spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Pendemi Menyerang, Illegal Mining Menantang, Puluhan Sudah Dilaporkan, Kewenangan Penindakan jadi Masalah

SAMARINDA – Sepertiga malam sudah berjalan tetapi rombongan truk roda enam masih saja melintas. Persis di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Raudhatul Jannah, Tanah Merah, Samarinda Utara, bongkahan batu bara terjatuh dari satu truk yang sedang menanjak. Sudah bisa ditebak bahwa di balik terpal yang menutupi bak kendaraan tersebut adalah emas hitam.

“Aktivitas itu dimulai beberapa hari yang lalu,” tutur sumber kaltimkece.id jejaring mediakaltim.com yang menyaksikan lalu-lalang kendaraan. Sumber tersebut bekerja di TPU yang menjadi tempat pemakaman pasien Covid-19 di Samarinda. “Senin (8/3/2021) pukul 12 malam, satu buldoser dan satu ekskavator lewat di depan makam,” sambungnya.

Kedua alat berat disebut datang dari jalan lumpur sekitar 200 meter dari TPU menuju perempatan kecil. Dari situ, kendaraan masuk ke jalan tanah yang penuh semak belukar. Jalan tersebut tembus di jalur poros Samarinda-Bontang, dekat sebuah tempat pemancingan.

“Setahu kami, ada tambang batu bara yang baru dibuka. Letaknya sekitar 2 kilometer dari permukiman. Orang-orang di sini tahu semua, kok,” kata sumber tadi. Yang jelas, ada pihak yang mendatangi masyarakat untuk meminta izin menggunakan jalan. “Mereka ingin memakai Jalan Serayu untuk hauling. Warga tidak mau,” tuturnya.

Ketua RT 20, Kelurahan Tanah Merah, Sunadi, membenarkan bahwa pada Jumat (5/32021) malam, warga menolak empat tronton yang hendak melintasi Jalan Serayu. Penolakan didasari tiadanya izin maupun pemberitahuan.

“Lokasi tambang sebenarnya di Kelurahan Lempake tapi aksesnya lewat sini (Tanah Merah). Makanya mengganggu akses penguburan pasien Covid-19. Jalan jadi becek,” jelas Sunadi ketika ditemui di kediamannya.

Aktivitas pertambangan di Tanah Merah dipastikan ilegal alias tanpa izin. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Christianus Benny, mengaku telah menerima laporannya. Lokasi tambang ilegal juga sudah diketahui.

Dinas ESDM Kaltim menurunkan tim untuk memeriksa pengerukan liar. Dalam waktu dekat, hasilnya diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Kaltim. Dinas ESDM disebut berwenang dalam hal memastikan tambang ilegal secara administrasi. Adapun penindakannya, di tangan Kejati.

“Kami sudah menginventarisasi aktivitas illegal mining. Setidaknya ada lima lokasi yakni di Marangkayu dan Sangasanga di Kukar, serta di Bukit Pinang dan di Lempake di Samarinda,” jelas Benny, Selasa (9/3/2021).

20 LAPORAN TAMBANG ILLEGAL
Media ini menerima salinan dokumen berisi daftar laporan tambang ilegal yang dikirimkan kepada Pemprov Kaltim dan penegak hukum. Sepanjang 2018 hingga 2020, terdapat 26 laporan. Sebagian besar dari perusahaan tambang. Mereka menyampaikan dugaan penambangan oleh pihak lain di dalam konsesi perusahaan.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 20 di antaranya dilaporkan pada periode Februari 2020 hingga sekarang atau semasa pandemi. Ada 14 tambang ilegal di Kukar, lima di Samarinda, dan satu laporan anonim. Sembilan laporan menyertakan titik koordinat dengan total 24 titik. Lewat bantuan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, didapat lokasi persis melalui perangkat pemetaan ArcGIS dan Google Earth.

“Dari 24 koordinat tersebut, hanya 20 yang terlacak di peta dan persis di atas lahan konsesi.  Empat yang lain di luar konsesi,” terang Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang.

