SAMARINDA – Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dalam rangka mediasi terkait ganti rugi lahan yang diajukan warga Desa Sebuntal, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara kepada PT Mahakam Sumber Jaya (PT MSJ). Rapat tersebut berlangsung di Gedung E Lantai I Kantor DPRD Kaltim, Kamis (23/11/2023).
Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I Baharuddin Demmu, didampingi oleh anggota komisi lainnya, yaitu Harun Al Rasyid dan Agus Aras. Hadir juga dalam rapat tersebut perwakilan dari PT MSJ, Badan Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan (BPKHTL) Wilayah IV Samarinda, Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, serta Akbar Arifuddin selaku pemilik lahan dari Desa Sebuntal.
Menurut Baharuddin Demmu, rapat ini bertujuan untuk mendengarkan penjelasan dan klarifikasi dari kedua belah pihak mengenai tuntutan ganti rugi lahan yang sudah dibebaskan oleh PT MSJ sejak tahun 2008. Ia mengatakan bahwa Komisi I akan berperan sebagai pihak netral dan tidak memihak, serta akan memperjuangkan hak-hak masyarakat agar mereka bisa mendapatkan kesejahteraan.
“Kami ingin mengetahui apa yang menjadi persoalan di lapangan, bagaimana proses pembebasan lahan yang dilakukan oleh PT MSJ, dan apa yang menjadi harapan dan tuntutan dari masyarakat. Kami juga ingin mengetahui sikap dan tanggapan dari PT MSJ dan instansi terkait mengenai hal ini,” ujar Baharuddin.
Dalam rapat tersebut, Akbar Arifuddin menyampaikan bahwa ia bersama 24 anggota kelompok tani lainnya yang tergabung dalam dua kelompok tani, yaitu Kelompok Tani 24 dan Kelompok Tani Maruktupu, merasa dirugikan oleh PT MSJ. Ia mengklaim bahwa mereka sudah memiliki tanah sejak tahun 1997 dan memiliki surat pada tahun 2003, sementara PT MSJ baru mendapatkan hak pakai atas tanah tersebut pada tahun 2008.
“Kami merasa tidak adil karena tanah kami sudah dibebaskan oleh PT MSJ tanpa ada kesepakatan dan ganti rugi yang layak. Kami hanya mendapatkan tali asih sebesar Rp 1,5 juta per hektare, padahal tanah kami sudah ditanami tanaman produktif seperti karet, kelapa sawit, dan kakao. Kami menuntut agar PT MSJ membayar ganti rugi tanam tumbuh sesuai dengan nilai pasar,” ungkap Akbar.
Sementara itu, perwakilan dari PT MSJ, Agus Prasetyo, membantah bahwa pihaknya telah melakukan pembebasan lahan secara sepihak dan tidak memberikan ganti rugi yang layak. Ia menjelaskan bahwa PT MSJ telah mengantongi izin usaha pertambangan batubara (IUP) dari pemerintah pusat sejak tahun 2008, dan telah melakukan pembebasan lahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Kami telah membayar ganti rugi tanah dan tanam tumbuh kepada masyarakat sesuai dengan hasil penilaian tim independen yang melibatkan pihak-pihak terkait, seperti BPKHTL, Dinas Kehutanan, dan pemerintah daerah. Kami juga telah memberikan tali asih kepada masyarakat sebagai bentuk kepedulian sosial kami. Kami tidak pernah memaksa atau mengintimidasi masyarakat untuk melepaskan tanah mereka,” tegas Agus.
Agus menambahkan bahwa PT MSJ juga telah memberikan kontribusi positif bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat sekitar, seperti membangun infrastruktur, menyediakan lapangan kerja, memberikan bantuan pendidikan, kesehatan, dan lingkungan, serta melakukan program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“Kami berharap agar masyarakat dapat memahami dan menghormati hak-hak kami sebagai pemegang IUP yang sah. Kami juga berharap agar masyarakat dapat bersikap kooperatif dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu kegiatan operasional kami, seperti memasang spanduk, memblokir jalan, atau menanam tanaman baru di atas lahan yang sudah dibebaskan,” harap Agus.
Berdasarkan hasil rapat, Komisi I DPRD Kaltim memutuskan untuk memfasilitasi dan mengundang instansi pemerintah terkait untuk menampilkan citra satelit sejak tahun 2008 terhadap lahan yang dipersoalkan. Komisi I juga akan mengadakan kunjungan kerja ke lokasi sengketa untuk melihat kondisi di lapangan. Selain itu, Komisi I juga akan mendorong kedua belah pihak untuk melaksanakan kembali upaya mediasi musyawarah nilai tali asih dan ganti tanam tumbuh yang dapat disepakati bersama dengan memperhatikan nilai kewajaran.
“Kami berharap agar masalah ini dapat diselesaikan secara damai dan adil, tanpa ada pihak yang dirugikan. Kami juga berharap agar masyarakat dan PT MSJ dapat hidup berdampingan secara harmonis dan saling menghargai,” tutur Baharuddin. (Adv/DPRDKaltim)