spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sungai Mahakam Tercemar Minyak Kelapa Sawit, Jatam: Pemerintah Harus Audit Lingkungan 

SAMARINDA – Air baku Sungai Mahakam di kawasan Simpang Pasir, Palaran tak bisa digunakan lagi untuk kebutuhan sehari-hari warga setempat. Ini menyusul gara-gara tumpahan minyak kelapa sawit di Simpang Pasir, Palaran, Samarinda, pada Sabtu (10/4) lalu. Tumpahan minyak kelapa sawit ini juga membuat ikan yang dibudidayakan nelayan di tambak, mati dan mengapung.

“Sangat merugikan. Pemerintah harus turun tangan, bagaimana caranya biar bersih lagi sehingga kami bisa gunakan air Sungai Mahakam,” ungkap Mardiana, warga setempat yang mengaku tak bisa gunakan air Sungai Mahakam untuk mandi, mencuci dan lainnya, Selasa (13/4/2021).

Sungai Mahakam berubah warna menjadi oranye setelah kejadian tumpahan minyak sawit di Simpang Pasir, Palaran, Samarinda, Kaltim, Sabtu (10/4/2021) lalu. Foto: Basarnas Kaltim

Untuk diketahui, sebuah kapal tongkang bermuatan minyak kelapa sawit dilaporkan tenggelam di kawasan Jembatan Mahkota II, Kelurahan Simpang Paser, Palaran, Sabtu (10/4) lalu. Peristiwa itu mengakibatkan satu orang dinyatakan hilang pada saat kejadian. Sementara tujuh orang lainnya yang merupakan awak kapal dinyatakan selamat.

Dilansir Antara, Kasat Polairud, Polresta Samarinda AKP Iwan Pamuji mengatakan Kapal yang tenggelam adalah SPOB Mulya Mandiri O7 dan berdasarkan keterangan awak kapal menyebutkan bermuatan 5 ton minyak sawit.

Sampai hari ini tadi, kondisi air sungai masih tampak berminyak. Diduga itu berasal crude palm oil (CPO) atau minyak sawit yang tumpah dari kapal tersebut. Air berminyak itu menyebar ke kawasan Palaran, tepatnya di belakang Pasar Palaran hingga ke pelabuhan peti kemas, Palaran. “Relawan memantau di sekitar tumpahan minyak sawit tersebut. Diduga berasal dari kapal yang tenggelam itu,” kata ya Ketua TRC Info Taruna Samarinda (ITS) Joko Iswanto.

PEMERINTAH HARUS AUDIT LINGKUNGAN
Tumpahan minyak kelapa sawit ini juga menjadi perhatian, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, Pradarma Rupang. Dikatakannya, Sungai Mahakam saat ini sudah kritis karena dicemari oleh limbah batu bara. Beban sungai menjadi berlipat ganda untuk bisa pulih dan kembali normal.

“Tumpahnya minyak sawit di Sungai Mahakam akan memengaruhi ekosistem sungai. Khususnya ikan yang bisa keracunan dan mati. Semakin membahayakan keberlangsungan pesut. Mamalia air yang dilindungi,” ungkap Rupang dalam rilis persnya.

Ada banyak hal yang terjadi akibat tumpahnya CPo itu. Dijelaskan lebih lanjut oleh Rupang, molekul minyak akan menghalangi cahaya matahari dan oksigen masuk ke sungai yang telanjur terkena tumpahan.

Sehingga bakal memengaruhi keberlangsungan biota bawah sungai sekaligus memengaruhi proses fotosintesis dan respirasi biota sungai dalam jangka panjang, dan memicu terjadinya coral bleaxhing dan kematian biota sungai.

“Cemaran minyak sawit juga akan pengaruhi bioekoregion. Dampaknya tidak hanya memengaruhi ekosistem sungai. Tapi akan memengaruhi makhluk darat seperti jenis burung yang mencari ikan sebagai makanan dan binatang lainnya seperti kodok dan kura-kura,” lanjutnya.

Dampaknya pada manusia juga tidak kalah memprihatinkan. Bagi warga yang menggunakan air dari Sungai Mahakam untuk mandi, bakal mengalami gejala gatal-gatal. Dalam hal ini, JATAM Kaltim menegaskan bahwa mendesak pemerintah untuk segera menginvestigasi dan audit lingkungan untuk melihat dampak dari pencemaran ini secara keseluruhan.

“Selain mengevaluasi izin lingkungan, kelalaian perusahaan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air Sungai Mahakam diduga telah melanggar Pasal 99 ayat 1 UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tandas Rupang.

Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalimantan Timur (Kaltim), Ence Ahmad Rafiddin Rizal menuturkan sebaran tumpahan minyak sawit di perairan Sungai Mahakam, Samarinda, seluas tujuh kilometer dari titik terjauh ke arah hilir sungai.

Luasan itu dipantau menggunakan drone dan Google Maps. Saat ini, kata Rizal, sedang dilakukan pembersihan menggunakan alat penyedot. Pembersihan melibatkan tim dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), juga tim relawan dari warga. “Saya belum dapat laporan sudah berapa minyak yang disedot. Tapi sepintas pantauan drone memang sudah relatif lebih bersih dari sebelumnya,” tuturnya seperti dikutip dari kompas.com. (red)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img