Banyak jalan rusak di Kaltim dan sering dikeluhkan karena menghambat aktivitas masyarakat, terutama roda perekonomian. Pemerintah daerah maupun pusat dinilai kurang responsif. Alasannya klasik, keterbatasan dana. Bahkan kadangkala saling lempar tanggung jawab. Bila pemerintah tak cepat mengatasi, kepada siapa lagi warga Kaltim berharap?
===============================
Tim Peliput: Andi Desky, Ramlah Effendy, Muhammad Rafi’i, Redaksi Media Kaltim
===============================
Menurut data Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Perumahan Rakyat (DPUPR-Pera) Kaltim sampai akhir 2021, total ruas jalan provinsi sepanjang 895,09 kilometer (km). Dari total jalan itu, yang mengalami kerusakan sepanjang 221,97 km atau 24,80 persen. Di antaranya rusak berat sepanjang 117,67 km atau 13,15 persen dan rusak ringan sepanjang 104,30 km atau 11,65 persen.
Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga DPUPR-Pera Kaltim Irhamsyah, mengatakan dinasnya telah melakukan survei kondisi jalan provinsi akhir 2021 dan menemukan kondisi jalan yang tidak mantap (mengalami kerusakan berat dan ringan) sepanjang 221,97 km. Salah satu yang kondisi jalan rusak berat cukup panjang katanya, di wilayah Patung Lembuswana (Tenggarong Seberang) – Sebulu dan Tanjung Redeb – Talisayan.
Untuk diketahui, dalam Surat Keputusan Nomor 77 Dirjen Bina Marga Tahun 1990, kondisi tidak mantap adalah jalan yang tidak dapat diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4, terutama rusak atau rusak berat yang memerlukan pekerjaan berat (rehabilitasi, perbaikan, konstruksi). Termasuk jalan tanah yang tak bisa dilewati kendaraan roda 4. Bila kondisi tidak mantap, sesuai persentase batasan kerusakan, maka jalan itu membutuhkan penanganan.
Menurut Irhamsyah, Pemprov Kaltim melalui DPUPR dan Pera sejak beberapa tahun lalu, sudah melaksanakan pekerjaan rekonstruksi jalan menggunakan perkerasan kaku (rigid pavement) dengan desain untuk batas Muatan Sumbu Terberat (MST) 10 ton, agar dapat mengakomodasi kebutuhan jalan untuk kendaraan berat. Perkerasan kaku adalah konstruksi perkerasan dengan bahan baku agregat dan menggunakan semen sebagai bahan pengikat.
“Namun sehubungan dengan keterbatasan dana maka pekerjaan tersebut dilaksanakan sedikit demi sedikit, dimana sampai saat ini total jalan provinsi yang telah menggunakan perkerasan kaku sepanjang 249,14 km atau 27,83 persen” terang Irhamsyah. Sementara lebih separuh jalan provinsi masih berupa aspal atau dengan lapis penetrasi macadam, yaitu sepanjang 475,11 km (lihat infografis panjang jalan berdasarkan tipe perkerasan).
Selain itu katanya, DPUPR & Pera Kaltim melalui UPTD Pemeliharaan Infrastruktur Pekerjaan Umum juga melaksanakan pemeliharaan rutin pada jalan kondisi baik dan sedang dan rehabilitasi pada jalan kondisi rusak ringan sesuai alokasi dana yang tersedia. Tujuannya agar kondisi jalan tetap mantap dan berfungsi dengan baik. Pihaknya juga telah mendapat alokasi dana untuk melakukan penangan jalan yang rusak berat.
“Untuk penanganan infrastruktur jalan yang kondisinya rusak berat telah dialokasikan dana melalui sub-kegiatan rekonstruksi jalan pada Bidang Bina Marga. Pada tahun anggaran 2022, terdapat alokasi sebesar Rp 308,13 miliar dengan target panjang 28,03 kilometer,” jelas Irhamsyah saat ditemui Media Kaltim, Kamis (20/1/2022).
