Catatan Rizal Effendi
WAKTU masih aktif sebagai wali kota, setiap tanggal 15 Juni saya menyiapkan tiga kue istimewa. Satu saya kirim kepada Ketua DPRD, yang saat itu dijabat Andi Burhanuddin Solong (ABS). Satu lagi kepada Zainal Muttaqin (ZAM), wartawan senior pendamping Pak Dahlan Iskan. Dan satunya lagi paling sangat istimewa kepada istri saya, Arita atau lengkapnya Hajjah Yohana Palupi Arita.
Kebetulan hari ulang tahun ketiga orang itu sama tanggalnya. Ya 15 Juni. Tahun 2022 ini, ABS berulang tahun ke-65. Sedang Pak ZAM dan istri saya sama-sama merayakan HUT ke-61. Adakalanya mereka saling mengucapkan selamat karena sama-sama ingat waktunya bersamaan.
Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, ketiga orang itu sangat berjasa buat saya. Karena itu, seraya mengucapkan selamat ulang tahun, saya berdoa ketiga orang penting itu diberi umur panjang, sehat, dan tetap sukses dalam menjalani hari-hari ke depan. “Allahumma inna nas aluka tuulil umur bithoo ‘ati wahtim lanaa bil ‘amalis sholihah.” (Ya Allah, kami memohon kepada-Mu umur yang panjang, yang selalu digunakan untuk ketaatan dan akhirilah umur kami dengan melakukan perbuatan yang baik)
Saya tak bisa melupakan gaya ABS memimpin Dewan. Terutama kalau menutup acara dengan ucapannya yang menggelegar, “Aku adalah Rakyat, Rakyat adalah Aku.” Dia sangat hapal dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Jadi kalau rapat RDP dengannya, kita harus benar-benar siap. Itu melatih saya selalu mengikuti regulasi yang berkembang.
Dengan ABS, saya juga harus latihan kesabaran walau terkadang kesal juga. Tapi saya tak boleh terpancing dengan gaya temperamentalnya. Saya belajar ini dengan pendahulu saya, Pak Imdaad Hamid. Beliau menghadapi ABS selalu tenang, sehingga tak pernah bentrok. Malah sebaliknya ABS yang akhirnya banyak mengalah.
ABS juga seniman. Dia jago berpuisi. Suaranya bisa memecahkan bumi. Pernah tampil di Taman Ismail Marzuki (TIM). Karena itu dia sangat perhatian dengan teman-teman seniman. Itu sebabnya dia bersahabat dengan pengusaha H Karmin, yang sekarang juga ketua Dewan Kesenian Balikpapan.
Selain ketua DPRD dua periode (2004-2009/2009-2014), ABS juga sempat memimpin Golkar Balikpapan cukup lama. Juga sukses. Lalu dia sempat menjadi anggota DPRD Kaltim dan mencalonkan diri dalam Pilwali. Sempat menjadi ketua Partai Berkarya Kaltim tahun 2018, kemudian balik lagi ke Golkar sampai sekarang.
Sesekali saya masih bertemu ABS terutama di warung Atek menunggu waktu salat Jumat di Masjid Agung At Taqwa. Minggu lalu saya dan ABS menghadiri pengajian di rumah H Karmin yang mendatangkan KH Sanusi Ibrahim atau Guru Jaro. Ternyata Guru Jaro juga masih ingat dengan ABS, yang punya suara menggelegar, seperti petir menyambar. “Ayahanda ABS yang sambutan, suaranya lantang, saya yang ceramah,” jelasnya waktu itu.
ABS asli berdarah Sulawesi Selatan, tepatnya dari tanah Bone. Tapi tempat kelahiran ABS sebenarnya di Malinau, Kalimantan Utara, di saat ayahnya bertugas di sana.
MENDORONG SAYA
Pak ZAM awalnya redaktur olahraga Jawa Pos. Itu sebabnya saya akrab ketika ditugasi meliput Persiba Balikpapan tahun 80-an. Belakangan dia dipercaya Pak Dahlan memajukan Kaltim Post. Dan benar-benar maju sampai lahir beberapa koran turunannya, seperti Balikpapan Pos, Samarinda Pos, dan koran-koran di daerah tingkat II lainnya.
