JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) siap mengucurkan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor tahun ini. Besaran potongan pajak diberikan bertahap mulai Maret hingga Desember 2021. “Mengambil momentum pemulihan ekonomi, pemerintah menyiapkan kebijakan insentif penurunan tarif PPnBM,” demikian keterangan tertulis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu (13/2).
Diskon pajak sebesar 100 persen dari tarif normal akan diberikan pada tiga bulan pertama, kemudian 50 persen dari tarif normal pada tiga bulan berikutnya, dan 25 persen dari tarif normal pada tahap ketiga untuk empat bulan.
Kemenkeumenerangkan keputusan itu diambil setelah dilakukan koordinasi antarkementerian dan diputuskan dalam rapat kabinet terbatas. Besaran diskon pajak akan dievaluasi efektivitasnya setiap tiga bulan. Jika dirinci, diskon pajak itu diberikan untuk kendaraan bermotor segmen kurang atau sama dengan 1.500 cc kategori sedan dan 4×2.
Segmen tersebut dipilih karena merupakan segmen yang diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki penbelian di dalam negeri (local purchase) di atas 70 persen. Kebijakan diskon pajak ini nantinya menggunakan PPnBM yang ditanggung pemerintah.
Selanjutnya, Menkeu Sri Mulyani akan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait diskon pajak itu dan ditargetkan akan mulai diberlakukan pada Maret 2021.
Kemenkeu menyatakan pemberian diskon pajak itu didukung Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong kredit pembelian kendaraan bermotor, melalui pengaturan uang muka nol persen dan penurunan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) Kredit.
Sinergi kebijakan itu diharapkan dapat disambut positif oleh para produsen dan diler penjual untuk memberikan skema penjualan yang menarik agar potensi dampaknya semakin optimal.
Selain itu, kebijakan ini diharapkan mampu mengungkit kembali penjualan kendaraan mobil penumpang yang mulai bangkit sejak Juli 2020. Diskon pajak ini juga disebut berpotensi meningkatkan utilitas kapasitas produksi otomotif, mengungkit gairah Konsumsi Rumah Tangga kelas menengah dan menjaga momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi yang telah semakin nyata.
Sementara itu, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, langkah ini sebagai bentuk dukungan dari usulan Kemenperin yang menginginkan adanya relaksasi untuk sektor otomotif. Relaksasi PPnBM kata dia, akan memulihkan sektor otomotif dari tekanan pandemi Covid-19, sekaligus menarik investasi pada sektor tersebut.
Dengan skenario bertahap itu, maka diperkirakan terjadi peningkatan produksi sektor otomotif mencapai 81.752 unit. Relaksasi juga akan menambah pemasukan negara Rp 1,4 triliun, sehingga terjadi surplus penerimaan Rp 1,62 triliun.
Tak hanya itu, pemerintah akan membebaskan PPnBM untuk mobil listrik (Battery Electric Vehicle/BEV). Hal itu sebagai upaya pemerintah menurunkan emisi gas buang dari kendaraan bermotor serta menarik lebih banyak investasi pada sektor industri tersebut.
Revisi PP No 73/2019 itu akan mengakselerasi pengurangan emisi karbon yang diperkirakan akan mencapai 4,6 juta ton CO2 pada 2035. “Ini akan memberikan dampak positif, di antaranya Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai atau BEV menjadi satu satunya yang mendapatkan preferensi maksimal PPNBM 0 persen. Selain itu, usulan tarif PPNBM untuk PHEV sebesar 5 persen sejalan dengan prinsip semakin tinggi emisi CO2, maka tarif PPnBM semakin tinggi nilai PPNBM-nya,” sebut ketum Golkar itu.
Pemulihan industri otomotif tentu akan membawa multiplier effect bagi industri turunannya. Sebab, industri otomotif memiliki keterkaitan dengan industri lainnya, dengan kontribusi industri bahan baku sekitar 59 persen dalam industri otomotif. Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dan kontribusi PDB sebesar Rp 700 triliun. (net/red)