spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Lalu Lalang Merusak Jalan, Truk Tambang Dicegat Warga, Jatam Sebut Penegak Hukum Dipermainkan Mafia Tambang

SAMARINDA – Adji Rully bergegas menuju tepi jalan ketika melihat sebuah truk dari kejauhan. Sudah setengah hari, mantan ketua RT itu menunggu angkutan batu bara di sebuah kedai kopi. Kendaraan roda enam ini biasa mondar-mandir di jalan lingkungan sejak sebulan terakhir. Begitu truk bercat kuning-hijau itu mendekat, Rully segera menghentikannya. Tak lupa ia hidupkan kamera telepon pintarnya.

Senin, 1 Februari 2021, di Jalan Usaha Tani, Kelurahan Mangkurawang, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Rully bersama sejumlah warga merekam dan menyiarkan langsung pencegatan itu di media sosial. Rully bertanya tujuan truk. Sopir yang mengenakan masker menjawab, “Batu bara ini dibawa dari Desa Sepontan ke Loa Tebu.”

Sopir tak menjelaskan alasan melintas di jalan lingkungan warga. “Tanya saja Taufik,” katanya. Tidak diketahui siapa Taufik yang dimaksud. Selesai bertanya, Rully memanjat bak truk untuk merekam muatan batu bara. Warga kemudian melepaskan truk tersebut.

Jalan Usaha Tani adalah satu-satunya akses menuju Pasar Induk Mangkurawang. Jalur tersebut juga menghubungkan sembilan desa terdekat dan dua kecamatan yakni Sebulu dan Muara Kaman. Rully mengatakan, pencegatan truk pengangkut emas hitam itu sudah mendapat restu lurah dan ketua RT setempat. Menurut Rully, izin diberikan asalkan warga tidak berbuat kasar kepada sopir.

“Saya sengaja videokan agar tidak ada rekayasa,” sambung Rully. Tindakan itu disebut murni inisiatif warga yang resah. Masalahnya, baru sebulan ini jalan lingkungan mereka dijajah truk pengangkut batu bara. Aktivitas hauling menyebabkan sejumlah titik rusak dan berlubang. “Kalau tak ada tindakan tegas, mungkin tak hanya warga sekitar yang dirugikan tapi masyarakat Tenggarong,” urainya.

Desa Sepontan, masih di Kecamatan Tenggarong, disebut sopir truk tadi sebagai asal batu bara. Sepengetahuan Rully, tidak ada aktivitas tambang di wilayah tersebut selain PT Tanito Harum. Perusahaan ini tak beroperasi sejak 2019 karena izinnya berakhir, sebagaimana catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. “Kemungkinan (truk pengangkut) dari tambang ilegal,” kata Rully.

Ditemui terpisah, Lurah Mangkurawang Nuzul Hidayat mengatakan, warga dan ketua RT setempat telah melaporkan persoalan tersebut. Ia pun mengizinkan warga menghentikan truk dan melarang dilintasi lagi.

“Itu ‘kan bukan jalan hauling,” sebutnya. Nuzul telah berkoordinasi dengan ketua RT untuk mencari pihak yang bertanggung jawab. Andaikata memang ada tambang yang beroperasi di Mangkurawang, Nuzul berkata, “Seharusnya perusahaan berkoordinasi dengan kami.”

Pada Rabu, 10 Februari 2021, media ini melintasi Jalan Kramajaya yang bersimpangan dengan Jalan Usaha Tani. Tiga truk kuning berjejer rapi di tepi jalan, sekitar 500 meter dari Pasar Induk Mangkurawang. Di dalam truk itu, seorang sopir memainkan telepon genggamnya.

Lelaki yang mengaku berusia 47 tahun itu membawa batu bara dan peralatan proyek setiap hari. Batu bara tersebut diangkut dari Desa Sepontan menuju Loa Tebu. Ia enggan memaparkan orang yang menyuruh. Sopir itu juga tidak tahu persis tambang tersebut legal atau tidak. “Yang jelas, seminggu ini tidak beroperasi karena ada razia dari polisi,” jelasnya.