Hampir semua anak-anak Kaltim Post yang sukses hasil penggodokan Pak Zam. Selain saya, juga Ivan Firdaus, anggota DPRD Kaltim Sarkowi, Nursalam anggota DPRD Bontang dan Ketua KONI Kaltim Rusdiansyah Aras. Bahkan ada yang dibawa Pak Zam mulai tidak tahu apa-apa sampai menjadi orang.
Pak ZAM-lah yang mendorong saya ikut Pilwali di Balikpapan tahun 2006. Awalnya iseng saja. Saya mau dipasangkan dengan Pak Jamal Noor, tokoh PPP dari Kampung Baru. Tapi di menit terakhir berubah. Saya diminta mendampingi Pak Imdaad karena Pak Mukmin Faisyal mencalonkan sendiri. Lalu saya terpilih jadi wakil wali kota. Tahun 2011 saya terpilih menggantikan Pak Imdaad.
Terakhir Pak ZAM sempat menjadi direktur Jawa Pos selain CEO Kaltim Post Group. Hampir semua wilayah Indonesia sudah didatangi. Bahkan mancanegara, terutama Eropa dan China. Tak pernah capek seperti juga Pak Dahlan. Belakangan sepenuhnya dia diberi tugas Pak Dahlan menangani tiga power plant di Tenggarong dan Lombok. Saya yang sudah purnatugas wali kota, juga diajak Pak ZAM kembali ke PT Kaltim Electrik Power (KEP), perusahaan listrik Pak Dahlan bekerjasama dengan Pemprov Kaltim. Dulu saya sempat menjadi direktur umum di sana.
Gaya pembawaannya yang bersahaja dan wawasan pengetahuan yang luas, membuat dia sangat disegani baik oleh tokoh politik dan pengusaha di daerah ini. Pak ZAM akrab dengan mantan ketua Kadin Balikpapan Zulbachri, pengusaha H Aspiah, Jhoni Santoso, alm Johny Ng, juga dengan bos tambang dan Ketua Pemuda Pancasila Kaltim Said Amin dan H Syahril H Thaher. Dia rajin bersilaturahmi termasuk dengan gubernur dan kepala daerah lainnya.
Uniknya Pak ZAM tidak pernah tertarik terjun langsung ke wilayah politik. Justru saya dan sejumlah anak-anak Kaltim Post yang didorongnya. Dia pernah dilamar mantan wali kota Samarinda Drs Achmad Amins dalam Pilgub. Malah redaktur Kaltim Post alm Badrul Munir yang diajukan.
Dulu saya sering bermain tenis dengan Pak ZAM. Terkadang ikut tim sepakbola Kasbon Plus yang dipimpin wartawan “Jenderal” Sjarifuddin Hs. Kami juga jago duet main gaple alias domino. Salah satu korbannya ya wartawan yang saya sebut “Jenderal” tadi.
ISTRI SAYA
Saya bersyukur punya istri Arita, yang siap berjuang dalam situasi apa pun. Ketika saya menikah dengan dia, 37 tahun silam, saya tak punya penghasilan yang jelas. Maklum kehidupan wartawan waktu itu sangat berat. Saya yang ikut numpang dengan istri saya, yang sudah punya penghasilan lumayan.
Waktu itu istri saya bekerja di Bank BCA Samarinda. Dia ditempatkan di bagian pembukuan di zaman teknologi pembukuan masih manual. Menghitung ribuan transaksi hanya pakai kalkulator. Kalau sudah tidak klop, pulangnya pasti di atas pukul 22.00 malam. Saya dengan Vespa butut terkadang dengan putra saya menunggu di halaman kantor berjam-jam.
Ketika saya dipindahkan memimpin Kaltim Post di Balikpapan, istri dan anak saya masih tetap tinggal di Samarinda. Sabtu Minggu saya pulang. Syukurlah BCA buka kantor di Balikpapan, sehingga istri saya bisa pindah dan belakangan dipercaya menjadi kepala cabang selama 8 tahun. Istri Plt Sekda Innewati Muhaimin dan Wakil Wali Kota Bontang Najirah Adi Darma sempat menjadi anak buah istri saya. Termasuk kepala cabang BCA sekarang, Pak Kirman.