Dalam Visi Kaltim Berdaulat pasangan Isran Noor-Hadi Mulyadi, menargetkan penuntasan rigid pavement sampai 2023 sepanjang 140,328 km. Rinciannya, tahun 2019 sepanjang 53,243 km, tahun 2020 sepanjang 16,133 km, tahun 2021 sepanjang 26,922 km, tahun ini 2022 sepanjang 20,530 km, dan pada akhir jabatan 2023, sepanjang 23,500 km. Sedangkan pembangunan jalan aspal dalam lima tahun ditargetkan sepanjang 101,114 km.
Irhamsyah mengatakan, penyebab kerusakan jalan di Kaltim ada bermacam-macam. Selain akibat perubahan tata guna lahan pada beberapa ruas jalan, sejumlah titik jalan juga sering terdampak banjir atau genangan air yang menyebabkan perlemahan baik pada pondasi maupun perkerasan jalan (aspal). “Selain itu, penyebab utama adanya kendaraan berat yang melebihi batas MST pada umumnya jalan provinsi, yaitu 8 ton,” jelasnya.
Dalam situs resmi Pemprov Kaltim, disebutkan untuk mengatasi genangan pada jalan, selama 5 tahun kepemimpinan Isran-Hadi, Dinas PUPR dan Pera melakukan pembangunan drainase dengan total panjang 7,256 km. Juga membangun 21 jembatan dan 16 titik penurapan atau bronjong. Pada 2020 dibangun sepanjang 8,125 km, tahun 2021 sepanjang 74,489 km, kemudian tahun ini, 2022 sepanjang 7,500 km dan tahun depan sepanjang 11 km.
Seperti diketahui, pengelompokan status jalan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Disebutkan status jalan ada 5 jenis, yaitu jalan nasional, provinsi, kabupaten, kota, dan desa. Kewenangan jalan ini seringkali menjadi persoalan. Pemprov Kaltim acapkali mengelak memperbaiki jalan bila berstatus jalan nasional atau kabupaten. Begitu pula pemerintah kabupaten mengelak bertanggungjawab bila status jalan provinsi atau nasional.
Status jalan nasional biasanya diberi tanda lewat papan penunjuk jalan yang bertuliskan Nasional 1. Kemudian dibedakan pada marka jalan sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 67 Tahun 2018 tentang Marka Jalan. Pada jalan nasional yang dikelola Kementerian PUPR terdapat tanda marka membujur berwarna putih dan kuning secara bersamaan. Sementara marka jalan provinsi berwarna putih berbentuk membujur, baik garis putus-putus maupun tak terputus.
Marka jalan kabupaten sama dengan jalan provinsi yakni hanya berwarna membujur putih saja, baik terputus maupun garis tanpa putus. Namun biasanya, jalan kabupaten memiliki ukuran lebar yang lebih kecil dari jalan provinsi dan hanya menghubungkan antar-kecamatan. Namun di beberapa ruas jalan kita temui, jalan provinsi atau jalan kabupaten belum diberi marka jalan sulit membedakan jalan provinsi/kabupaten atau jalan nasional.
JADI SOROTAN
Sejumlah anggota DPRD Kaltim meminta Pemprov Kaltim memerhatikan kondisi jalan umum di Kaltim. Sudah banyak jalan di sejumlah daerah yang rusak parah sehingga menyebabkan mobilitas masyarakat terganggu. Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Salehudin, mengaku beberapa kali melakukan komunikasi dengan Dinas PUPR Kaltim terkait kerusakan sejumlah jalan. Namun tetap tidak ada langkah kongkret karena terkendala wewenang.
“Di berapa titik mereka (Dinas PUPR, Red.) berdalih jalan ini non-status. Ini logika yang terbalik bagaimanapun itu ada di Kaltim. Harusnya, minimal ada perawatan dan perbaikan, jangan sampai ada yang saling lempar kewajiban. Kalau tidak, (jalan, Red.) akan selamanya rusak,” tegas anggota DPRD dari daerah pemilihan (dapil) Kutai Kartanegara ini saat Rapat Paripurna Ke-4 DPRD Kaltim, Senin (17/1/2022).
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono, menyatakan infratruktur jalan selalu menjadi sorotan. Ia meminta pemangku kebijakan dan stakeholder terkait duduk bersama mencarikan solusi. “Supaya jalan-jalan tanpa status bisa ditangani, tidak ada lagi lempar tanggung jawab. Artinya, kalau pemerintah kabaputen/kota tidak sanggup, komunikasilah dengan provinsi dan pemerintah pusat,” jelas anggota Fraksi Golkar ini.
