JAKARTA – Mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, bersaksi bahwa dirinya pernah didatangi oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, saat jeda rapat pleno terbuka KPU RI. Dalam kesempatan itu, Hasto kembali mengajukan usulan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku.
Kesaksian ini disampaikan Wahyu dalam sidang kasus dugaan suap terkait pengurusan PAW untuk Harun Masiku dan upaya perintangan penyidikan, dengan terdakwa Hasto Kristiyanto, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (17/4/2025).
Dalam persidangan, Jaksa bertanya kepada Wahyu apakah pernah bertemu dengan Hasto Kristiyanto.”Kemudian, di dalam keterangannya saudara menyebutkan bahwa terdakwa sempat menemui saudara saksi?” tanya Jaksa
“Betul,” jawab Wahyu.
Ia kemudian menjelaskan bahwa pertemuan itu terjadi saat istirahat rapat pleno di kantor KPU.
“Jadi Pak Hasto menemui saya, itu pada saat istirahat rapat pleno terbuka di KPU RI. Pada waktu itu setelah istirahat, kebetulan saya perokok pak, jadi ruangan saya memang ruangan untuk merokok. Dan pada waktu itu tidak hanya Pak Hasto di ruangan saya. Tapi banyak petinggi-petinggi partai lain yang merokok juga,” jelas Wahyu.
Ia menambahkan bahwa permintaan dari Hasto terkait PAW Harun Masiku juga telah disampaikan secara terbuka di dalam rapat pleno.
“Dan permohonan Pak Hasto untuk mengganti calon terpilih itu juga disampaikan secara terbuka di rapat pleno KPU RI. Jadi pengertian permohonan Pak Hasto untuk mengganti calon terpilih itu disampaikan di rapat pleno, kemudian dibicarakan lagi dengan saya di ruangan saya bersama orang-orang lain sambil merokok bersama,” imbuhnya.
Wahyu menyebut peristiwa itu terjadi pada 31 Agustus 2019. Jaksa kemudian bertanya tentang tanggapan Wahyu atas permintaan tersebut.
“Nah apakah kemudian dengan penyampaian itu terdakwa berkeinginan bahwa apa yang disampaikan itu akan diakomodir oleh saudara saksi selaku komisioner KPU?” tanya jaksa.
Menjawab pertanyaan itu, Wahyu menegaskan bahwa KPU hanya bisa mengakomodasi usulan dari PDIP untuk Dapil Kalimantan Barat 1, dan bukan untuk Harun Masiku yang berasal dari Dapil Sumatra Selatan 1.
“Pada saat saya berdiskusi dengan Pak Hasto di ruangan saya sambil merokok, yang juga ada orang lain juga, saya menyampaikan, ‘Pak Hasto, untuk 2 usulan PDIP di dapil Sumsel 1 dan di dapil Kalbar, yang bisa diakomodir oleh KPU adalah Dapil Kalbar 1’ kenapa bisa diakomodir? karena memang memenuhi syarat, yang memperoleh suara terbanyak itu mengundurkan diri,” ujar Wahyu.
“Maka berdasarkan peraturan perundang-undangan, apabila ada calon mengundurkan diri, maka penggantinya adalah perolehan suara terbesar berikutnya, tetapi untuk Dapil Sumsel 1, tidak bisa kita akomodir. Jadi pada saat rapat pleno terbuka itu, dari 2 permintaan PDIP, yang dapat diakomodir oleh KPU melalui ketetapannya hanya 1 di Dapil Kalbar,” tambahnya.
Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hasto telah menghalangi penyidikan terkait dugaan suap Harun Masiku yang hingga kini masih buron sejak 2020.
“Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata Jaksa saat membacakan dakwaan di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Tak hanya itu, Hasto juga didakwa memberikan suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan demi memuluskan proses PAW Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019–2024. Menurut jaksa, uang tersebut diberikan bersama-sama oleh Hasto, Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
“Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” jelas jaksa dalam persidangan, Jumat (14/3).
Dalam perkara ini, Donny telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih buron hingga kini.
Pewarta : M Adi Fajri
Editor : Nicha R