spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sindiran Ketua DPRD Bontang: Kepala OPD Jarang Hadir di Rapat Harus Dimutasi

BONTANG – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bontang, Andi Faizal Sofyan Hasdam, menyindir sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkot Bontang yang jarang hadir saat rapat paripurna. Sindiran tersebut disampaikan saat rapat paripurna berlangsung pada Rabu (5/3/2025).

Menurut Andi Faizal, ketidakhadiran kepala OPD pada setiap rapat paripurna mencerminkan ketidakdisiplinan dalam menjalankan tugas.

Ia menilai bahwa sering kali hanya perwakilan dari OPD yang hadir, sementara kepala OPD yang seharusnya memberikan tanggapan langsung tidak hadir. Hal ini, menurutnya, menghambat efektivitas kerja dan implementasi visi-misi program Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bontang.

“Intinya kami tidak mau lagi ada kepala OPD yang diundang rapat, tapi tidak hadir. Tidak mau lagi ada miskomunikasi. Yang seperti itu harusnya dimutasi,” ucapnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris turut merespon sindiran yang disampaikan langsung oleh Ketua DPRD Bontang, di mana seharusnya kepala OPD diwajibkan datang saat diundang rapat.

Apalagi mengingat rapat paripurna adalah rapat yang penting, untuk membahas semua persoalan dengan kepala daerah. Pembahasan yang menyangkut dengan kepentingan masyarakat.

“Saya sangat setuju dengan apa yang dibilang ketua, kepala OPD yang jarang hadir saat rapat harus ditegur. Beri teguran 1, 2, dan 3. Kalau pun masih tetap saja, lebih baik dievaluasi,” ungkapnya.

Agus Haris menyatakan dengan tegas, untuk apa mempertahankan kepala OPD yang tak sejalan. Tidak bisa diajak bekerjasama, untuk membangun Kota Bontang.

Penulis: Dwi S
Editor: Nicha R

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img