SAMARINDA – Mantan Bupati Kutai Timur (Ismunandar) Ismunandar menyesal telah menerima uang dari Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim, Musyaffa, tanpa pernah menanyakan asal-usulnya. Akibatnya, dia ditangkap KPK karena diduga telah menerima suap dan gratifikasi dari beberapa perusahaan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Kutim.
“Saya menyadari inilah kesalahan saya yang patut disesali. Ini merupakan pembelajaran bagi diri saya sendiri maupun rekan-rekan kepala daerah dapat mengambil pelajaran apa yang sudah saya alami. Sikap hati-hati dan teliti dalam menerima bantuan harus dilakukan, walaupun yang memberikan tersebut adalah orang yang sangat kita percaya,” kata Ismunandar, saat membaca nota pembelaan pribadi yang disiarkan secara daring dari Pengadilan Tipikor Samarinda, Senin (8/3/2021) malam.
[irp posts=”10107″ name=”Ismunandar Dibela Mantan Hakim Agung, Disebut Bukan Korupsi Jika untuk Kepentingan Umum”]
Dijelaskan, di tahun kedua menjabat Bupati Kutim, masalah keuangan muncul manakala pemerintah pusat tak membayarkan dana bagi hasil triwulan IV. Untuk mendukung APBD Kutim 2019, dia berinisiatif mengajukan pinjaman ke Bank Jateng tapi ditolak. Dengan kondisi keuangan Kutim seperti itu, Ismunandar mengaku sangat kaget saat penyidik KPK bertanya soal dana operasional bupati yang jumlahnya Rp 100 miliar di tahun 2019.
Ismunandar mengaku lebih kaget lagi, saat penyidik tadi menyebut dana operasional bupati di tahun 2020 angkanya mencapai Rp 250 miliar. “Saya tidak pernah berinisiatif atau mengarahkan dana operasional,” tambah Ismunandar. Namun diakuinya, pada pertengahan 2019, Musyaffa menawarkan bantuan pendanaan operasional bupati dan diterima, tanpa tahu sumber dananya.
Ismunandar menyebut, dana yang diterima lewat Musyaffa dalam dakwaan disebut senilai Rp 8,6 miliar, sementara dari Suryansyah alias Anto (Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kutim) sebanyak Rp 8,3. Miliar.
Saat diklarifikasi diproses penyidikan diketahui dana yang masuk ke Ismunandar dari Musyaffa sekitar Rp 2,288 miliar. Adapun dana dari Anto yang diterima langsung Ismunandar jumlah tak lebih dari Rp 3,135 miliar.
“Sebagian besar saya gunakan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti honor guru ngaji, ustaz yang tidak tergabung dalam DAI pembangunan,” kata Ismunandar. Sebagian lagi, tambah dia, tercatat secara ganda serta digunakan untuk kepentingan Musyaffa sendiri yang tentunya tanpa sepengetahuan Ismunandar.
Selain mengakui kesalahan, Ismunandar meminta majelis hakim yang diketahui Joni Kondolele mempertimbangkan pengabdiannya sebagai abdi negara selama 30 tahun, menjadi bahan pertimbangan majelis hakim saat menjatuhkan hukuman nantinya. Ismunandar juga meminta majelis agar mengurangi jumlah uang pengganti Rp 27 miliar seperti yang diminta jaksa KPK dalam tuntutan.
Terakhir, dia meminta hakim tak sependapat dengan jaksa bahwa dirinya harus dijatuhi hukuman pencabutan hak politik selama 5 tahun selepas bebas. Menurut Ismunandar, hukuman larangan berpolitik tersebut hanya pantas dijatuhkan pada politisi nasional yang terbukti korupsi. Sebaliknya, dia adalah birokrat murni yang berhasil menapak karier hingga bupati.
Sama seperti suaminya, mantan Ketua DPRD Kutim Encek UR Firgasih yang dijerat dakwaan serupa, mengaku kesalahannya sekaligus meminta keringanan pada hakim. Encek mengaku menerima uang dari beberapa kontraktor proyek namun mayoritas dananya digunakan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan warga masyarakat Kutim yang ada di 18 kecamatan lewat serapan aspirasi masyarakat (reses) selama 3 periode menjadi anggota DPRD Kutim. Sebagian lagi dana disedekahkan.
Semisal uang Rp 780,3 juta dari Deki Aryanto yang merupakan Direktur CV Nuzala Karya, yang kembali disalurkan ke masyarakat lewat berbagai kegiatan. “Tapi tak ada kesepakatan atau imbal hasil dari proyek yang didapat Deki,” ucap Encek membacakan nota pembelaan selepas Ismunandar.
Diakuinya, Musyaffa pernah memberi mobil Izusu ELF yang dimaksudkan agar Encek mau menjadi penghubung Iman Hidayat, supaya mau satu paket dengan Ismunandar dalam pilkada Kutim 2020. Mobil tersebut, lanjut Encek, diperuntukan untuk kepentingan warga Kutim terutama tujuan keagamaan.
Sebelumnya jaksa KPK menuntut Ismunandar agar dihukum selama 7 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 27 miliar, sedangkan Encek dituntut selama 6 tahun penjara berikut denda Rp 300 juta, serta diwajibkan membayar uang pengganti Rp 629 juta. (prs/red)