Pengamat politik Universitas Mulawarman, Budiman mengaku pesimistis keterwakilan perempuan di parlemen akan meningkat pada Pemilu 2024, bila konsep pemenuhan komposisi 30 persen perempuan pada pencalonan anggota legislatif asal comot saja.
Seharusnya katanya, ada peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD Kaltim bila parpol benar-benar melakukan pengkaderan. Legislator yang terpilih selama ini menurutnya, kebanyakan tidak berasal dari pengkaderan parpol. Melainkan sekadar memenuhi syarat komposisi pencalegan tanpa melihat kualitas dan kapabilitas.
“Kalau kita menelisik ada mis (kesalahan) pengkaderan. Ketika pencalegan asal comot aja, misal karena istri, keluarga sehingga dicalonkan,” jelasnya. Sangat jarang tambahnya, perempuan yang memiliki kapabilitas dan berjuang sendiri, tanpa campur tangan orang terdekat yang sudah mempunyai jabatan strategis.
Ia menilai salah satu figur yang membantah stigma ini yaitu Hetifah Sjaifudian, anggota DPR RI asal Kaltim saat ini. Meski bukan perempuan asli Kaltim, Hetifah membuktikan dengan merepresentasikan Kaltim dan berjuang untuk kepentingan Kaltim sehingga dia mampu bertahan hingga tiga periode di DPR RI.
Berbeda dengan sejumlah perempuan yang terpilih di legislatif yang besar andilnya dari suami atau kelurganya yang sudah memiliki nama, jabatan, dan memanfaatkan kekuasaan. Kelompok ini akan dipertanyakan eksitensinya pada Pileg 2024 mendatang.
“Misal istri wali kota, tentu dia bisa menggerakkan massa dengan memanfaatkan jabatan suaminya. Tapi ketika suami sudah tidak lagi apakah masih bisa eksis? Kalau tidak meningkatkan kapabilitasnya dan tidak merawat konstituennya saya kira akan lewat,” jelasnya.
Pekerjaan besar parpol saat ini katanya, kaderisasi, khususnya untuk perempuan. Meskipun menurut Budiman, saat ini jarang ada “partai kader” yang mengutamakan jenjang karier politik seperti yang pernah dilakukan Partai Golkar dimana caleg yang maju harus melalui tahapan kaderisasi.
“Rata-rata partai sekarang tidak mau ambil pusing. Jadi lahirnya prematur semua, jarang sekali saya lihat sekarang ada partai kader. Apalagi partai baru, darimana mereka menentukan komposisi pencalagen dan memenuhi kuota perempuan,” tegasnya.
Meski demikian katanya, bukan berarti upaya kaderisasi parpol di Kaltim tidak dilakukan. Pelatihan kepemimpinan, dan pendidikan politik yang digelar di kampus oleh organisasi yang terafiliasi dengan parpol sudah terjadi. Hanya saja keterwakilan perempuan di Kaltim masih didominasi yang menggunakan “jalur istimewa”. (eky)