TENGGARONG – Banyaknya kelompok anak yang mengajukan dispensasi menikah, turut menjadi perhatian Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kutai Kartanegara (DP3A Kukar). Dimana pada tahun 2022, tercatat ada 103 pengajuan perkara di Pengadilan Agama (PA) Tenggarong.
Kepala UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kukar, Faridah, mengatakan berbagai upaya sudah dilakukan. Di antaranya menjalin komunikasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) Kukar hingga Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar. Bagaimana menciptakan sekolah yang ramah anak. Selanjutnya melakukan pendekatan advokasi ke sekolah-sekolah.
Tujuan akhirnya,merangkul guru-guru dan para orangtua untuk melakukan berbagai upaya pencegahan. Salah satunya upaya sosialisasi pencegahan terjadinya pernikahan dini, kekerasan dan perlakuan seksual. Baik di lingkungan sekolah, hingga lingkungan rumah.
“Makanya ini ada beberapa sekolah yang harus segera dideklarasikan menjadi sekolah ramah anak. Harapan kita ini bergerak secara masif, dan memang perlu kesiapan sekolahnya,” ujar Faridah, Rabu (25/1/2023).
Selain itu, DP3A Kukar pun dikatakan Faridah, sedang menyiapkan program Bekesahan. Yakni program ke sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi. Dengan mengagendakannya tiap bulan hingga 3 bulan sekali, melalui aplikasi Zoom Meeting. Kini tengah menyiapkan infrastrukturnya.
“Sudah jalan terus edukasi, sedangkan untuk zoom meeting itu sedang kita siapkan perangkat,” lanjut Faridah.
Sementara itu, Ketua PA Tenggarong, Reny Hidayati, mengatakan ada penurunan pengajuan dispensasi menikah pada 2022, jika dibandingkan dengan pengajuan dispensasi menikah pada 2021. Yakni pada 2021 tercatat ada 186 pengajuan untuk permohonan dispensasi menikah.
“Tidak semua dikabulkan, hakim memiliki pertimbangan tersendiri bahwa perkara (dispensasi menikah) ini dikabulkan atau tidak,” ucap Reny.
Disebutkannya, ada beberapa faktor yang paling banyak menjadi alasan masyarakat mengajukan dispensasi menikah pada PA Tenggarong. Mulai dari anak atau pemohon yang sudah tidak sekolah lagi, orang tua yang bersangkutan tidak mampu membiayai. Hingga harus menikah karena terjadi ‘kecelakaan’.
“Hakim yang menilai apakah anak ini dapat dipikirkan (diberikan dispensasi) atau tidak,” tutupnya. (afi)