BALIKPAPAN – Sejumlah perguruan tinggi bersepakat saling bekerja sama di dalam konsorsium untuk membangun Ibu Kota Nusantara (IKN) berdasarkan hasil-hasil penelitian dan ilmu pengetahuan (riset dan sains).
”Di dalam konsorsium itu kita bekerjasama, berkoordinasi,” kata Kepala Otorita IKN Bambang Susantono di Samboja Lodge, Samboja Lestari, fasilitas yang dikelola Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) di Samboja, 50 km utara Balikpapan, Jumat (4/8/2023).
Pada kesempatan itu Otorita IKN menandatangani nota kesepahaman dengan rektor Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Dekan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung untuk pengembangan konsorsium tersebut.
Dalam konsorsium berbentuk Pusat Riset dengan nama Nusantara Institut tersebut berbagai ilmu pengetahuan (sains) untuk menunjang pembangunan IKN disiapkan. Juga digelar penelitian-penelitian dengan tujuan mendapatkan hasil atau mencari jawaban pada berbagai permasalahan di IKN dan di Indonesia secara umum.
”Dari sudut pandang ini, IKN itu kota futuristik, kota masa depan yang baru tuntas pembangunannya di 2045,” kata Bambang.
Beragam usulan program kegiatan dikemukakan para rektor dan dekan tersebut. Rektor IPB Prof Arif Satria, misalnya, mengemukakan tentang perlunya membangun Bank Genetik atau Simpanan Plasma Nuftah dari keanekaragaman hayati Nusantara.
Rektor UGM Prof Ova Emilia yang adalah seorang dokter, memaparkan perlunya Nusantara memiliki dan menerapkan berbagai kearifan lokal Indonesia tentang obat-obatan tradisional. Adapun Dekan Endah dari ITB mengingatkan pentingnya menyusun langkah mempersiapkan masyarakat yang hari ini tinggal di sekitar pusat inti pemerintahan, yaitu warga Semoi dan Sepaku, akan perubahan-perubahan yang akan terjadi.
“Seperti bagaimana menghadapi dan menyikapi perubahan fungsi lahan,” kata Dekan Dr Endah Sulistyawati.
Kesempatan itu juga tak disia-siakan oleh BOSF sebagai tuan rumah. Menurut Manager Regional BOSF Samboja Lestari Aldrianto Priadjati, lembaganya berpengalaman dalam merehabilitasi lahan kritis dan menumbuhkan kembali hutan.
”Kami menghutankan kembali 1800 hektare lahan BOSF ini dari padang alang-alang. Dimulai dari menanam tanaman keras agar menarik satwa untuk datang,” kata Aldrin.
Setelah itu, burung-burung datang karena tertarik dengan makanan yang tersedia dari pohon-pohon dan semakan yang tumbuh. Burung membawa biji-bijian bibit dari tempat lain.
”Dengan pemeliharaan, kami perlu 16 tahun lebih untuk mendapatkan lingkungan teduh seperti yang ada sekarang,” kata Aldrin.
Untuk IKN yang memulainya dari kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) maka bisa dipastikan jalannya akan lebih mudah. HTI memiliki lahan yang terpelihara unsur haranya, tidak seperti padang alang-alang yang sudah disebut lahan kritis. (Ant/MK)
Pewarta : Novi Abdi
Editor : Nurul Aulia Badar