spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Mengamankan Pangan di Tengah El Nino

JAKARTA – Dampak El Nino yang berkepanjangan membuat sektor pertanian, terutama komoditas pangan, mengalami kesulitan untuk mempertahankan produksinya.

Sejumlah sentra produksi pangan memang masih bisa panen di tengah kemarau saat ini. Meskipun demikian, produksi nasional mengalami penurunan.

Kementerian Pertanian terus memacu produksi beras nasional, agar stok beras dipastikan aman dan terkendali. Berdasarkan Kerangka Sampel Area (KSA) BPS amatan Agustus 2023, diproyeksikan luas panen September 789.854 hektare, luas panen Oktober 725.760, dan luas panen November 528.345 hektare.

El Nino, menurut Badan Meteorologi Klimatotogi dan Geofisika (BMKG), adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah. Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara umum.

Kendati kekeringan melanda sentra produksi pangan, khususnya padi, Presiden Joko Widodo dalam kunjungan ke Indramayu (13/10) menyebut produksi panen masih baik, karena irigasi yang berjalan maksimal. Dari satu hektare lahan pertanian, dapat menghasilkan 8-9 ton gabah atau rata-rata 8,6 ton per hektare.

Harga gabah kini juga cukup tinggi, berkisar Rp7.200 – Rp7.400 per kilogram, sehingga harga beras di tingkat konsumen juga sedikit naik. Oleh karena itu, untuk menghadapi penurunan produksi padi, pemerintah melakukan langkah pengamanan agar harga produk pangan di pasar tetap stabil.

Hasil sidak Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, di Pasar Pondok Bambu Jakarta Timur, misalnya, memperlihatkan kenaikan harga beras Rp1.000, daging ayam naik 1.000 sampai 1.500 per kilogram, dan cabai naik Rp10.000 per kilogram.

Pemprov DKI Jakarta memiliki Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Food Station yang berfungsi menjaga stabilitas harga pangan dengan menjual produk terjangkau kepada masyarakat.

Dalam rangka mempertahankan ketahanan pangan Pemprov DKI tidak bisa mengandalkan lahan pertanian di wilayahnya. Pemprov DKI Jakarta berkolaborasi dengan sentra pertanian di sejumlah daerah guna menjamin ketersediaan pangan di masyarakat.

Salah satu kontrak pertanian Pemprov DKI Jakarta adalah dengan petani di Cilacap, Jawa Tengah. Hal serupa juga dilakukan dengan sentra produksi pertanian lainnya sehingga DKI Jakarta memiliki wilayah satelit khusus pangan.

Optimalisasi

Kunci keberhasilan pengamanan pangan di Jakarta adalah mengoptimalkan produksi pangan dari sentra-sentra produksi, di antaranya dengan memanfaatkan teknologi pertanian.

Di tengah kemarau saat ini dibutuhkan varietas unggul yang tahan terhadap penyakit  serta tidak membutuhkan konsumsi air yang banyak, tetapi produksi yang dihasilkan tetap tinggi. Petani yang saat ini masih terbiasa dengan sistem tradisional,  melakukan bercocok tanam secara turun temurun, diajak untuk melakukan perubahan.

Sebagai contoh, banyak dari petani yang lebih suka lahan sawah direndam air, padahal ada beberapa varietas yang sebetulnya tidak memerlukan lahan basah, bahkan mampu hidup pada lahan-lahan kering dengan produksi yang setara.

Kebiasaan lain, menggunakan pestisida dan pupuk yang berlebihan. Padahal cara semacam ini justru membuat unsur hara dan mineral tanah menjadi rusak serta membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk mengembalikannya daya dukung tanah.

Pemberian produk kimia pada tanaman secara tidak bijak juga membawa akibat tanaman menjadi lebih rentan terhadap virus dan penyakit. Kondisi demikian sudah terlihat dengan kian beragam penyakit pada tanaman. Hal ini juga membuat biaya produksi menjadi tidak ekonomis.

Tak hanya itu, untuk mengantisipasi El Nino selain menerapkan program perbaikan tanah yang lebih bijak, pengaturan pola tanam juga menjadi keharusan untuk memastikan tanaman bisa panen sesuai dengan harapan.

Pemerintah telah menyiapkan strategi terkait dengan potensi kerusakan tanaman akibat dampak El Nino dalam upaya mengamankan cadangan pangan ke depan.

Pola tanam dibagi menjadi tiga bagian, yakni pada Agustus yang akan dipanen pada November, kemudian penanaman pada September akan dipanen pada bulan Desember, dan penanaman Oktober untuk Januari 2024.

Dalam mewujudkan hal itu Kementerian Pertanian sudah menyiapkan petani, lokasi lahan, berikut jadwal penanamannya yang ditargetkan memiliki total luas di atas 500 ribu hektare.

Lahan itu tersebar di sepuluh provinsi yang terbagi menjadi enam provinsi utama dan empat provinsi pendukung dengan periode penanaman pada Agustus hingga Oktober 2023.

Adapun yang menjadi provinsi utama adalah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan provinsi pendukung yaitu Lampung, Banten, Kalimantan Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

Bernilai ekonomi

Akademisi peraih Kalpataru 2023 yang juga pegiat agrokonservasi, Nugroho Widiasmadi,  menjelaskan pemanfaatan pupuk dan pembasmi hama/ penyakit organik dan alami menjadi solusi untuk membuat lahan pertanian lebih bernilai ekonomi. Dengan penggunaan teknologi agrokonservasi akan mampu mengontrol daya dukung tanah dan anatomi tanaman untuk menghadapi iklim ekstrem.

Untuk perbaikan tanah pertanian bisa memanfaatkan pupuk organik untuk memberikan nutrisi alami dan memurnikan genetik terhadap tanah. Pemberian pupuk organik baik cair maupun padat mampu menghasilkan tanaman yang berstruktur kokoh (rigid) tidak mudah busuk (rusak) akibat kebanjiran, badai, atau bahkan kekeringan panjang.

Dengan standar kesehatan dan kesuburan tersebut tanah, maka tanah mampu mensuplai air dan nutrisi sepanjang musim oleh aktivasi mikroba. Seperti diketahui mikroba memiliki peran penting dalam rantai karbon seperti menguraikan bahan organik, fotosintesis, proses respirasi, pembentukan tanah, sumber daya energi, dan penyimpanan karbon.

Manfaat ini memiliki dampak yang signifikan terutama dalam hadapi iklim ekstrem. Dengan teknologi agrokonservasi ini merupakan salah satu upaya inovatif yang dapat meningkatkan hasil panen dua kali dan menekan biaya operasional 70 persen dan telah digunakan untuk mendukung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) oleh Bank Indonesia di hampir semua provinsi agar petani mandiri pupuk dan pakan serta lingkungan lestari.
Penerapan teknologi agrokonservasi, pada bawang merah di Pidie, Aceh, dapat membantu petani menghadapi tantangan iklim ekstrim seperti El Nino. Bahkan bawang merah bisa panen 18 ton per hektare.

Keberhasilan ini adalah bukti bahwa inovasi teknologi berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan dan lingkungan yang berkelanjutan.

Langkah-langkah seperti ini seharusnya menjadi inspirasi untuk investasi lebih lanjut dalam penelitian dan pengembangan teknologi pertanian yang berkelanjutan.

Dengan upaya bersama, maka petani dapat menghadapi tantangan iklim dan memastikan ketahanan pangan yang berkelanjutan di masa depan.

Oleh Ganet Dirgantara
Editor : Slamet Hadi Purnomo

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti