spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Gim Online Sarana Rekreasi, jika Tak Dipantau Bisa Kecanduan dan Ganggu Psikis Anak

SAMARINDA – Jemari Idrus menari lincah di layar ponsel pintarnya saat matahari perlahan menyembul dari peraduan. Memainkan Mobile Legends sejak selepas magrib, remaja 17 tahun ini tenggelam dalam gim daring pemain jamak itu hingga tembus pagi.

Aktivitas tak biasa ini setiap hari dilakukannya ketika Mobile Legends memasuki season baru. Yang berarti perolehan peringkat sudah tinggi akan melorot ke level lebih rendah. Dalam sistem peringkat Mobile Legends, Mythical Glory adalah kasta tertinggi paling prestise.

Dari urutan terendah, ada Warrior, Elite, Master, Grand Master, Epic, Legend, Mythic, dan Mythical Glory. Sehingga para pemain berlomba memanjat hingga tembus ke level tertinggi.

Setiap tiga bulan, Moonton, pengembang gim ini, melakukan reset season. Memang tak mudah meraih puncak. Belum lagi ketika bermain solo. Sistem akan memasangkan dengan pemain pemula. Sehingga permainan jadi kacau dan level yang sudah cukup tinggi disapu dengan kekalahan berturut-turut. Ada jalan pintas dengan menggunakan jasa joki bayaran untuk bisa menggendong akun si pemain naik ke level yang diinginkan.

Idrus adalah satu dari sekian banyak remaja asal Samarinda yang candu terhadap gim buatan Tiongkok ini. Idrus menggeluti gim ini sejak empat tahun lalu. Bersama kawan-kawannya, ia beberapa kali memenangkan turnamen lokal.

Orangtuanya kerap memintanya berhenti bermain gim tersebut. Namun, ia terus tersedot di dalam keseruan gim yang dimainkan bersama sebayanya. Aktivitas bersekolah sempat terganggu namun akhirnya ia bisa lulus juga.

Idrus berharap bisa menjadi pemain Mobile Legends profesional. Namun untuk Samarinda saat ini menurutnya belum bisa terlalu berkembang. “Berharap ada investor yang mau membantu tim kami,” ucapnya.

Psikolog klinis asal Samarinda, Ayunda Ramadhani mengatakan bahwa gim daring sebenarnya sarana rekreasi anak. Namun akan menjadi masalah ketika tak dipantau. Sehingga kebablasan yang akhirnya kecanduan. Kalau sudah kecanduan, bisa jadi mengganggu sisi akademis, biologis, dan psikis anak. “Anak remaja memang masih kesulitan mengendalikan diri,” jelasnya.

Salah satu cara mengendalikannya dengan mengambil ponsel anak. Semisal selesai belajar, diberi waktu sekitar 30 menit sampai 1 jam untuk nonton YouTube atau main gim. Setelah itu, ponselnya diambil. “Jangan sampai saat anak sudah kecanduan malah anak yang disalahkan. Padahal orangtua sangat berperan,” ucapnya.

Jika orangtua sibuk bekerja, anak perlu dibuat kesepakatan dengan pendekatan demokratis negosiatif. Contohnya pakai surat perjanjian atau pernyataan sebagai komitmen. Sedangkan anak sekolah dasar, asisten rumah tangga mengambil ponsel ketika waktu yang disepakati telah habis kemudian berganti ke rekreasi fisik seperti monopoli, lego, squishy, dan lainnya. “Kalau telanjur negatif, maka perlu bantuan psikolog klinis,” paparnya.

Di sisi lain, aktivitas gim daring di Tanah Air telah mendapat naungan dari organisasi olahraga e-Sports di bawah KONI. Menurutnya, ini wadah positif menyalurkan kreativitas anak sehingga lebih terarah. Jika anak berminat jadi atlet, orangtua perlu memfasilitasi dengan memberikan gadget yang mumpuni dan didampingi.

Salah satu bentuk dukungan orangtua dengan mencarikan jalan supaya anak bisa jadi atlet gim daring atau pembuat konten profesional.

Kalau anak mau jadi atlet e-Sports tapi potensinya tak di situ, berarti orangtua harus mengarahkan. Bukan malah melarang. Biarkan anak mencoba. Ketika anak merasakan tak cocok di bidang itu maka peran orangtua memberikan alternatif. “Bisa konsultasikan ke psikolog untuk mengetes bakat minat anak,” paparnya.

Berkat perkembangan zaman, tak sedikit anak yang ingin meniru idolanya menjadi YouTuber ternama atau atlet e-Sports profesional. Tentu ini berbeda dengan cita-cita orangtua zaman dulu yang menginginkan anaknya bekerja menjadi aparatur sipil negara (ASN) atau karyawan di perusahaan besar.

Kalau hidup dari keluarga yang turun-temurun jadi ASN, tentu akan sulit melihat kesempatan atau sudut pandang profesi lain. Memang tak mudah. Tapi kalau dipaksa, anak rentan stres. “Harapan orangtua harus realistis. Sebab yang menjalani hidup itu anak,” ucapnya.

Pertentangan bisa terjadi lantaran orangtua belum memahami seluk-beluk e-Sports. Sama halnya dengan pekerjaan desain komunikasi visual yang dulu dianggap sebelah mata. Kini pada era digital sangat dibutuhkan. Orangtua harus mengikuti perkembangan digital.

Ayunda menyebut, jangan melihat media sosial dan gim dari sisi negatif saja. Secara algoritma, jika yang dicari konten negatif, maka yang muncul akan negatif semua. “Jangan salahkan platform, tapi penggunanya,” ulasnya.

Ketua Harian Pengprov e-Sports Indonesia (ESI) Kaltim Darwin Tandrin, mengatakan bahwa pengurus ESI Kaltim baru terbentuk hampir setahun. Program kerja yang dirancang terpaksa ditunda karena terhalang pandemi. ESI merupakan wadah bagi pemain gim. Tak hanya membentuk prestasi, tapi juga nilai kebangsaan dan kedisiplinan para pemain.

Ia mengakui stigma negatif gim memang masih melekat di masyarakat kalangan akar rumput. Namun jika dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, perkembangan teknologi seperti ini tak boleh dilewatkan.

Darwin mengaku akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim bahwa e-Sports tak semata permainan yang menghabiskan waktu. ESI Kaltim ingin bersinergi mengikuti perkembangan digital.

Gim daring, semisal Mobile Legends (ML), bukanlah permainan ecek-ecek. Untuk pendaftaran turnamen Mobile Legends: Bang Bang Profesional League (MPL) pada season 4 lalu saja, Moonton, pengembang gim ini, memungut tarif Rp 15 miliar per tim.

Tak sedikit pula remaja yang memainkan Mobile Legends dan disiarkan ke YouTube menuai kesuksesan. Sebut saja Jess No Limit, Dyland Pros, dan Brandon Kent yang bisa memiliki mobil mewah dari kesehariannya bermain gim.

Darwin menyebut, potensi atlet e-Sports Kaltim sangat besar. Bahkan sudah ada pemain yang go international. Kantor ESI Kaltim di Jalan Pelita Samarinda itu akan dijadikannya wadah pembinaan bibit atlet e-Sports dari berbagai daerah di Kaltim.

Di sana akan disediakan tempat tinggal, perangkat yang memadai, makanan yang ditanggung penuh, dan kebutuhan bulanan lainnya. “Pasti saya tanggung semua supaya mereka bisa fokus. Jadi enggak mikir lagi kalau lapar mau makan apa,” ujarnya. (kk)

 Artikel dari kaltimkece.id, jaringan mediakaltim.com

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti