spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Sekolah Tatap Muka Jika Sudah Aman, Gubernur Isran Menunggu Sikap Resmi Pusat

SAMARINDA – Setelah setahun belajar daring, pembelajaran tatap muka bakal dimulai kembali Juli mendatang. Ditandai vaksinasi Covid-19 kepada 5 juta tenaga pendidik di Tanah Air yang ditarget rampung sebulan sebelumnya. Di Kaltim, Gubernur Isran Noor tampak belum sepakat dengan rencana tersebut.

Isran Noor  memberi sinyal pelaksanaan pembelajaran tatap muka di Kaltim ditunda. Niatan itu dimunculkan berkaca sebaran virus corona yang masih terjadi di Benua Etam. Ditambah skema pembelajaran tatap muka yang membatasi kapasitas ruang kelas, dinilai tak adil bagi pelajar yang tak kebagian giliran.

“Misal, ada yang masuk dan tidak. Daripada pembatasan mending tidak usah dilakukan. Selama pandemi Covid-19, saya minta jangan dulu ada aktivitas tatap muka sampai betul-betul aman,” ucap Isran dalam rilis Pemprov Kaltim.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, Anwar Sanusi, mengatakan bahwa pembelajaran tatap muka saat ini sulit terlaksana. Beberapa daerah di Kaltim masih mencatat angka penyebarannya Covid-19 tinggi atau termasuk zona merah.

“Situasinya kan belum kondusif, yang sudah zona kuning saja belum berani,” bebernya seperti dikutip dari kaltimkece.id, jaringan mediakaltim.com.

Meski demikian, Anwar menyebut imbauan yang dikeluarkan Isran bersifat sementara. Pembelajaran tatap muka, sebutnya, belum bisa terlaksana pada April dan Mei. Disdikbud Kaltim masih menunggu pelaksanaan resmi yang diwacanakan pemerintah pusat pada Juli mendatang.

Survei Disikbud Kaltim, mencatat 73 persen orangtua murid sudah menginginkan sekolah dibuka. Angka yang lebih tinggi muncul di survei Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda. Survei ini menyebut 86 persen orangtua siswa menginginkan sekolah tatap muka dibuka kembali, berdasar jajak pendapat yang dilakukan November – Desember 2020.

“Asumsinya bukan cuma pemerintah yang mau melaksanakan pembelajaran tatap muka. Tapi semua pihak, termasuk orangtua murid. Data itu menunjukkan lebih setengah orangtua murid ingin sekolah dibuka,” ucapnya.

Dari perspektif keguruan, Ketua Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Joni, mengatakan kondisi proses belajar mengajar secara daring sudah menyentuh titik kritis. Pembelajaran tidak lagi efektif. Proses transfer ilmu pun tak berjalan. Diperburuk partisipasi murid yang minim. Tenaga pengajar pun ikut pusing.

“Dari 100 yang hadir mungkin sekitar 40 saja masuk kelas. Ada yang absen, tapi malah tidak ikut,” ungkap tenaga pendidik SMA 6 Samarinda itu.

Pembelajaran online dinilai cenderung menjadi alasan bagi siswa untuk tidak belajar. Dan faktor keterbatasan ekonomi bukan lagi momok terbesar penerapan belajar daring. Dia mencontohkan sekolah tempatnya mengajar yang menyediakan laptop dan internet gratis bagi siswa dengan keterbatasan ekonomi. Namun tetap saja belum berhasil mendongkrak partisipasi siswa dalam pembelajaran daring.

“Paling satu-dua orang saja dari total 800 siswa di sekolah itu,” ucap Joni. “Jadinya dilema. Mau daring siswa tidak serius belajar, kalau luring penyebaran Covid-19 masih tinggi,” sambungnya.

Pembelajaran daring diakui mendorong guru meningkatkan kapasitas dan kreativitas dalam mengajar. Meskipun demikian, tidak semua guru piawai berteknologi. Tak sedikit guru kesulitan menentukan metode belajar efektif.

Guru akhirnya sekadar memberi tugas rumah kepada siswa. Membuat tugas bertumpuk dikerjakan siswa. “Makanya kita berharap sekolah dalam waktu dekat bisa dibuka,” ucapnya.

Disdik Samarinda telah melaksanakan pembelajaran tatap muka melalui sekolah percontohan di 14 sekolah pinggiran. Terbagi empat sekolah pada bulan pertama, lima sekolah bulan berikutnya, dan menyusul lima sekolah lagi pada bulan ketiga. Saat ini, sekitar 9 sekolah telah dibuka.

Sekolah percontohan di Samarinda menjadi model pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Terlaksana sejak akhir Februari, sesuai SKB 4 menteri.

“Jadi ini bisa menjadi percontohan. Kita bisa melihatnya dalam perspektif situasional. Kalau terjadi penurunan penyebaran pandemi, kita tambah lagi (sekolah yang dibuka). Kalau ada peningkatan penyebaran kita tahan dulu atau kita stop,” ucapnya.

Hasil sementara sekolah percontohan yang berjalan selama 45 hari juga menunjukkan perkembangan signifikan. Pembelajaran tatap muka berjalan baik. Tidak ada murid terpapar virus corona.

Hal itu tak lepas dari metode yang diklaim aman dan efisien. Siswa terlebih dulu dipastikan kondisi kesehatannya sebelum berangkat ke sekolah oleh orangtua. Di gerbang sekolah, suhu tubuh siswa kembali diperiksa. Sekolah juga membatasi siswa yang hadir langsung menjadi separuh dari kapasitas. Mata pelajaran yang berpotensi menimbulkan kerumunan seperti olahraga dan kegiatan ekstrakurikuler juga ditiadakan.

Asli mengatakan jika teknis pembelajaran tatap muka memang tidak seperti kurikulum biasa. Protokol kesehatan ditetapkan dengan ketat di sekolah. “Bahkan mungkin lebih aman dari di rumah,” ucapnya.

Menurutnya, sesuai hakikatnya, siswa perlu bersosialisasi dengan teman dalam kegiatan belajar. Sehingga pembelajaran tatap muka menjadi sangat penting untuk kembali digelar. Karena dari skema itu juga ilmu secara efektif diserap dalam proses belajar mengajar. (kk)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
16.4k Pengikut
Mengikuti
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img