NUSANTARA – Kemerdekaan Republik Indonesia ke 79 tahun kali ini diwarnai berbagai polemik akibat permasalahan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terus dikebut.
Greenpeace Indonesia bersama berbagai kelompok masyarakat turut menggelar upacara di Teluk Balikpapan, tepat di bawah Jembatan Pulau Balang yang baru saja diresmikan.
Dalam kesempatan tersebut, juga ditandai dengan pemasangan spanduk merah besar bertuliskan “Indonesia Is Not For Sale, Merdeka!”.
Ketua Tim Kampanye Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengatakan permintaan maaf Presiden RI, Joko Widodo di pidato kenegaraan, Jumat (16/8/2024) kemarin, tidak ada artinya. Menurutnya, setelah hampir satu dekade kepemimpinannya membawa Indonesia jauh dari cita-cita kemerdekaan.
“Di akhir jabatannya, justru Jokowi mewariskan berbagai pemasalahan tidak adilan,” ungkap Arie dalam keterangan resminya, Sabtu (17/08/2024).
IKN salah satu proyek serampangan dan ugal-ugalan yang merampas hak masyarakat adat dan juga lokal. Namun, memberikan perlakuan berbeda pada investor di Nusantara.
“Investor diberi karpet merah, ibarat mengobral negara ini dengan memberikan izin penguasaan lahan hingga 190 tahun. Sudah pasti, segala bentuk pembangunan lahan untuk IKN memperparah krisis iklim yang terjadi di Indonesia.” tegas Arie.
Sejalan dengan Arie, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Timur, Fathur Roziqin Fen menegaskan bahwa IKN merupakan paripurna dari ilusi kemegahan dalam perayaan Kemerdekaan 79 tahun.
“Kebanggaan nasionalisme dan kebangsaan kita dijebak pada kemegahan infrastruktur semata,” ungkapnya.
Kenyataannya di lapangan, Fen–sapaan akrabnya, menemukan berbagai konflik agraria, dampak ekologi, hingga kriminalisasi yang dikaburkan. Proyek ini juga melahirkan “silent victims” seperti Orangutan, Bekantan, Pesut dan keragaman hayati lainnya.
“Habitat dan eksistensinya di Teluk Balikpapan terancam, namun tak bisa bersuara,” terangnya.
Begitu pun dengan Direktur Eksekutif Pokja Pesisir, Mappaselle mengatakan kebijakan ini semakin menandakan masyarakat pesisir belum merdeka. Terutama dalam mengelola wilayah pesisir dan lautnya sendiri
Mappaselle menyebutkan berbagai flora dan fauna disekitar pesisir dan pulau-pulau kecil dikorbankan untuk pembangunan oligarki.
“Kebijakan ini menjadi ironi di kemerdekaan Indonesia ke 79 tahun,” tambahnya.
Juru Kampanye Trend Asia, Meike Inda Erlina menyayangkan dibalik pembangunan yang megah, diakhir masa jabatannya, Joko widodo meninggalkan beban yang cukup banyak. Di antaranya beban ekonomi dan beban kerusakan ekologis kepada rakyat.
“APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) seharusnya diinvestasikan untuk kepentingan mendesak dan keseahteraan rakyat, bukan malah dihambur demi proyek yang semakin menyengsarakan rakyat,” ungkapnya.
Dari hasil temuan laporan “Ibu Kota Untuk Siapa?”, Mieke jelaskan koalisi #BersihkanIndonesia temukan indikasi penerima keuntungan dari proyek ini hanya elit politik yang tergabung dengan pemerintahan.
Untuk Diketahui, upacara ini diselenggarakan Koalisi Tanah Untuk Rakyat (Titura), terdiri dari Warga korban proyek IKN, WWalhi Kaltim, Jatam Kaltim, Pokja 30, Fraksi Rakyat Indonesia (FRI), LBH Kaltim, Pokja Pesisir Balikpapan, PBH Peradi, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, YLBHI, Eknas Walhi, PBHI.
Dikonfirmasi melalui narahubung Greenpeace Indonesia, upacara tersebut mendapatkan represi dan berujung penangkapan beberapa anggota yang terlibat dalam upacara tersebut. “Benar, sedang dibawa ke Polres PPU,” tandasnya.
Penulis: Nelly Agustina
Editor : Nicha R