Catatan Rizal Effendi
SAYA lama tidak ke Bontang. Jalan daratnya dari Samarinda sudah mulus. Tapi saya ngeri, jalurnya sudah padat dan sering berselisihan dengan truk-truk besar. Ada yang mengangkut BBM, kelapa sawit, batu bara, dan berbagai barang lainnya. Mudah terjadi kecelakaan, meski di beberapa ruas lagi dilakukan pelebaran.
Gunung Menangis yang dulu jadi momok para pengendara tidak ekstrem lagi. Tanjakan terjal itu sudah dipangkas dan dilebarkan. Pantas Gubernur Awang Faroek Ishak waktu itu bilang: “Bukan gunung menangis lagi, sudah kita ubah menjadi Smiling Hill alias bukit tersenyum,” katanya setelah dilakukan pemangkasan dan penataan oleh Dinas PU Provinsi.
Dari cerita para sopir, bulu kuduk mereka berdiri jika melintas di ruas itu terutama malam hari. Mobil bisa mogok dan kerap terdengar seperti ada suara orang menangis. Itu sebabnya disebut “gunung menangis.”
Saya datang ke Bontang Sabtu (7/10) sore. Malamnya menghadiri penutupan Festival Media Digital dan penganugerahan Wartawan Legend Award yang berlangsung di Hotel Grand Mutiara. Lalu hari Minggu mengikuti plant tour ke kilang Badak NGL.
Sayang saya tak sempat bertemu Wali Kota Bontang Basri Rase. Dia teman saya. Waktu saya wali kota, dia masih wakil. Saat dia menjamu para wartawan di Pendopo Rumah Dinas Wali Kota, Jumat (6/10) malam, saya belum datang. Besoknya dia terbang ke Tarakan mengikuti kegiatan Asosiasi Pemerintah Kota (APEKSI) di sana.
Ada yang khas dari penampilan Basri. Ke mana-mana dia selalu mengenakan ikat kepala bernama udeng. Seperti yang dipakai lelaki Bali. “Ini udeng Bontang,” katanya menjelaskan. Dia mewajibkan semua pejabat mengenakannya baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat.
Bahan kain yang dibuat menjadi Udeng Bontang adalah batik khas Bontang. Salah satu motif yang terkenal adalah Batik Kuntul Perak. Burung kuntul perak (Ardea intermedia) adalah maskot fauna kota Bontang.
Diberi nama kuntul perak karena bulunya yang keperak-perakan. Dia sejenis burung bangau langka yang memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Karena itu menjadi salah satu jenis fauna yang dilindungi. Di salah satu sudut kota Bontang ada dibuat patung atau ornamen burung kuntul perak.
Burung kuntul perak hidup di perairan pesisir hutan bakau Bontang. Itu memang habitatnya. Ada yang lihat beberapa waktu lalu terbang di kawasan Guntung. Belakangan ini Guntung terkenal dengan kehadiran “buaya Riska,” yang selama 25 tahun hidup dengan Ambo, warga setempat. Kabarnya Ambo dan buayanya sama-sama murung karena dipisahkan. Sekarang buaya Riska dititipkan di penangkaran buaya Teritip, Balikpapan.
Pada malam penganugerahan Wartawan Legend Award, saya hanya bertemu dengan wakil wali kota, Ibu Najirah. Dia teman istri saya ketika sama-sama di Bank BCA Samarinda. Almarhum suaminya, Adi Darma teman akrab saya. Dia mantan wali Kota Bontang yang meninggal dunia karena serangan Covid-19. Dalam berbagai acara saya selalu bersama termasuk bermain tenis dan golf.
Setengah bercanda, Ibu Najirah menyentil saya. “Pak Rizal itu sering bermain golf dengan suami saya. Meski saya tidak tahu golfnya di mana,” katanya tersenyum. Yang mendengar jadi gerr. Ternyata ibu wakil wali kota pandai juga stand up dan me-roasting saya.
Sempat hadir di acara itu Danrem 091/ASN Brigjen TNI Yudhi Prasetyo, SIP didampingi Dandim 0908/Bontang Letkol Inf Priyo Handoyo. Yang menarik datang juga mantan wagub Hadi Mulyadi. Selain menerima penghargaan, dia menampilkan aksi nyanyi dan main drum habis-habisan. Plus sawernya. Sempat juga adu cerita humor dengan saya.
