digitalisasi kelistrikan dan pembangunan infrastruktur dasar ketenagalistrikan untuk implementasi smart grid agar pemanfaatan EBT dapat lebih optimal.
Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P Hutajulu menjelaskan Kementerian ESDM mencatat potensi EBT di seluruh Indonesia mencapai 3.687 gigawatt (GW). Potensi tersebut meliputi surya, hidro, bioenergi, angin, panas bumi dan laut.
“Indonesia memiliki potensi EBT besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT,” katanya.
Kendati demikian, ia mengatakan lokasi potensi EBT yang besar pada umumnya jauh dari lokasi pusat beban, sehingga diperlukan penguatan infrastruktur transmisi tenaga listrik untuk menyalurkan energi listrik dari lokasi potensi EBT menuju ke pusat beban yang saat ini masih di Pulau Jawa.
“Oleh karena itu, Indonesia berencana mengembangkan super grid guna meningkatkan konektivitas dan mengoptimalkan potensi EBT di lima pulau utama, yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Bali,” kata Jisman.
Ia mengatakan dengan membangun interkoneksi antarpulau, sistem kelistrikan akan semakin andal dan berkelanjutan.
Menurutnya, pengembangan super grid dan modernisasi sistem ketenagalistrikan tidak hanya memaksimalkan potensi suplai EBT seperti hidro dan panas bumi, tetapi juga meningkatkan penetrasi pengembangan sumber EBT yang intermiten seperti surya dan angin.
Sedangkan, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menuturkan pemerintah dan PLN telah menyepakati penambahan pembangkit 75 persen akan berasal dari EBT dan 25 persen dari gas sampai 2040.
Skenario tersebut terangkum dalam skema Accelerated Renewable Energy Development (ARED), yang mana pengembangan sistem interkoneksi listrik bersih antarpulau green super grid.
Dengan pembangunan tersebut, penambahan kapasitas pembangkit EBT bisa meningkat dari 22 gigawatt (GW) menjadi 61 GW pada 2040.
“Salah satu prioritas tinggi adalah bagaimana Sumatera dan Jawa ini bisa disambungkan. Bagaimana potensi hidro dalam skala yang cukup besar, terutama di daerah-daerah Sumatra bagian utara, Aceh, dan Pantai Barat Sumatera semuanya bisa dibangun dan kemudian produksi listriknya bisa disalurkan ke Pulau Jawa,” katanya.
Darmawan juga menjelaskan penambahan pembangkit EBT yang berbasis pada surya dan angin yang bersifat intermiten akan memberi tekanan cukup besar pada keandalan sistem kelistrikan PLN saat ini. Adanya intermintensi tersebut membutuhkan inovasi teknologi agar sistem PLN tetap stabil.
Untuk mengatasi hal tersebut, PLN telah merancang pengembangan smart grid dengan smart power plant dan fexible generation yang dilengkapi smart transmission, smart distribution, smart control center, dan smart meter.
Dengan upaya tersebut penambahan kapasitas pembangkit surya dan angin bisa meningkat dari 5 GW menjadi 28 GW pada 2040. (Rls/Adv)