Pengalaman dia sebagai orang pembukuan dan pernah memimpin bank besar, sangat membantu tugas saya sebagai wali kota. Itu sebabnya istri saya tidak canggung ketika menjadi ketua PKK. Memang terkadang cerewet. Maksudnya baik, supaya kita terbiasa bekerja dengan ketelitian dan keteraturan.
Tapi bekerjanya tulus, jujur, dan penuh tanggung jawab. Tak ada kepentingan lain, termasuk materi di balik keaktifannya di PKK, Bunda PAUD, Dekranas, dan organisasi lainnya. Yang penting memajukan kota dan menyejahterakan keluarga di Balikpapan.
Dulu waktu saya masih wakil wali kota, istri saya membentuk organisasi yang namanya Asah Pena. Ketuanya di Jakarta, Kak Seto. Asah Pena mengumpulkan anak-anak jalanan yang putus sekolah sampai dia bisa ikut kembali belajar melalui program Paket A, B atau C. Rumah dinas wakil wali kota itu sering jadi tempat mandi anak-anak jalanan sebelum belajar.
Selaku ketua Dekranas, istri saya boleh dibilang perintis kerajinan batik khas Balikpapan. Pernah dilombakan motif batik khas Balikpapan. Karena itu muncul motif dugong, beruang madu, kantong semar, mangrove, dan singkong. Ada 30-an motif hasil karya pengrajin. Malah sejumlah warga difabel sempat dibina menjadi pengrajin batik.
Pengusaha batik Balikpapan diberi ruang untuk bergerak. Ada Batik dan Tenun Vi, Batik Shaho dan Rumah Ampiek milik Emi Rendy Ismail. Batik untuk keperluan Pemkot atau sekolah semuanya diserahkan kepada para pengrajin tanpa dicampuri terutama soal pengadaannya. Tugas kita membina dan mendorong agar mereka maju, bukan dibiarkan apalagi disaingi.
Berkat kerja kerasnya bersama pengurus lain, berikut PKK kecamatan dan kelurahan, PKK Balikpapan hampir 8 kali meraih panji keberhasilan pembangunan dari Gubernur Kaltim dan Ketua PKK Provinsi. Juga juara Bunda PAUD dan Dekranas 3 kali. Terakhir menutup masa tugas, saya dan istri memperoleh penghargaan sebagai Pelopor Pembangunan dan Pelopor Bidang Peranan Wanita pada HUT ke-64 Provinsi Kaltim tahun 2021.
Cucu-cucu saya memanggil neneknya, Ibu. “Kalau dipanggil nenek sudah tua,” kata si Defa, yang bercita-cita jadi ustaz. Di kalangan ibu-ibu, istri saya disapa Bunda Arita. Sekarang, sesekali istri saya melatih ibu-ibu membuat makanan khas Italia, pizza.
Ketika menghadiri acara resepsi pernikahan putra putrinya Pak Abdul Hakim Ra’uf/Ibu Hj Yusdiana Hakim di Makasar, Sabtu (11/6) lalu, yang juga dihadiri Wagub Kaltim Hadi Mulyadi, istri saya sudah diberi kue ultah. “Selamat ultah Bunda Arita,” kata ibu-ibu di sela-sela Wagub bernyanyi dan memukul drum.
Ada ucapan yang menginspirasi bagi yang berulang tahun. Itu diungkapkan penyanyi legendaris dunia, John Lennon, dedengkot The Beatles. Dia bilang begini : “Count your age by friends, not years. Count your life by smiles, not tears.” (Hitunglah umurmu dari jumlah teman. Bukan tahun. Hitunglah hidupmu dari senyum, bukan air mata.) Selamat berulang tahun. Happy birthday to you. (**)
Penulis adalah Wali Kota Balikpapan 2011–2016 dan 2016–2021 dan Pengurus PWI Kaltim