SAMARINDA – Pekerjaan rehabilitasi Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur, yang menelan anggaran sebesar Rp 55 miliar, diwarnai berbagai masalah. Proyek yang dimulai pada Juni 2024 dan diklaim selesai pada Desember 2024 ini, ternyata tidak sepenuhnya memadai, sehingga menimbulkan protes dari Komisi III yang melakukan sidak pada Kamis (27/2/2025) sore.
Sebelumnya gedung A, C, D dan E dilakukan rehabilitasi sejak bulan Juni dan dinyatakan selesai pada Desember 2024. Dengan nomor kontrak 000.3.3/925/SMPK/CK-IV/2024 dan menghabiskan APBD Provinsi sebesar Rp 55 miliar yang dikerjakan oleh PT. Payung Dinamo Sakti serta melibatkan konsultan pengawas PT. Surya Cipta Engineering.
Arif, perwakilan dari PT. Payung Dinamo Sakti, menjelaskan pekerjaan yang dilakukan meliputi pengecetan, plafon, sistem mekanikal, elektrikal, dan plumbing (MEP), serta perbaikan lantai dan toilet di gedung A.
“Untuk gedung D dan E, itu atap. Karena kondisi di awal itu selalu bocor,” kata Arif dalam wawancara seusai sidak komisi III.
Namun pihaknya akan terus memberikan maintenance atau pemeliharaan selama enam bulan ke depan. Sayangnya, pihak Komisi III mempertanyakan banyaknya barang-barang yang hilang hingga beberapa ruangan yang dirasa tidak maksimal pengerjaannya. Untuk barang yang hilang, Arif mengaku tidak tahu menahu.
“Sudah bilang kepada sekretariat untuk melakukan pengosongan saat rehab. Tapi tidak bisa. Sehingga kami proteksi dengan dikasih plastik dan lain-lain. Nah itu kita tidak tahu (hilang atau rusak),” ungkapnya.
Ketua Komisi III, Abdulloh, sangat kecewa dengan hasil rehabilitasi ini dan meminta PT. Payung Dinamo Sakti serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) untuk meneliti kembali pekerjaan yang sudah diklaim 100 persen selesai. Mengingat, setelah melalukan pengecekan dan serah terima antara PUPR dengan Sekretariat DPRD tidak sesuai dengan fakta temuan penyelesaian di lapangan.
“Setelah dicek ada item-item yang harus dibenahi. Tapi secara keseluruhan ruangan sudah bisa dipakai,” ucap Abdulloh yang memimpin sidak sore itu.
Memang sebenarnya rehabilitasi gedung itu tidak secara keseluruhan. Sehingga meski masih ada beberapa bagian atap yang bocor ataupun keramik yang rusak, selama tidak masuk kontrak, artinya itu butuh penyelesaian lain, tidak bisa dipermasalahkan.
Demikian, para anggota dewan tetap mengeluhkan penyelesaian rehab yang memakan waktu setengah tahun itu. Soal barang-barang yang hilang dan beberapa cat hingga lampu ruangan yang tidak menyala.
Atas dasar temuan di lapangan, Abdulloh menegaskan, serah terima antara PUPR dan Sekretariat DPRD sepertinya belum sesuai dengan kondisi fisik gedung yang sebenarnya. Meskipun beberapa bagian atap yang bocor dan keramik yang rusak tidak masuk dalam kontrak, namun pekerjaan yang tidak maksimal tetap menjadi perhatian.
“Item-item yang tidak sempurna atau gagal ya harus diperbaiki dulu,” tegas Abdulloh.
Sementara itu dari pihak Dinas PUPR, Rahmad Hidayat selaku Kepala Bidang Cipta Karya menyatakan akan mengidentifikasi kembali hasil dari penyelesaian gedung tersebut. Karena harus memisahkan mana yang masuk kontrak dan mana yang tidak.
“Terkait laci yang terbuka, dispenser yang rusak tadi sudah kita diskusikan dan tentunya diidentifikasi lagi,” ucap Rahmad.
Pihak PUPR akan mengusulkan kembali dalam pertemuan lanjutan dan memfokuskan kepada identifikasi terhadap keluhan yang diutaran oleh anggota dewan.
Pewarta : K. Irul Umam
Editor : Nicha R