JAKARTA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk merevisi aturan kampanye. Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan, termasuk sekolah dan kampus.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menegaskan bahwa aturan kampanye yang perlu direvisi adalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
“Lebih bagus PKPU-nya yang direvisi supaya jelas di mana boleh, tidak boleh, dan metode apa yang boleh atau tidak,” ucap Bagja saat ditemui di Gedung Bawaslu RI, Jakarta.
Bagja menambahkan, KPU perlu mengatur dengan detail mengenai fasilitas pemerintah dan pendidikan yang dapat digunakan untuk kampanye. Ia memberikan contoh, seperti apakah Istana Negara dan balai kota termasuk dalam fasilitas pemerintah yang boleh digunakan untuk kampanye.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran terhadap kemungkinan wali kota yang berkampanye di balai kota meskipun tanpa menggunakan atribut kampanye. Selain itu, Bagja menekankan pentingnya KPU mengatur apakah kampanye di fasilitas pendidikan, seperti TK, SD, dan SMP, diperbolehkan mengingat siswa di tingkat tersebut belum memasuki usia pemilih.
Lebih lanjut, Bagja menyoroti pentingnya KPU mengatur metode kampanye yang diperbolehkan di fasilitas-fasilitas tersebut. Sebagai contoh, apakah partai politik diperbolehkan mengadakan rapat umum di kampus. “Kalau rapat umum, terbayang di kampus ada rapat umum partai, apalagi kampus negeri. Boleh atau tidak? Makanya kami harus bicara masalah teknis detail,” tuturnya.
Sebagai informasi, pada Selasa, 15 Agustus, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan yang memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan asalkan tanpa menggunakan atribut kampanye. Hal ini tertuang dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023. (ant/MK)
Editor: Agus Susanto