SANGATTA – Matahari mulai merangkak di langit Kutai Timur yang sedikit mendung ketika Subliansyah, 37 tahun, melihat kedua anaknya menuju tepi Sungai Tempakul di Kecamatan Bengalon, Kutai Timur.
Sebagaimana hari-hari biasa, kedua putranya mandi di pinggir kali selebar kurang lebih 20 meter tersebut. Berdiri tak terlalu jauh dari tepi sungai, Subliansyah sempat beberapa kali mengawasi mereka membersihkan badan.
Rabu, 3 Maret 2021, pukul 09.00 Wita, Subliansyah tercekat menyaksikan kejadian yang tak pernah ia bayangkan. Dalam sekejap mata, putranya yang bernama Dimas Mulkan Saputra, 8 tahun, diterkam seekor buaya. Ayah mana yang hanya diam melihat dengan mata kepala sendiri putranya diterkam. Subliansyah berlari sekencang-kencangnya. Teriakan Dimas masih sempat ia dengar.
Akan tetapi, kejadian itu secepat kilat. Ketika Subliansyah sampai di tepi sungai, tubuh Dimas sudah diseret ke dalam air oleh hewan reptil tersebut. Subliansyah terpekur dengan air mata yang mengucur deras. Ia sadar, kecil kemungkinan putra kesayangannya bisa terselamatkan.
“Cepat sekali kejadiannya. Saya tak sempat menyelamatkan,” tutur Subliansyah yang tinggal di Jalan Sungai Kacong, Desa Sepaso Selatan.
Seorang anggota Polisi Perairan dan Udara di Muara Bengalon, Efram, segera melaporkan peristiwa itu ke Sangatta. Dua jam kemudian, tim gabungan telah tiba di Bengalon. Pencarian Dimas melibatkan Tim SAR Kutai Timur, Polsek Bengalon, Rapi, Polairud Muara Bengalon, Tagana Kutim, dan Pos AL Lanal Bengalon. Tim pencari menyusuri sungai menggunakan speedboat dan beberapa perahu kecil bermesin tempel.
Sampai Rabu malam, Dimas dan buaya yang menerkamnya belum juga ditemukan. Kepala Kepolisian Sektor Bengalon, Ajun Komisaris Polisi Slamet Riyadi mengatakan, pencarian sepanjang Rabu sempat terkendala hujan. Walaupun demikian, katanya, tim berupaya semaksimal mungkin.
Pencarian dilanjutkan pada Kamis, 4 Maret 2021. Anasrullah, seorang pawang buaya yang ikut dalam pencairan menemukan buaya tersebut sekitar 100 meter dari lokasi kejadian. Pukul 01.30 Wita pada Kamis dini hari, kepala buaya ditombak dan dibiarkan hingga lemah.
“Pukul 05.00 Wita, buaya kembali ditombak dan diikat mulutnya,” jelas Komandan Rayon Militer Danramil Bengalon, Kapten Infanteri Sajani, kepada kontributor kaltimkece.id di Sangatta. Tim gabungan lalu memeriksa buaya pada pagi hari pukul 09.00 Wita. Buaya yang diperkirakan sudah melemah selanjutnya diseret ke darat bersama-sama warga sekitar. Perut buaya lalu dibelah.
Kepala Kepolisian Sektor Bengalon, Ajun Komisaris Polisi Slamet Riyadi, menjelaskan bahwa korban ditemukan di dalam perut buaya. Keluarga korban memastikan jenazah adalah Dimas. Atas permintaan keluarga, jenazah dibawa ke rumah duka sebelum dimakamkan.
AMUKAN BUAYA DI BENGALON
Kejadian yang menimpa Dimas hanya berselang 47 hari dari peristiwa yang sama di Kecamatan Bengalon. Pada 14 Januari 2021, Ardi, juga 8 tahun, diterkam hewan buas itu ketika berenang di Desa Sepaso Timur.
Tahun lalu, tepatnya pada 28 Februari 2020, seorang ibu rumah tangga bernama Salniah dilaporkan hilang saat mencuci pakaian di tepi Sungai Tempakul. Ibu dua anak itu diduga diterkam buaya.
Pada 10 Juli 2019, seorang pekerja ponton bernama Mansar alias Ullah, 30 tahun, juga diterkam buaya ketika sedang memperbaiki kapal. Jenazahnya ditemukan 500 meter dari lokasi kejadian di Sungai Bengalon.
Sungai Bengalon dan cabang-cabangnya adalah habitat buaya muara (Crocodylus porosus), biasa disebut buaya air asin. Buaya muara merupakan spesies terbesar dari semua reptil di bumi. Panjangnya bisa lebih dari 6 meter. Predator ini menyukai air keruh yang dalam dan gelap. Ia bisa ditemukan di perairan tawar, asin, tetapi paling sering di air payau atau setengah asin dan tawar.
Manusia sesungguhnya bukan makanan buaya muara. Jika reptil ini masih kecil, makanannya adalah serangga, amfibi, reptil kecil, penyu, dan ikan. Semakin besar tubuhnya, semakin besar mangsanya. Buaya muara dewasa bisa mengonsumsi rusa, babi, dan sejenisnya. Adapun buaya jantan besar tercatat mampu memangsa kerbau seberat 1 ton. Walaupun manusia bukan makanan mereka, buaya muara merupakan spesies terbanyak kedua dari keluarga buaya yang menyerang manusia setelah buaya Sungai Nil (Crocodylus niloticus), demikian jurnal Analisis Serangan Buaya Muara (Crocodylus porosus) di Indonesia melalui Eksplorasi Database CrocBITE Berbasiskan Citizen Science (2015).
Di Indonesia, buaya muara sebenarnya di ambang kepunahan akibat perburuan besar-besaran pada 1990-an. Statusnya saat ini satwa yang dilindungi. Berkurangnya populasi buaya muara diduga kuat karena penyusutan habitat alami, berkurangnya mangsa, serta aktivitas manusia di daerah jelajah buaya. (kk)
Artikel kaltimkece.id, jejaring mediakaltim.com