YOGYAKARTA – Komunitas Independen Sadar Pemilu (KISP) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera merumuskan aturan yang lebih jelas mengenai tempat-tempat pendidikan yang dapat digunakan untuk kampanye politik pada Pemilu 2024.
Koordinator Umum KISP, Moch Edward Trias Pahlevi, berbicara tentang perlunya definisi yang lebih tegas mengenai tempat pendidikan yang diperbolehkan digunakan untuk kampanye politik.
Dia menyatakan keprihatinannya terkait kemungkinan dampak negatif dari kebijakan yang tidak cukup terperinci, terutama jika tempat pendidikan mencakup sekolah dasar, menengah, dan atas.
“Sekolah sebagai tempat kampanye dapat memengaruhi proses belajar-mengajar dan pandangan siswa terhadap politik. Karena secara psikologi, mereka mungkin belum siap untuk memahami politik dengan baik,” kata Edward.
Menurut Edward, pendidikan politik yang lebih baik untuk siswa adalah dengan mengajarkan bahwa politik adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya kampanye ajakan memilih.
Edward juga menyatakan keprihatinannya bahwa kebijakan ini dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam kompetisi politik, di mana petahana mungkin lebih mudah mendapatkan akses ke fasilitas pendidikan karena keterkaitan program-program tertentu dengan sekolah. Dia mendesak KPU untuk melakukan tinjauan ulang terhadap kebijakan tersebut.
Dia juga mencatat bahwa dalam beberapa negara demokrasi lain, kampanye politik di lingkungan pendidikan adalah hal yang biasa. Contohnya, di Amerika Serikat (AS), debat kandidat sering diadakan di kampus selama pemilihan presiden.
Namun, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan kampanye di tempat pendidikan perlu diawasi dengan cermat agar tidak menimbulkan dampak negatif. Edward menekankan perlunya peraturan yang lebih rinci mengenai cara kampanye dapat dilakukan di tempat pendidikan.
Dalam rekomendasinya, KISP mendorong kebijakan kampanye di lingkungan pendidikan untuk lebih fokus pada dialog antara calon anggota legislatif, partai politik, dan calon kepala daerah, bukan hanya capres/cawapres. Mereka juga menginginkan ruang untuk perdebatan substantif dalam lingkungan akademis perguruan tinggi.
Perlu diingat bahwa MK telah merevisi Pasal 280 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), yang memungkinkan penggunaan fasilitas pendidikan untuk kampanye politik dengan izin dan tanpa atribut kampanye pemilu. (ant)
Editor: Agus Susanto