Dikonfirmasi di Samarinda, Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, Azwar Busra, mengaku belum menerima berita tersebut secara tertulis. Secara internal, masalah ini masih dikoordinasikan dengan inspektur tambang. Azwar mengatakan, belum mengetahui detail angkutan batu bara karena di luar konsesi tambang. “Kalau di perkampungan seperti itu, tak ada lagi kewenangan kami. Apalagi jika batu bara yang bukan dari konsesi legal,” jelasnya, Kamis, 11 Februari 2021.

Azwar menambahkan, Dinas ESDM Kaltim tak bisa menindak kasus tersebut. Dinas hanya menangani izin usaha pertambangan legal. Jika batu bara bersumber dari pihak yang tak diketahui, maka perkara pidana. “Tapi dalam kasus ini, kami belum tahu apa yang terjadi,” paparnya.

Masyarakat bisa saja melapor ke polisi, kata Azwar. Akan tetapi, lebih bagus jika mengecek terlebih dahulu ke Dinas ESDM Kaltim atau langsung ke Kementerian ESDM. “Supaya kami bisa memperlihatkan konsesi tersebut legal atau tidak,” tuturnya.

Pelanggaran Peraturan Daerah
Angkutan batu bara telah dilarang melintasi jalan umum di Kaltim sejak sembilan tahun silam. Demikian Peraturan Daerah 10/2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus untuk Kegiatan Pengangkutan Batu Bara dan Kelapa Sawit. Pasal 19 beleid tersebut berbunyi, “Setiap orang atau badan usaha yang secara melawan hukum melakukan kegiatan pengangkutan hasil tambang melalui jalan umum dipidana dengan pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.”

Meskipun telah dilarang, nyatanya, masih banyak ditemukan jalan umum yang difungsikan sebagai jalur hauling. Anggota Komisi III DPRD Kaltim, Muhammad Adam, meyakini bahwa peristiwa di Mangkurawang, Kukar, banyak ditemukan di sepenjuru di Kaltim. Ia pun menyayangkan kewenangan Dinas ESDM Kaltim yang telah ditarik pemerintah pusat sebagaimana revisi UU Minerba (UU 3/2020). Padahal, permasalahan ini benar-benar di depan mata masyarakat Kaltim.

Menurut Adam, meskipun pemerintah pusat telah mengambil kewenangan, laporan masyarakat tak boleh diabaikan Pemprov Kaltim. “Kalau ada seperti itu, pasti ilegal karena Kaltim punya perda hauling. Tak semua jalan provinsi dan kabupaten/kota bisa dilalui angkutan tambang dan sawit,” tegasnya.

Adam berharap, penegak hukum bergerak menindaklanjuti kasus di Mangkurawang. Menurutnya, kejadian ini pasti merugikan masyarakat. Adalah wajar manakala warga memblokir jalan karena perda hauling berlaku sejak lama. “Dalam perda tersebut, perusahaan wajib membuat jalan sendiri untuk mengangkut. Kalau masyarakat menuntut, itu sah-sah saja,” tuturnya.

Dipermainkan Mafia Tambang
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang, menilai bahwa pemerintah daerah dan penegak hukum sudah kecolongan dan dipermainkan mafia tambang. Menurutnya, praktik seperti ini sudah terjadi sejak Maret tahun lalu. Momen pandemi dimanfaatkan untuk menggarong aset negara. “Sayangnya, belum ada terobosan untuk menindak tambang ilegal,” sebutnya.

Rupang menambahkan, meskipun kewenangan penerbitan, pencabutan, dan perpanjangan tambang sudah ditarik pemerintah pusat, Dinas ESDM Kaltim masih berwenang menindak kejahatan lingkungan dari tambang ilegal. Warga juga berhak menyetop aktivitas truk pengangkut batu bara yang melintasi jalan lingkungan. Hak itu diatur dalam Pasal 66 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bahwasanya, “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”  “Masalahnya, pelanggaran perda yang terus dibiarkan akan menimbulkan kemuakan masyarakat,” ingat Rupang. (*)

Artikel dari kaltimkece.id, jaringan mediakaltim.com

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img