KESETIAAN WARTAWAN
Banyak pihak yang mengapresiasi digelarnya Festival Media Digital dan Wartawan Legend Award. Acara ini hasil kerja wartawan Charles Siahaan dan H Hamdani didukung Pemkot Bontang dan sejumlah mitra. Juga perhatian dari Kadis Kominfo Kaltim Muhammad Faisal, Kadis Kominfo Bontang Anwar Sadat, SP dan wartawan Nursalam, yang sekarang jadi anggota DPRD Bontang.
Basri Rase menyambut baik digelarnya acara ini. Dia juga mengaku berutang budi dengan wartawan dan media. “Terima kasih rekan-rekan media. Tanpa media tidak mungkin saya dikenal seperti sekarang,” katanya sesaat setelah menerima penghargaan “Wartawan Legend Award” bidang pemerintahan di kediamannya.
Hal yang sama diungkapkan Hadi Mulyadi. Dia bersama Gubernur Isran Noor dan HM Faisal menerima penghargaan kategori Kemerdekaan Pers Kaltim. Maklum atas kebijakannya, Kaltim menempati peringkat pertama Indeks Kebebasan Pers (IKP) secara nasional tahun 2022.
Putra Hadi, Muhammad Al Fatih yang dikenal sebagai penulis, sekarang juga sudah resmi jadi wartawan. “Jangan lupa undang Ibu Myrna Asnawati Safitri, deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Otorita IKN. Ayahnya, almarhum HM Fuad Arieph salah satu tokoh pers di Kaltim,” kata Hadi mengingatkan.
Saya berterima kasih dianugerahi “Wartawan Legend Award” kategori Loyalty Journalism atas kesetiaan saya menekuni dunia wartawan berpuluh tahun sejak sebelum menjadi wali kota sampai sesudah purnatugas. Karena itu saya sudah menerbitkan dua buku kumpulan tulisan saya berjudul “Bukan Pak Wali Lagi.”
“Kai hebat, abang Dafa, Defa, Dafin, Jena, dan Kylo bangga atas prestasi dan penghargaan yang diterima Kai,” kata cucu saya dari Balikpapan, Jogyakarta, dan Sentul, Bogor.
Yang tak kalah hebat, dua tokoh pers penerima penghargaan seumur hidup (Lifetime Appreciation Award) KH Sayid Alwi AS dan Ibrahim Konong (Iko). Soalnya mereka masih segar dengan usia di atas kepala 8. Meski tak bisa datang, Pak Alwy yang dulu pemimpin surat kabar Mimbar Masyarakat dan pernah menjadi anggota DPRD Kaltim dan pengurus MUI sempat menyapa dari kediamannya di Samarinda melalui koneksi zoom.
Wartawan lainnya yang menerima penghargaan adalah Haris Syamtah (kriminal dan hukum), Sa’adillah Hasbulah (olah raga), Sarkowi V Zahri (politik dan pemerintahan), Hamdani (budaya dan pariwisata), Intoniswan (ekonomi bisnis), AR Sjarifuddin Hs (Hankam), Misman RSU (Inspirative Environment Award/ Lingkungan) serta Nursalam (Special Jurnalism Award).
Penghargaan partisipasi dan mitra juga diberikan kepada Kapolda Kaltim, Kepala Basarnas Kaltim, PT Pertamina Hulu Sanga Sanga, PT Pertamina Patra Niaga, PT Berau Coal, PT Indominco Mandiri, Diskominfo Bontang, PT Pertamina Hulu Mahakam dan PT Bankaltimtara.
Charles sempat meminta pendapat saya apakah acara Wartawan Legend Award masih bisa dilanjutkan? Menurut saya tetap perlu. Saya menyarankan tahun depan pilihannya di Balikpapan, PPU atau di lokasi IKN. Kebetulan Presiden Jokowi juga menyarankan Hari Pers Nasional 9 Februari tahun 2024 di IKN Sepaku.
Selamat juga kepada Ketua PWI Kaltim Endro Surip Effendi, yang terpilih sebagai Wakil Komisi Kompetensi Wartawan dalam kepengurusan PWI Pusat yang baru masa bakti 2023-2028. Dalam kongres XXV PWI di Bandung, beberapa waktu lalu terpilih sebagai ketua umum, Hendry Ch Bangun menggantikan Atal S Depari.
“Banggalah menjadi wartawan, karena kita salah satu pilar demokrasi. Karena itu tetap teguh dan independen dalam membela kebenaran, keadilan dan demokrasi,” kata Pak Alwy penuh semangat.(Penulis wartawan senior Kalimantan Timur. Wali Kota Balikpapan dua periode 2011 – 2021)