spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Setelah Rp10,5 Miliar Dihabiskan, Ini Wajah Stadion Lang-Lang Sekarang

Selasa, 24 Juni 2025. Seusai mengurus keperluan di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Bontang, saya melangkah ke sebelahnya, Stadion Bessai Berinta atau yang lebih dikenal sebagai Stadion Lang-Lang.

Letaknya memang bersebelahan. Dari jalan utama, gerbang bertuliskan “Stadion Bessai Berinta” tampak mencolok. Bangunan pos jaga di sisi kanan, dengan logo Pemkot Bontang dan AC yang tampaknya jarang dipakai.

Masuk sedikit, ada Monumen Bola berdiri di tengah bundaran kecil. Dikelilingi pohon sawit dan trotoar yang mulai kusam. Rumput liar tumbuh tak beraturan. Inilah wajah stadion yang telah menghabiskan lebih dari Rp10 miliar dana APBD Bontang.

Pintu gerbang utama Stadion Bessai Berinta, lengkap dengan identitas Pemerintah Kota Bontang.
Monumen Bola menjadi ikon utama di area pintu masuk Stadion Bessai Berinta.

Saya tak sendiri. Bersama Darman, Direktur Radar Bontang, kami menelusuri kawasan stadion dengan rasa penasaran. Dulu, tempat ini pernah menyimpan semangat kolektif warga. Tapi kini, setelah proyek renovasi yang diklaim rampung, yang terlihat justru sederet pekerjaan yang seolah setengah hati.

Pagar stadion tampak asal pasang. Sebagian miring, sebagian tidak presisi. Jalan masuk sempit, saluran drainase buruk. Cat pada Monumen Bola mulai mengelupas, bahkan pondasinya bolong di beberapa sisi. Jogging track yang katanya bisa digunakan publik terlihat bergelombang, dengan banyak titik tak rata. Ukurannya pun tidak standar, dan permukaan lantainya jauh dari layak. Bahkan dibandingkan dengan lintasan di Stadion Sempaja Samarinda, kualitasnya terpaut jauh.

Satu hal yang menggelitik: fasilitas toilet stadion hanya satu. Untuk stadion sebesar ini, tentu tidak memadai, apalagi jika digunakan dalam event berskala besar.

Fasilitas dinding panjat tebing yang dulu menjadi daya tarik pun tak tampak lagi. Tidak jelas apakah dibongkar, rusak, atau memang tak masuk dalam skema revitalisasi. Lampu penerangan juga tidak tersedia. Sehingga pemanfaatan stadion pada malam hari nyaris mustahil tanpa genset tambahan.

Sementara itu, area parkir yang luas seolah tak berarti tanpa rambu, marka, atau petugas pengatur lalu lintas. Bahkan saat kegiatan berlangsung, jalur jogging track luar lapangan seringkali berubah jadi tempat parkir motor secara liar.

Di sisi belakang stadion, berdiri bangunan megah yang diperuntukkan sebagai arena Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ). Dari kejauhan memang menarik: desain etnik, tangga simetris, dan teras luas. Tapi mendekat, kondisinya lain. Tangga ditumbuhi semak, dinding mulai bernoda, dan bangunan seperti dibiarkan menua terlalu cepat. Padahal bangunan ini sering digunakan untuk acara MTQ tingkat kota bahkan provinsi.

Yang paling menyita perhatian adalah kawasan pujasera. Inilah fasilitas yang diresmikan langsung oleh Wali Kota Basri Rase pada 14 Februari 2025 lalu. Saat itu, Basri mengatakan fasilitas ini akan menjadi pusat kuliner baru di Bontang. Tapi hari ini, harapan itu belum terlihat nyata.

Kios-kios kuliner sebanyak 34 lapak itu masih sepi. Tak terlihat aktivitas jual beli siang itu. Beberapa pedagang mengeluh listrik masih menggunakan sistem patungan. Bahkan retribusi Rp300 ribu per bulan sudah ditetapkan, meski fasilitas belum sepenuhnya memadai.

Deretan lapak pujasera di kawasan Stadion Lang-Lang, Bontang, mulai difungsikan pedagang

Sejumlah pekerjaan yang telah selesai meliputi pagar utama, tribun penonton, jogging track, gerbang masuk, monumen, taman, hingga pembangunan kios kuliner. Tapi kondisi lapangan menunjukkan, banyak dari pekerjaan itu butuh perbaikan lanjutan.

Masalah ini sebenarnya bukan hal baru. Proyek renovasi Lang-Lang sempat disorot DPRD Bontang, bahkan dilakukan inspeksi mendadak oleh Komisi III. Salah satunya soal potensi wanprestasi kontraktor dan kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas kekurangan pekerjaan saat masa pemeliharaan.

Anggaran proyek yang menembus Rp10,5 miliar itu ternyata belum menyentuh seluruh area. Skatepark di stadion ini, misalnya, belum pernah diperbaiki sejak 2010. Padahal komunitas pengguna sudah lama menyuarakan aspirasi.

Komisi C DPRD Bontang pun menyarankan agar pembangunan skatepark dibuat layak, sesuai standar, dan tidak asal jadi. Bahkan kalau perlu, studi banding ke daerah lain yang punya fasilitas serupa.

Menariknya, beberapa hari lalu, tepatnya Kamis, 19 Juni 2025, stadion ini menjadi lokasi Pesta Siaga 2025, ajang pembinaan karakter oleh Gerakan Pramuka Kwartir Ranting Bontang Selatan. Ratusan anggota pramuka siaga dari berbagai sekolah berkumpul di sini, mengikuti kegiatan edukatif dan rekreatif yang sarat makna.

Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, hadir langsung dan menegaskan pentingnya fasilitas publik seperti stadion sebagai ruang pembentukan karakter generasi muda.

Kini, tampuk kepemimpinan kota sudah berganti. Basri Rase-Najirah digantikan Neni Moerniaeni-Agus Haris. Tapi siapa pun wali kota dan wakil walikotanya, satu hal tetap sama: warga menuntut fasilitas publik yang layak.

Rumput liar harus dipangkas. Pohon-pohon sawit yang ditanam sebagai peneduh perlu ditata ulang. Lapangan dan jogging track harus bisa digunakan dengan aman.

Lang-Lang bukan hanya sekadar stadion. Ini ruang sosial dan identitas kolektif Bontang. Dulu bernama Lapangan Gunung Lalang. Tempat ini telah menemani perjalanan kota ini sejak tahun 1950-an. Kalau sekarang sudah disulap jadi stadion multifungsi, maka pemeliharaannya pun harus serius.

Stadion ini harus menjadi kebanggaan, bukan beban. Kalau sudah menghabiskan Rp10,5 miliar, jangan sampai hasilnya seperti proyek kosmetik. Indah dari luar, tapi tak fungsional dari dalam. Kota ini butuh fasilitas yang hidup, bukan hanya monumen dari APBD.

Kita semua punya tanggung jawab menjaga Lang-Lang tetap ramai dan bermanfaat

Agus Susanto
Pemimpin Redaksi Media Kaltim

⚠️ Peringatan Plagiarisme

Dilarang mengutip, menyalin, atau memperbanyak isi berita maupun foto dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari Redaksi. Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dikenakan sanksi sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau denda hingga Rp4 miliar.