Perincian dari 20 laporan tadi adalah sebagai berikut. Di Kukar ada tiga tambang ilegal yang dilaporkan pemegang izin usaha pertambangan (IUP), PT MSA, yang beroperasi di Loa Janan. Tiga aktivitas berikutnya dilaporkan PT IBP, pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) di Loa Janan. Ada pula laporan dari PT SB di Muara Badak-Marangkayu, PT BBE di Tenggarong Seberang, PT MSJ di Tenggarong Seberang, serta PT GDM, Sementara untuk Samarinda, tambang ilegal dilaporkan CV A dan perorangan. Selain perusahaan, laporan datang Pemerintah Desa Bangun Rejo dan Kecamatan Sebulu di Kukar.

Aktivitas pertambangan ilegal terbanyak berasal dari laporan PT SB yang beroperasi di Muara Badak-Marangkayu. PT SB adalah pemegang PKP2B dengan konsesi 24.930 hektare. Dari surat perusahaan kepada Dinas ESDM Kaltim, sebanyak 14 titik diduga dikeruk secara liar batu baranya.

Perusahaan juga mengirimkan foto aktivitas ilegal seperti tempat stockpile (penumpukan), jalur hauling, hingga alat berat. Informasi serupa turut disampaikan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Santan, Dinas Kehutanan Kaltim.

Aktivitas tambang ilegal di Muara Badak-Marangkayu sebenarnya telah diketahui Gubernur Kaltim Isran Noor. Dalam wawancara terdahulu pada Februari 2021, Isran mengatakan bahwa praktik tak resmi tersebut menggunakan jalan poros Samarinda-Bontang. “Istilahnya batu bara karungan. Karungan Prima Coal,” kata Gubernur.

Tambang ilegal yang merajalela semasa pandemi menyebabkan Pemprov Kaltim mengambil tindakan. Satu di antaranya menurunkan Satuan Tugas Penyelesaian Permasalahan Hukum Bidang Minerba. Satgas ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kaltim 180/K.312/2020.

“Tidak hanya tambang ilegal, Satgas berfungsi menyelesaikan permasalahan hukum pasca-tambang seperti kasus lubang tambang,” terang Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kaltim, Christianus Benny.

Satgas menggandeng Kejati Kaltim selaku personel penegakan hukum. Benny mengatakan, pemprov sudah berkomunikasi dengan kejaksaan pada Februari lalu. Dalam waktu dekat, diadakan pertemuan lanjutan untuk menginventarisasi pertambangan ilegal di Kaltim.

Benny menambahkan, Dinas ESDM dalam satgas berfungsi sebagai penerima laporan sesuai surat Kementerian ESDM Nomor 1481/30.01/DJB/2020. Kewenangan pengawasan ESDM sudah ditarik pusat sehingga fungsi penindakan sepenuhnya di kejaksaan.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi tersebut, Dinas ESDM mengecek lapangan menggunakan drone. Posisi tambang ilegal selanjutnya dilaporkan ke pemerintah pusat.

Kepala Seksi Penerangan dan Hukum, Kejati Kaltim, M Faried, membenarkan bahwa penindakan berada di pihaknya. Akan tetapi, kejaksaan tidak bisa menindak langsung karena tidak bisa melakukan penindakan secara pro-justitia (penegakan hukum).

“Posisi kami pasif, menunggu pemberitahuan dan koordinasi dari ESDM termasuk waktu mengeksekusi laporan atau teknis aduan hukum illegal mining. Kami juga mengobservasi fakta di lapangan berdasarkan laporan. Kalau ada surat masuk, kami lihat, kami selidiki, baru dikaji hasilnya seperti masuk pidana umum, pertambangan, atau korupsi,” terang M Faried, Selasa (9/3/2021). Kejati juga telah mendelegasikan 10 orang dalam struktur satgas.

Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, menilai bahwa pemerintah daerah sebetulnya punya kewenangan melekat dalam masalah ini. Itu diatur dalam UU 9/2015 tentang Perubahan Kedua Atas UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Termasuk pula UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

UU Minerba disebut sama sekali tidak membatasi pemerintah daerah menindak pertambangan ilegal. Jatam menilai, satgas hanya upaya pencitraan tanpa solusi dari Pemprov Kaltim.

“Seolah-olah (satgas) adalah upaya besar yang tidak bisa diselesaikan pemda sehingga harus lintas kelembagaan. Padahal, sebelum kewenangan minerba ditarik ke pusat, sudah ada contoh penindakan dari Polda Kaltim pada 2019 dan itu tanpa satgas,” jelasnya. (kk)

KLIK INI, CATERING TERBAIK DI BONTANG

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti