PPU – Eksekutif dan legislatif telah menyepakati rancangan peraturan daerah (Raperda) yang masuk dalam program legislatif daerah (prolegda) 2023. Mayoritas Raperda yang akan dilahirkan tahun ini berkaitan dengan penguatan regulasi penyelenggaraan pelayanan pemerintah terhadap publik.
Kepala Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD PPU, Sudirman menyebutkan tahun ini ada 7 Raperda yang telah ditetapkan. Ada 3 di antaranya merupakan usulan dari DPRD PPUm 4 sisanya merupakan usulan dari Pemkab PPU.
“Terdapat 7 Perda yang akan diajukan agar dapat dibahas dalam Pansus (panitia khusus). Yaitu 3 perda insiatif DPRD dan 4 dari Pemerintah Kabupaten,” ungka Sudirman pada Selasa (15/8/2023).
Dari inisiatif legislatif ialah Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidayaan Ikan dan Petambak Garam. Lalu Raperda tentang Zonasi Nilai Tanah di Kabupaten PPU. Kemudian Raperda tentang Penanaman Modal.
“Awalnya kami targetkan ada 10 Raperda yang akan masuk ke Prolegda. 4 dari DPRD dan 6 dari Pemkab PPU. Tapi dari hasil rapat, disepakati hanya 7,” sebutnya.
Sementara inisiatif dari Pemkab PPU, Raperda tentang Penyelenggaraan Perpustakaan; Raperda tentang Penanggulangan Bencana Daerah; Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; Raperda tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Pembentukan Perangkat Daerah.
“Selanjutnya kami bentuk 2 pansus, dengan masa kerja 3 bulan, dengan opsi perpanjangan. Kami targetkan selesai dalam waktu secepatnya,” tegas Sudirman.
Untuk diketahui, kesepakatan Prolegda ini telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna, Sabtu (12/8/2023) lalu. Baik Pemkab PPU dan seluruh Fraksi di DPRD PPU telah menymapaikan padangannya dalam agenda tersebut.
Bupati PPU Hamdam Pongrewa mengungkapkan secara umum Raperda yang akan dibahas tahun ini memiliki urgensi untuk segera diterbitkan regulasinya. Salah satunya soal Raperda ini mengatur perubahan kedua atas peraturan daerah nomor 3 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah.
Raperda ini berkaitan erat dengan peningkatan pelayanan terkait perizinan dan penanaman modal. Pun atas terbitnya PP 6/2021 tentang penyelenggaraan perizinan dan perizinan berusaha, yang menjadi rujukan penyelenggaraan perizinan secara nasional di daerah.
“Peraturan ini memberikan arah lebih lanjut tentang tugas dan fungsi dari DPMPTSP. Terutama bab ketentuan penutup dalam Pasal 38 ayat (1) Peraturan pemerintah tersebut,” jelasnya.
Adapun ketentuan Pasal 18 dan pasal 40 dalam peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang perangkat daerah. Menjelaskan tentang variable dan tata cara skoring untuk menetapkan tipologi bagi perangkat daerah di pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
“Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan pasal 38 ayat 1 dalam peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah. DPMPTSP seharusnya tidak lagi berbentuk tipologi. Sehingga tipologi pada perangkat daerah tersebut harus dihapus karena sudah tidak relevan dengan peraturan yang ada,” lanjutnya.
Ada lagi Raperda tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana, Hamdam menerangkan perlunya penguatan manajemen yang berdasar pada pelaksanaan UU 24/2007 tentang penanggulangan bencana dan PP 21/2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana dan peraturan kebencanaan lainnya.
“Hal ini dibutuhkan mengingat wilayah Kabupaten PPU secara geografis, hidrologis dan klimatologis sangat memungkinkan terjadi berbagai bencana,” ucapnya.
Kondisi alam seperti itu dapat menimbulkan risiko bencana yang tinggi. Hamdam menyebutkan pula sebagian besar wilayah PPU berada dalam kawasan rawan bencana.
Memang benar, mulai dari ancaman banjir, kekeringan, gelombang pasang atau abrasi, tanah longsor, gempa. Termasuk pula kebakaran hutan dan lahan serta angin puting beliung bahkan termasuk tsunami.
“Walaupun bencana berskala besar tersebut mungkin masih dianggap jauh dari terjadinya di daerah kita, namun potensi bencana apapun akan selalu ada. Sehingga kesiapsiagaan adalah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk melindungi warganya secara maksimal untuk menghindari resiko yang lebih besar terhadap kejadian bencana, ” bebernya.
Sementara untuk Raperda tentang penyelenggaraan perpustakaan, menurutnya regulasi ini disusun dengan didasarkan pada pemahaman akan permasalahan yang dihadapi. Bahwa penyelenggaraan perpustakaan belum berjalan maksimal, karena banyak hal yang berhubungan dengan masalah dukungan regulasi.
“Semoga Raperda tersebut dapat menjadi pedoman hukum, yang memberikan manfaat langsung atau tidak langsung dalam pelaksanaan pemerintahan daerah, pembangunan serta pelayanan publik kepada masyarakat di Kabupaten PPU,” tutup Hamdam. (sbk)
Pewarta : Nur Robbi, Editor : Nicha Ratnasari