TENGGARONG– Warga Loa Kulu melawan. Setidaknya 150 warga asal Desa Sumber Sari, Sepakat, Ponoragan, dan Bukit Biru menggeruduk sebuah lokasi tambang ilegal yang ada di Desa Sumber Sari. Mereka marah karena sudah sekitar 5 hektare (ha) lahan yang berbatasan langsung dengan Desa Loh Sumber, kini sudah menganga akibat penambangan batu bara.
Aksi penolakan warga asal 4 desa ini bukan tanpa alasan. Ini menjadi kejadian ketiga kalinya, wilayah mereka diobok-obok penambang nakal tak berizin
Terutama bagi warga Desa Sumber Sari yang pada Oktober 2021, wilayah mereka yang dekat dengan lokasi objek wisata air terjun, juga sempat ditambang para pencuri emas hitam. “Kita menolak aktivitas tambang (di Desa Sumber Sari),” ujar Suwari Cakra, salah satu perwakilan warga, Rabu (3/8/2022).
Namun kali ini, keinginan warga mengusir alat berat si penambang nakal, tidak berjalan sesuai rencana. Sebelum warga datang, alat berat sudah berpindah tidak lagi di lokasi Desa Sumber Sari. Bahkan upaya ratusan warga meminta pertangungjawaban pemilik tambang tak membuahkan hasil.
Apa yang dialami warga sangat ironis. Sebab, Desa Sumber Sari sudah ditetapkan oleh Bupati Kukar sebagai kawasan pertanian komoditas padi di Kukar. Hal ini tertuang dalam SK Bupati No 1.1/590/PL/DPPR/11/2022. Nyatanya malah dirusak oleh oknum-oknum tersebut. Oleh karenanya, Suwari Cakra menganggap wajar warga nekat menyerbu tambang tak berizin itu.
Kades Sumber Sari Sutarno mengaku tahu ada aktivitas tambang ilegal di wilayahnya sejak Kamis (27/7/2022). Disebutkannya, aksi mereka turun ke lokasi bukan asal-asalan. Tapi merupakan hasil rembuk bersama warga, untuk bersepakat menolak sekaligus mengusir penambang ilegal di kawasan mereka.
Terlebih ada payung hukum yakni penetapan kawasan mereka sebagai lumbung pangan di Kukar, yang kelak untuk penyuplai kebutuhan Ibu Kota Nusantara (IKN). Termasuk pula desa kawasan tanaman padi dan pengembangan desa wisata.
Dampak penambangan ilegal menurut Sutarno mulai terasa. Sumber air yang dimanfaatkan warga yang tinggal di 4 desa untuk bertani mulai terasa. Air yang digunakan untuk menyiram kebun, pengairan sawah kini mulai keruh. Pasalnya, lokasi penambangan berdekatan dengan Sungai Pelai yang menjadi sumber pengairan. Otomatis mengancam perkebunan dan persawahan warga.

“Kita sangat menentang (tambang ilegal), artinya kami mau kawasan ini bebas tambang,” ungkap Sutarno.
Tak hanya persawahan dan perkebunan saja yang kena masalah, pembibitan ikan di Desa Ponoragan bakal ikut terancam. Padahal menjadi pembibitan terbesar di Kalimantan Timur (Kaltim).
“Sekitar90 persen (warga Desa Sumber Sari) petani, lengkap dengan holtikultura, peternakan dan perikanan. Wajar masyarakat marah dan tidak terima,” lanjutnya.
Sementara itu, Hariono, mantan karyawan perusahaan yang sudah memilih jalan bertani selama 15 tahun, mengungkapkan kekecewaan dan kekesalannya lantaran sumber air yang digunakan untuk kebunnya mulai tidak karuan. Air keruh cenderung kotor. Tidak layak lagi untuk dipakai menyiram.
Padahal tiap pagi dan sore, kebunnya wajib mendapat pengairan. Jika keruh tidak bisa dipakai, jika tidak disiram akan berjamur dan membusuk. Akhirnya ia harus merasakan pahitnya gagal panen.
“Nunggu hujan baru jernih,” keluhnya.
Kapolsek Loa Kulu AKP Dedy Setiawan, yang memantau langsung di lapangan, memilih tak banyak berkomentar. Ia hanya memastikan aksi penolakan terhadap tambang ilegal di Desa Sumber Sari berjalan dengan baik tanpa adanya kericuhan.
“No comment dulu, saya mau laporan dulu,” singkatnya.
Sumber air yang tidak layak akibat aktivitas tambang ilegal di Desa Sumber Sari, mempengaruhi warga di 4 desa yang turun ke lokasi. Di Sumber Sari saja, setidaknya ada 300 hektare (ha) lebih lahan pertanian, 50 ha lahan perkebunan. Ditambah sekitar 10 ha lahan pengembangan bibit ikan. Dimana hasil pertanian mereka menjadi salah satu lumbung pangan di Kukar, bahkan menjadi kawasan pengembangan kawasan pertanian dalam arti luas seperti kerap digaungkan Bupati dan Wakil Bupati Kukar saat ini. (afi)