Dalam paripurna itu, Pemprov Kaltim, diwakili Asisten II Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Abu Helmi, menyampaikan Nota Penjelasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10 Tahun 2012 terkait penyelenggaraan jalan umum dan jalan khusus batu bara dan sawit. Pemprov menyayangkan jalan yang semestinya untuk jalan umum digunakan untuk angkutan batu bara dan sawit.
“Hal ini menimbulkan dampak di antaranya jalan yang cepat rusak, juga menyebabkan jalan rawan kecelakaan karena beban angkutan yang lewat di jalan umum tersebut tidak sesuai dengan tonase jalan. Sehingga mengakibatkan terganggunya kenyamanan masyarakat dan pengguna jalan lain, serta masyarakat yang berada di sekitar jalan itu,” sebut Abu Helmi dalam Rapat Paripurna Ke-4 DPRD Kaltim.
Secara umum, kendaraan angkutan batu bara maupun angkutan kelapa sawit memiliki tonase rata-rata diatas 10 ton. Sementara batas MST jalan provinsi dan nasional di Kaltim masih kelas IIIA yang hanya bisa menahan sumbu terberat kendaraan 8 ton. Bila tonase yang melewati jalan umum lebih 8 ton dan terus-menerus, maka bisa menyebabkan kerusakan jalan. Apalagi bila muatan angkutan batu bara dan kelapa sawit berlebihan.
Wakil Ketua DPRD Kaltim M Samsun meminta pemerintah segera memperbaiki infrastruktur jalan yang rusak berat. Seperti jalan poros Samarinda-Kutai Barat (Kubar) tepatnya di Desa Perian Kecamatan Muara Muntai. Menurut legislator daerah pemilihan Kutai Kartanegara ini, lalu lintas dari dan menuju kawasan tersebut nyaris terputus. Kondisi ini dipastikan akan berdampak pada perekonomian di Kubar dan Mahakam Ulu (Mahulu).
“Sudah saatnya memang harus diperbaiki, bila dibiarkan khawatirnya anggarannya juga semakin besar. Itu jalan juga sudah lama dan masih berupa aspal. Jadi ketahanannya kurang kuat apalagi banjir dan kontur tanah kita labil, kian memperparah. Apalagi mobilitas masyarakat sekarang semakin tinggi,” ucapnya kepada Media Kaltim, Rabu (12/1/2022).
Dia meminta perhatian Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) wilayah Kaltim yang memiliki wewenang terhadap jalan tersebut segera melakukan perbaikan. Dia juga meminta tindakan tegas kendaraan yang bermuatan batu bara atau kelapa sawit yang menggunakan akses jalan umum. Kaltim katanya, memiliki peraturan daerah (perda) yang mengatur jalan khusus untuk pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit.
Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman (Unmul), Aji Sofyan Effendi menjelaskan jalan merupakan infrastruktur yang sangat vital untuk ekonomi daerah maupun perekonomian masyarakat secara umum. Menurutnya, semakin baik infrastruktur tersebut maka semakin baik pula ekonomi di suatu daerah akan tumbuh. Termasuk efek turunannya yaitu pendapatan masyarakat.
Dia mengatakan, salah satu penentu harga pokok produksi suatu barang atau jasa adalah biaya transportasi. Bila biaya transportasi tinggi maka akan tinggi pula harga suatu barang atau jasa.”Contoh jalan penghubung Samarinda – Kubar yang rusak berat. Produk perikanan, perkebunan, pertanian dan lainnya yang akan menuju Kubar dan Mahulu akan terpengaruh,” jelasnya.
Menurutnya, para pemangku kebijakan harus duduk bersama agar tidak saling melangkahi wewenang. Pemerintah provinsi, kabupaten/kota hingga pusat harus saling berkoordinasi melakukan penanganan jalan yang rusak. “Karena menurut saya ini kejadian extra ordinary (luar biasa, Red.), harusnya ada pengecualian,” jelas dosen ekonomi pembangunan ini. (eky/mrs)